Thursday, April 21, 2005

ARTICLE: Special Interview MInister of Research and Technology

LAPORAN KHUSUS
WAWANCARA KUSMAYANTO KADIMAN
Lima Persen Biofuel

Yang paling mengganjal proses itu adalah pemikiran untung-rugi para ekonom. Mereka selalu menyoal biaya pengembangan energi alternatif. "Sampai kiamat pun melawan pertanyaan itu tidak bakalan menang".

PERANGNYA para peneliti energi alternatif adalah melawan para ekonom. Dan di Indonesia, panglima para peneliti adalah Menteri Riset dan Teknologi (Ristek), Kusmayanto Kadiman. Mantan Rektor ITB ini gemas, bahan bakar nonminyak susah masuk pasar. "Hasil pengembangannya sudah banyak tapi belum dipakai," kata doktor dari Universitas Nasional Australia Jurusan Engineering System itu.Yang paling mengganjal proses itu adalah pemikiran untung-rugi para ekonom. Mereka selalu menyoal biaya pengembangan energi alternatif. "Sampai kiamat pun melawan pertanyaan itu tidak bakalan menang," kata pria kelahiran 1 Mei 1954 itu. Tapi Kusmayanto tak putus asa. Untuk memacu semangat anak buahnya, ia tak segan menggunakan mobil Land Rover 1997 berstiker gasohol hingga ke sidang kabinet."Orang lain mana mau," katanya. Kusmayanto juga tak sungkan turun tangan menjajakan hasil riset anak buahnya. "Pasarnya belum berkembang," katanya. Karena dana penelitian cekak, sekitar Rp 160 milyar untuk seluruh bidang di Ristek, Kusmayanto pun memprioritaskan energi terbarukan. Untuk mengetahui langkah Kusmayanto mengembangkan energi alternatif, Heni Kurniasih dan Rahman Mulya dari Gatra menemuinya. Berikut petikan wawancaranya:Apa pentingnya pengembangan energi alternatif di Indonesia?Selama ini, Indonesia bergantung pada air dan bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara. Dulu air murah. Sekarang air jadi sumber energi yang mahal. Pengelolaannya tidak mudah karena diperlukan untuk minum dan pertanian. Belum lagi masalah sedimentasi. Karena ada pengendapan, energinya juga berkurang. Maka, perlu pembangkit listrik tenaga alternatif.Sangat mendesakkah?Sumber daya alam seperti batu bara, gas, dan minyak terus berkurang. Indonesia memang gudang segala macam sumber daya alam. Namun kebutuhan kita juga terus meningkat. Sejak 2004, Indonesia telah masuk ke dalam negara importir minyak.Langkah Ristek apa?Penghematan energi dari fosil dan air jelas. Tapi kami juga mencari sumber energi alternatif. Saya mendorong lembaga-lembaga di bawah Ristek mengembangkan bahan bakar dari tanaman. Yang sudah diluncurkan ke pasaran adalah gasohol dan biodiesel.Apa kendalanya?Tantangan paling besar datang dari pebisnis. Pebisnis tertarik kalau ada tiga hal: bahan baku, teknologi, dan pasar. Bahan baku ada, teknologi siap, pasarnya yang belum ada.Lantas, apa yang bisa dilakukan?Kalau perlu, undang-undang mewajibkan setiap mobil berbahan bakar solar menggunakan 5% biodiesel. Persentasenya terlihat kecil, namun omsetnya bisa milyaran. Atau dengan insentif. Bentuknya bisa keringanan pajak untuk mobil yang menggunakan biodiesel atau gasohol. Ini yang kami upayakan. Tapi, kan, nggak bisa dari kementerian saya.Sejauh ini bagaimana?Saya, Menteri Pertanian, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral janjian mau ketemu bertiga. Menteri Pertanian telah mendukung. Tinggal Menteri ESDM yang harus memikirkannya. Jangan sampai dia mewajibkan harus pakai, kami nggak bisa menyediakan. Jadi bumerang nanti.Apa memang belum mampu menyediakan dalam skala besar?Sudah produksi, tapi masih kurang. Selama ini, kan penggunanya masih terbatas. Misalnya pada bus-bus BPPT. Saya sekarang mendekati pihak Transjakarta. Kalau busway mau pakai, kami akan berpikir untuk memperbesar pabrik atau mengajak investor lain. Cita-cita saya, busway ada stikernya, menggunakan biodiesel. Jadi, orang bertanya-tanya, biodiesel itu apa. Lalu mereka tertarik, lantas membeli.Jangan-jangan orang tak tertarik karena kualitasnya belum bagus? Apa tidak merusak mesin?Kami sudah cek dan uji di laboratorium dan berbagai kondisi. Memang belum selama bertahun-tahun. Saya sendiri menggunakan gasohol nggak ada masalah. Kenceng aja tuh mobil saya.Apakah biodiesel dan gasohol ini sudah ekonomis?Memang belum. Solar bersubsidi lebih murah dari biodiesel. Solar dijual Rp 2.300/liter, sementara biodiesel Rp 5.000/liter. Belum lagi harga biodiesel bergantung pada harga CPO dunia karena bahan bakunya kelapa sawit. Maka, pengguna biasa tidak akan ada yang mau membeli biodiesel. Pengguna biodiesel haruslah pemain besar. Misalnya, Pertamina mewajibkan.Apa efek ganda penggunaan bahan bakar berbasis tanaman?Saya contohkan jarak pagar untuk biodiesel. Jarak pagar bisa tumbuh di tanah marjinal, tempat tanaman lain tidak bisa tumbuh. Hal ini akan meningkatkan jumlah petani. Jarak juga tumbuh baik di tanah sabana di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Maka, ketergantungan NTT dan NTB terhadap kilang minyak di Balikpapan dan Cilacap bisa dihilangkan.Kapan energi alternatif bisa siap. Sedangkan proyek biodiesel 8 ton di Riau saja mangkrak?Itulah. Mimpi saya, presiden membuat deklarasi pada 2009. Lima persen bahan bakar adalah biofuel (biodiesel dan gasohol). Tidak perlu banyak-banyak.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home