Thursday, April 21, 2005

ARTICLE: Illegal logging

KRIMINALITASPENCURIAN KAYU III
Pasok Jawa Terganjal Legal

Jutaan kayu bodong nyelonong dilego cukong. Hujan duit mengguyur perkayuan. Aparat terindikasi kuat terlibat.

KIRIMLAH kayu hingga ke Cina. Mungkin itulah yang menjadi pegangan para blandong peteng (juragan kayu haram). Sehingga banyak kayu bodong masuk negeri liong. Negara pun dirugikan puluhan trilyun.Tiga bulan terakhir, pemerintah sibuk memburu pembalak liar. Puluhan cukong dan kaki tangannya dibekuk. Dampaknya, harga kayu dalam negeri pun terkerek naik. Kayu meranti, misalnya, kini meningkat hampir dua kali lipat. Tengoklah di toko bangunan Sido Muncul, Depok II, Jawa Barat. Harga kaso per ikat dari Rp 60.000 meroket jadi Rp 105.000! Demikian juga pembelian partai besar. Harga per meter kubik untuk meranti, dari Rp 750.000, melonjak jadi Rp 1,5 juta, Jumat pekan lalu.Yono, pengelola Sido Muncul, menyebut pergerakan harga terjadi sejak Januari lalu. Dan puncaknya pada Februari silam. "Saat itu per kubik sampai Rp 1.800.000," katanya. Sekarang memang sudah melorot. "Tapi turun dikit," katanya.Meski heboh penggasakan blandong ilegal, di Kalimantan dan Papua, dia tidak sulit mendapatkan pasokan kayu. Yono mengaku memiliki lima pemasok. "Sekarang tergantung duitnya," katanya. Jika duit ada, barang pun oke.Meski di dalam negeri harga mulai membaik, toh kayu kita ngeloyor juga ke mancanegara. Kayu meranti Indonesia menyusup sampai ke Cina. Harganya memang menggiurkan. Per meter kubik bisa mencapai US$ 300 --setara dengan Rp 2,7 juta."Di sana meranti istimewa sekali," kata H. Imam Hermanto, Koordinator Komite Pemantau Korupsi Nasional. Salah satu keistimewaannya, meranti bisa diolah menjadi plywood. Tak mengherankan kalau kayu haram Indonesia, menurut Imam, menggunung di Cina.Transtoto Handadhari, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan, menyebutkan bahwa mengatasi pembalakan liar tidak bisa hanya dengan menangkapi para pelaku penebangan liar. Hal itu berdasar pengalamannya lima tahun di Kalimantan. Penebang haram itu cuma mendapat upah Rp 50.000 per hari, hanya cukup untuk makan. "Kalau ditangkap, anak-istrinya lapar," ujarnya.Akibat situasi itu, lama-kelamaan anaknya pun ikut dilibatkan menjadi pembantu maling kayu. Peranan anak ini menjadi penunjuk adanya pohon besar. Untuk itu, dia mendapat upah Rp 10.000. Pohon gede ditebang dengan upah Rp 25.000, lantas dipotong-potong dan dibawa ke sungai. Siapa yang punya alat berat selain mereka yang punya duit? Makanya, yang harus dibekuk adalah para blandong gedenya.Saat ini, harga di sungai sekitar Rp 100.000 per meter kubik. Jika dihanyutkan sampai ke hilir, harganya bisa berlipat menjadi Rp 200.000. Khusus meranti berukuran 4 dan 8 meter dibeli penadah Rp 200.000. Penadah menjualnya Rp 250.000.Menurut Imam Hermanto, harga kayu peteng (gelap) bisa murah karena biaya operasionalnya juga irit. Jika kayu itu legal, harganya akan mahal, sebab biayanya cukup tinggi. Sebagai contoh, izin resmi menebang tarifnya Rp 12 juta per area. "Tapi prakteknya bisa sampai Rp 50 juta," Imam menambahkan. Mulai izin sampai menebang, biayanya mencapai Rp 300 juta-Rp 400 juta.Sialnya, ketika kayu diangkut, polisi akan menangkap juga. Karena mereka umumnya asal tangkap saja, meski sudah dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). SKSHH "dibeli" Rp 2 juta, padahal resminya gratis. Toh, mereka harus membayar pelicin meski suratnya lengkap. "Ada joke, lebih mudah membebaskan kayu tanpa surat daripada yang ada surat," kata Imam.Karena itulah, kayu legal pun ujung-ujungnya memerlukan dana besar. Sekarang banyak juga yang legal. "Namun dananya harus gede," ujar Imam. Akibatnya, mereka sulit bersaing dengan perdagangan gelap. Kondisi itu mengancam kelangsungan pasokan kayu ke Jawa.Industri kayu di Jawa sangat bergantung pada pasokan dari luar. Perum Perhutani sendiri hanya sanggup memasok kayu di Jawa 730.000 meter kubik. Padahal, kebutuhan tahun 2005 diperkirakan mencapai 6-8 juta meter kubik. Untuk menambah pasokan, mau tidak mau harus mendatangkan dari luar Jawa.Persoalannya, kayu dari luar terganjal legalitas. Kayu Papua, misalnya, banyak dikuasai mafia. Legalitasnya remang-remang. Sehingga sulit untuk memasok Jawa. Menurut Imam, sebagian besar kayu dari bumi cenderawasih itu diekspor secara ilegal. "Kebanyakan ke Cina," katanya.Situasi perkayuan Jawa semakin sulit ketika digelar operasi gede-gedean terhadap pembalakan liar. Satuan Tugas Pengamanan pada Operasi Hutan Lestari II 2005 memang tengah gencar mengejar pejabat polisi yang diduga terlibat pembalakan liar. Salah satunya, oknum polisi yang ditengarai berpangkat perwira menengah di Kepolisian Daerah (Polda) Papua. Dia diduga kuat terlibat membekingi jalur transportasi kayu gelap.Komisaris Jenderal Polisi Ismerda Lebang, Kepala Pelaksanaan Operasi Hutan Lestari II, belum bersedia membeberkan keterlibatan aparat. Namun sumber Gatra di Departemen Kehutanan secara gamblang menyebut nama: berinisial MR, berpangkat komisaris polisi. Perwira itu disebut-sebut sebagai godfather di Papua.Diungkapkan pula, MR diduga mengendalikan semua illegal logging dan penyelundupan. Tanpa dia, kapal tidak ada yang bisa melaut. "Orang itu jahat sekali, dan punya duit Rp 80 milyar," katanya. Kabarnya, MR punya hubungan dekat dengan Polda dan Mabes Polri. Pada 2003, dia menjadi Koordinator Operasi Wanalaga. "Makanya nggak ada yang ditangkap," katanya.Menurut sumber itu, memang siapa pun yang bersentuhan dengan kehutanan pasti ngiler. Duit yang beredar mengguyur seperti hujan. Untuk beroperasi di daerah Kalimantan Barat, 2003, blandong Apeng dan Mar Ali disebut-sebut berani menyuap operasi Wanalaga Rp 5 milyar. Sehingga wilayah operasinya tidak disentuh.Suap-menyuap saat mengangkut kayu jamak terjadi. Misalnya satu tongkang yang mengangkut 10.000 meter kubik. Berangkat dari Muara Teweh, Kalimantan Tengah, menuju Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pungli yang harus dibayar di setiap jalan mencapai Rp 1 milyar.Hingga saat ini, Departemen Kehutanan tidak bisa melakukan apa pun. "Kewenangan kami terbatas," ujarnya. Sehingga, dalam operasi, Departemen Kehutanan dituding tidak ikut. Menurut dia, kehutanan hanya mendampingi dalam operasi yustisia. "Persoalan hukum tentunya ditangani polisi, sehingga kami hampir tak berperan," katanya.Padahal, untuk operasi itu, Departemen Kehutanan mesti merogoh kocek Rp 12 milyar. Sampai pekan lalu, operasi di Papua telah berhasil menyita 52.857 gelondongan atau 278.100 meter kubik kayu. Kemudian membekuk 47 tersangka, termasuk Kepala Dinas Kehutanan Papua dan Irian Jaya Barat. Membeslah 568 alat berat, lima tongkang, empat kapal, dua tugboat, 16 truk, dan 29 gergaji mesin. Alat-alat inilah yang menggunduli hutan Papua dan Irian Jaya Barat.Menurut M.S. Kaban, Menteri Kehutanan, sebenarnya jatah produksi hasil hutan Papua dan Irian Jaya Barat cukup besar. Yaitu 657.000 dan 560.500 meter kubik. Ternyata kayu yang keluar dari daerah itu jumlahnya berlipat-lipat dari angka tersebut. Menurut Kaban, sedikitnya 300.000-600.000 meter kubik kayu colongan lolos lewat laut. Kayu-kayu itu mengalir ke Cina, angkanya mencapai 9 juta meter kubik per tahun.World Wildlife Fund melaporkan bahwa 3,6 juta hektare hutan digunduli pada 2004. Tim Pengelolaan Sumber Daya Alam mengindikasikan, 67 juta kubik kayu per tahun raib. Kerugian negara sedikitnya Rp 30 trilyun tiap tahun.Menurut Kaban, kayu Indonesia yang dicuri mencapai 50-60 juta meter kubik per tahun. Dan duit negara yang tergerus mencapai Rp 40 trilyun-Rp 45 trilyun setiap tahun. Kayu-kayu itu kebanyakan dari Papua dan Kalimantan.Rimba Papua dan Kalimantan merupakan pemasok paling besar kebutuhan kayu Indonesia. Dari 5,6 juta kubik jatah tebang kayu pada 2005, sebanyak 4,5 juta kubik dipasok Papua dan Kalimantan.Rohmat Haryadi dan Heni Kurniasih

0 Comments:

Post a Comment

<< Home