Thursday, April 21, 2005

ARTICLE: About Electricity tariff

Majalah GATRA 23 / XI 23 Apr 2005
EKONOMI & BISNIS

TARIF LISTRIK
Menunggu Juragan Kehabisan Keringat
Kenaikan harga minyak membuat ongkos bikin setrum melonjak. Tak ada kenaikan tarif listrik hingga satu semester ke depan. Selanjutnya?SETIAP bulan, Jumadi mesti mengalokasikan duit Rp 60.000 untuk bayar listrik. Bagi kalangan berkantong tebal, fulus sebesar itu tentu tak masalah. Tapi, buat ayah dua putri ini, menganggarkan duit senilai itu per bulan terasa berat. Apalagi setelah harga bahan bakar minyak (BBM) naik. Alokasi duit untuk membeli keperluan dapur, sekolah anak, dan transportasi ke tempat kerja melonjak.Jumadi makin khawatir kalau harga setrum juga naik. Dari obrolan di warung yang biasa ia sambangi, isu kenaikan tarif listrik sedang jadi topik hangat. "Sekarang saja sering saya bayar listrik dua bulan sekali," katanya. Di kampungnya, Curug, Tanah Baru, Beji, Depok, Jawa Barat, pembayaran listrik warga dikoordinasi karang taruna.Biasanya, kata Jumadi, karang taruna yang menalangi dulu. Bulan depannya, ia bayar dobel. "Itu pun kalau ada duit," kata karyawan sebuah perusahaan swasta di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu. Kalau tak ada uang, terpaksa ia utang kanan-kiri.Jumadi menerima gaji Rp 750.000 per bulan. Istrinya tak bekerja. Anak sulungnya, berumur 10 tahun, sedang menempuh pendidikan di SD kelas IV. Si bungsu yang masih empat tahun belum sekolah. "Saya khawatir listrik dinaikkan juga. Kenaikan BBM sudah bikin puyeng," katanya.Pria asli Depok berumur 39 tahun itu tak sempat lagi memikirkan pembangunan rumahnya yang macet. Rumah pemberian ayahnya itu berukuran 6 x 7 meter. Berlantai tanah, dinding batanya belum diplester.Tak hanya Jumadi, juragan setrum PLN juga puyeng akibat kenaikan harga minyak. Ongkos produksi membuat listrik meroket. Paling tidak, BUMN listrik itu mesti menambah anggaran untuk membeli BBM Rp 4 trilyun. Tahun lalu, PLN merogoh kocek Rp 14,87 trilyun untuk membeli 9 juta ton atau sekitar 8.499 liter BBM.Minyak itu dipakai untuk menjalankan sepertiga pabrik setrumnya. Pembangkit listrik lainnya memakai batu bara (34%), gas (21%), air (10%), dan panas bumi (3%). Seluruh pabrik listrik itu menghasilkan setrum berdaya 21.020 megawatt (MW). Pembangkit swasta setor 3.070 MW.Kendati biaya membengkak, pemerintah belum menyalakan lampu hijau bagi PLN untuk menaikkan tarif. Apalagi, kenaikan harga minyak sudah membuat Jakarta kerepotan, meredam demo dan ''hujatan'' DPR. "Pak Menteri menilai belum perlu menaikkan tarif listrik dalam waktu dekat," kata J. Purwono, Direktur Bina Usaha, Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi. Menteri yang dimaksudnya adalah Purnomo Yusgiantoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.Pemerintah, kata Purwono, meminta PLN melakukan efisiensi untuk menekan biaya produksi, agar pemakaian BBM bisa lebih irit. Sehingga harga jual listrik tak perlu naik. Pemerintah juga meminta PLN mengurangi jumlah pembangkit berbahan BBM dan menggantinya dengan gas atau batu bara.Ongkos produksi di pabrik setrum PLN berbahan bakar minyak memang paling mahal dibandingkan dengan bahan bakar lain. Biaya bikin setrum di pembangkit berbahan bakar batu bara bisa empat kali lebih irit dibandingkan dengan BBM. Sedangan gas lebih hemat sepertiganya (lihat tabel).Tapi, menurut Purwono, bukan soal mudah mewujudkan permintaan pemerintah itu. Konversi bahan bakar pembangkit dari BBM ke batu bara dan gas tak bisa dilakukan dalam waktu singkat. "Paling tidak perlu waktu dua tahun," katanya.Cara cepat yang bisa dilakukan untuk mengurangi biaya-biaya PLN, kata Purwono, adalah memberikan insentif pajak kepada PLN. "Tapi itu kewenangan Departemen Keuangan, bukan kami," ujar Purwono. Departemen Energi hanya berperan sebagai regulator. Penengah antara kepentingan PLN dan masyarakat. "Tapi kami juga tak mau, akibat kenaikan harga BBM, keuangan PLN memburuk," ia menambahkan.Upaya mendapatkan insentif pajak pernah dilakukan PLN, tahun lalu. Tapi Departemen Keuangan menolak. Tahun ini, juragan setrum itu akan mencoba lagi. Ada dua pajak yang dimintakan keringanan. Pajak revaluasi aset PLN dan pajak pembelian BBM.Pajak revaluasi aset memang menambah berat beban PLN. Setelah dinilai ulang, aset PLN membengkak jadi Rp 197 trilyun dari perhitungan sebelumnya Rp 67 trilyun. Akibatnya, pajak PLN membengkak jadi Rp 11 trilyun. "Bila kedua pajak itu diberi insentif, PLN bisa menghemat Rp 1 trilyun," kata Eddie Widiono, Direktur Utama PLN.Di luar itu, PLN akan berusaha menekan angka pencurian dan tunggak bayar (losses). Tahun lalu, besarnya losses PLN mencapai 11,27%. PLN berniat menekan angka kehilangan itu menjadi 9,8%. Dengan cara ini, PLN berharap bisa meraup dana Rp 3,15 trilyun. Duit dari insentif pajak dan menekan losses itulah yang digunakan untuk menambal ongkos tambahan membeli BBM.Tapi, apakah upaya-upaya tersebut bakal mampu menahan PLN agar tak menaikkan tarif listrik? "Yang jelas, sampai satu semester ke depan, kami tak akan minta kenaikan tarif ke pemerintah," kata Ali Herman Ibrahim, Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN. Bagaimana caranya? "PLN akan berusaha semampunya. Namun, kalau keringat kami habis, kami akan laporkan ke pemerintah," ujar Ali.Usaha yang akan dilakukan PLN, antara lain, menyiapkan langkah-langkah efisiensi dan konversi bahan bakar. Ali mengatakan akan melakukan optimalisasi pabrik setrum yang ada. Misalnya di Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Tanjungpriok. Saat ini, pembangkit itu belum sepenuhnya memakai gas, sebagian masih menggunakan minyak. Selain PLTG Tanjungpriok, ada 12 pembangkit lain yang serupa. Antara lain Muara Karang dan Belawan.Selain itu, kontrak pasokan gas untuk tujuh pembangkit yang saat ini masih berupa kesepakatan akan ditingkatkan menjadi kontrak suplai. Bila sukses, pasokan gas itu akan dipakai di PLTG Muara Tawar dan Tambak Lorok. PLN juga akan meningkatkan komitmen pemasok gas untuk lima pembangkit yang berlokasi di Sorong, Dumai, dan Jambi.Dengan mengoptimalkan kerja sama dengan pemasok gas, PLN berharap dapat menambah pembelian gasnya menjadi 581 juta kaki kubik per hari. "Tambah 65 juta kaki kubik saja sudah bisa hemat Rp 900 milyar," kata Ali. Tahun depan, Ali menargetkan tambahan pasokan bisa meningkat menjadi 235 juta kaki kubik. Dan dua tahun lagi, naik menjadi 380 juta kaki kubik.Selain mengamankan pasokan gas, PLN juga akan mempercepat penyelesaian proyek pembangunan pabrik setrum berbahan bakar non-BBM, seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cilegon dan PLTU Cilacap. Keduanya berbahan bakar batu bara. "Percepatannya bisa sebulan atau beberapa bulan," tutur Ali. Misalnya, PLTU Cilacap yang menghasilkan 300 MW akan dipercepat dari Januari 2006 ke November 2005. "Bisa hemat Rp 75 milyar per bulan," katanya.Toh, Fabby Tumiwa, Koordinator Working Group on Power Sector Restructuring, belum melihat PLN telah mengoptimalkan upayanya agar bisa lebih efisien. Ketidakefisienan ini menyebabkan beban yang dipikulnya tambah berat. Titik-titik infesiensi PLN, antara lain, terjadi dalam pembelian bahan bakar minyak. "Misalnya, keperluan pembangkit hanya 1.000 kiloliter dinaikkan jadi 1.100 kiloliter," ujarnya.Investasi PLN juga dinilai kurang produktif. Misalnya dalam proses pembangunanPLTGU Muara Tawar. "Pembangkitnya sudah dibangun, tapi gasnya belum ada. Itu kan tidak produktif," katanya. Contoh lain, pembangkit listrik di Pengaron, Bali. "Belum produksi tapi sudah rusak," ia menambahkan. Padahal, jika PLN lebih oke dalam mengalokasikan duitnya, ongkos bisa lebih hemat, pendapatan bisa meningkat, dan kenaikan harga jual listrik bisa diredam.Fabby juga menyorot proses pelimpahan sejumlah pelayanan dan jasa PLN kepada pihak ketiga sebagai titik ketidakefisienan PLN. "Seharusnya bisa dikerjakan sendiri dengan harga lebih murah," kata Fabby. Pencatatan meter, misalnya. Bila dikerjakan PLN sendiri, biayanya hanya Rp 200 per rumah. "Tapi di Jawa Tengah biayanya Rp 1.200. Di daerah lain rata-rata Rp 1.000," katanya.Fabby menghitung, bila PLN efisien, biaya produksi listrik di Jawa hanya Rp 400 sampai Rp 450 per KWh. Kalau dijual Rp 500 per KWh seperti saat ini, PLN seharusnya masih bisa untung.Artinya, ada berbagai alternatif agar tarif listrik tak naik. Tapi, apa boleh buat, Jumadi telanjur waswas. Bukan baru kali ini pemerintah memberi angin surga.

Sumber: PLN]Biaya Produksi Listrik Per KWhJenis PembangkitBahan BakarBiaya Produksi per KWh (Rp)HidroGas220Minyak550Combine CycleGas220Minyak550SteamGas220Minyak594Batu Bara140Gas TurbineGas220Minyak770DieselMinyak660Harga produksi rata-rata: Rp 574 - Rp 580/KWhHarga jual rata-rata: Rp 500/KWhHarga bahan bakarBatu Bara: Rp 280.000/tonGas: US$ 2,55/MMBTUMinyak: Rp 2.200/literSumber: PLN
Irwan Andri Atmanto, Astari Yanuarti, dan Heni Kurniasih

0 Comments:

Post a Comment

<< Home