Thursday, May 12, 2005

ARTICLE: Final assesment team of SOE' s CEO

Published in GATRA Weekly news magazine

EKONOMI & BISNISBUMN
Dari Tak Jelas Menjadi Kabur
Tim Penilai Akhir menjadi penentu nasib pimpinan BUMN. Dikhawatirkan menjadi alat kekuasaan. Wewenang Menneg BUMN diamputasi.

DIRUT Jamsostek Iwan P. Pontjowinoto termasuk pejabat yang beruntung. Ia dipilih Menteri Negara BUMN, Sugiharto, menduduki kursi dirut tanpa proses berbelit. Ibaratnya, Iwan, yang karibnya Sugiharto, masuk ke Jamsostek tanpa perlu mengetuk pintu. Meskipun perlawanan sempat muncul dari mantan direksi dan karyawan Jamsostek, kehendak Menteri BUMN tak terpatahkan.Tapi, di Bank Mandiri, langkah Sugiharto tersendat. Ribut-ribut menjelang Rapat Umum Pemegang Saham Bank Mandiri itu disambut presiden dan wakil presiden dengan beleid anyar yang mengatur pergantian pimpinan BUMN. Selasa pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggulirkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN. Inpres itu menyebutkan bahwa pergantian komisaris dan direksi BUMN harus melalui Tim Penilai Akhir (TPA).Menurut juru bicara presiden Andi Mallarangeng, ada lima instruksi yang tertuang di inpres baru itu. Selain instruksi standar seperti memperhatikan keahlian dan profesionalisme calon pejabat BUMN, ada sejumlah instruksi lain yang harus dipenuhi Menteri BUMN sebelum menujuk pejabat BUMN. Singkat kata, calon direksi dan komisaris BUMN ditentukan oleh TPA dengan melibatkan sejumlah pejabat negara. Pejabat yang dilibatkan bukan cuma presiden, wakil presiden, dan para menteri teknis yang terkait dengan bisnis BUM, melainkan juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Sekretaris Kabinet, dan Kepala Badan Intelijen Negara.Munculnya inpres yang mengatur suksesi BUMN itu, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk menghindari intervensi berbagai pihak. Dengan adanya TPA, "Tidak ada lagi deputi menteri, misalnya, yang bisa dengan gampang menitipkan nama untuk direksi BUMN," kata Wapres.Namun, di lain pihak, aturan anyar itu bisa diartikan untuk mengamputasi kekuasaan tunggal Kementerian BUMN terhadap perusahaan negara. Dengan munculnya inpres itu, kata Direktur Indef Fadhil Hasan, wewenang Menneg BUMN dalam pemilihan pimpinan BUMN makin ciut. Sebab Menneg BUMN hanya berhak mengusulkan, sedangkan keputusan akhir ada di tangan TPA. "Ini seperti keluar dari mulut ular masuk ke mulut singa," kata Fadhil.Soalnya, tak ada jaminan bahwa anggota TPA bebas KKN. Malah dikhawatirkan, inpres anyar itu menjadi alat partai berkuasa untuk mengintervensi BUMN. Kecurigaan itu muncul, karena pada dasarnya presiden dan wapres selaku pengendali TPA justru lahir dari rahim partai politik besar. "Kebijakan politis akan lebih menonjol dalam pemilihan direksi dan komisaris BUMN nanti," ungkap Fadhil.Padahal, Ketua Umum BUMN Watch H. Naldy Nazar menilai, kebobrokan BUMN selama ini justru akibat penjarahan sekelompok elite politik dan kekuasaan. "BUMN bak sumber mata air bagi partai politik maupun perorangan," katanya. Naldy pun tidak melihat kehadiran TPA sebagai solusi terbaik.Menurut dia, keberadaan tim di bawah kendali presiden itu malah menambah jalur birokrasi penentuan direksi dan komisaris BUMN. Selama ini, penentuan direksi BUMN cukup menempuh jalur RUPS dan keputusan Menneg BUMN. Setelah adanya inpres, penentu akhir calon pejabat BUMN untuk diajukan ke RUPS adalah TPA. "Justru yang paling penting adalah waktu fit and proper test," ujar Naldy.Dalam penyaringan awal itulah, kata Naldy, seharusnya dibuat peraturan yang jelas dan rinci tentang kriteria calon pimpinan BUMN. "Termasuk menjelaskan daftar kekayaan mereka," Naldy menambahkan. Menurut dia, ketidakjelasan tentang proses uji kelayakan dan kepatutan itulah yang selama ini menyebabkan proses semau gue dalam suksesi BUMN.Ia mencontohkan kasus penentuan direksi Garuda. Naldy mensinyalir, pelantikan Emir Syahsatar sebagai Dirut Garuda Indonesia tidak dijaring lewat uji kelayakan dan kepatutan. Agar kasus itu tak berulang, BUMN Watch berencana mengajukan usulan konsep transparansi sistem rekrutmen direksi dan komisaris BUMN kepada pemerintah.Jangan sampai ketidakjelasan uji kelayakan dan kepatutan itu semakin kabur setelah adanya TPA.
Heru Pamuji dan Heni Kurniasih

0 Comments:

Post a Comment

<< Home