Sunday, November 04, 2007

Melbournelife: Aus Election campaign

I am always wondering why campaign in Australia is not gegap gempita like in Indonesia. Tidak ada jalanan macet karena rombongan kampanye partai x lewat dengan sekian ratus atau ribu orang naik truk, metromini, mobil pribadi, dan motor. Tidak ada spanduk warna warni dan lautan massa berkaos, kuning, biru, merah, putih atau hijau yang bersorak-sorak. Tidak ada panggung tinggi dnegan sound system ratusan watt dengan politisi yang berteriak kencang-kenmacng dnegan slogan-slogan, 'hidup partai x...hidup partai y.; tidak ada kelengangan di lapangan atau jalanan usai kampanye yang meninggalkan tumpukan sampah di mana-mana.
Kayaknya nggak seru juga sih ya...Kadang perasaan ini muncul. Masa sih kampanye pemilu adem ayem aja. Perasaan khas Indonesia, mungkin lahir sebagai perwujudan dari perasaan bahwa pemilu adalah sebuah pesta, meski dnegan embel-embel pesta demokrasi. Namanya juga pesta, apalagis ering juga disebut dnegan kata-kata perhelatan akbar, implikasinya ya memang keriuhan yang meluap-luap.

Inilah yang beda. Disini, masa kampanye selalu ramai, tetapi keramaian paling nyata di media, TV, media cetak dan radio. Politisi berkampanye mencoba merangkul massa, mendatangi mereka di kafe-lafe di trotoar, di pasar-pasar di dareah pemilihan mereka, atau kadang-kadang ada yang mengetuk pintu dan mengantarkan karangan bunga hadiah perkawinan untuk masyarakat di daerah pemilihan mereka. Itu semua sering diliput massa apalagi kalau calonnya terkenal. Kalau Howard kampanye ke Bennelong, pasti ada liputan TV, kalau Rudd kampanye ke rumah sakit juga pasti ada TV. Intinya semua aktivitas kampanye calong perdana menteri pasti diliput media. Tetapi itu bukanlah yang utama dari pesta pemilu Australia.

Orang menunggu-nunggu ketika ada debat calon perdana menteri. Orang ribut di media tentang apakah akan pakai worm atau tidak dalam debat itu. Calong Labor dan liberal berdebat soal kebijakan industrial mereka, bagaimana kebijakan mereka terhadap berpihak pada working family, kalangan bisnis dsbnya. Ada kampanye negatif tentang misalnya Liberal menjelek-jelekkan buruh dnegan menyatakan sebagian besar calon menteri buruh adalah dari Trade Union, yang anti bisnis. Tentang ini saya punya pemikirans endiri, nanti akan saya tulis belakangan. Namun apa yang maus aya katakan adalah bahwa kampanye di Australia mementingkan isi. Kampanye adalah isu soal kebijakan apa yang kamu tawarkan pada saya. Kalau kamu berpihak pada saya, saya akan pilih kamu, kira-kira begitulah kata individu rakyat Australia. Jadi orang memang memilih berdasarkan kepentingannya. Misalnya kalau nenek-nenek dan kakek-kakaek di panti jompo juga adalah sasaran kampanye. Tapi kampanye untuk mereka tentu juga berfokus pada kebijakan yang akan mempengaruhi mereka. Mungkin mereka akan pilih liberal atu labor tergantung pada apakah partai-partai ini akan membuat kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan kaum pensiunan misalnya, atau membuat kebijakan untuk meningkatkan jatah welfare untuk orang usia lanjut, akses terhadap fasilitas kesehatan dstnya.

Berbeda dengan Indonesia. Masyarakat adalah hanya alat untuk partai-partai yang ingin berkuasa. Kalau janji kampanye dilanggar, toh mereka tdak bsia menuntut, mungkin begitu asumsinya. Sementara disini kalau janji kampanye dilanggar, kosnekuensinya akan berat, empat tahun berikutnya mereka akan kehilangan kursinya. Siapa sudi memilih politisi suka ingkar janji.

Senangnya bermimpi bahwa suatu ketika masyarakat Indoensia akan menjadi masyarakat yang powerful. Sekarang proses mengarah kesana, semoga proses yang masih dalam tahap awal ini, amsih bayi istilahnya tidak diin terupsi oleh orang-orang yang lebihs ennag rejim otoriterian. ASemoga proses menguatkan masyarakat terus berjalan lancar, dan suatu ketika, masyarakat Indonesia pun menjadi msyarakat yang kuat, yang tidak akan cuma menjadi alat politisi mencapai tujuannya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home