Wednesday, June 15, 2005

INTERVIEW: MINISTER OF RESEARCH &TECHNOLOGY. Rocket Development Policy

Menteri Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman begitu bersemangat mengembangkan teknologi nasional dengan menggandeng berbagai stakeholder. Dalam Rakornas Ristek Teknologi 7-8 Juni lalu di Kementerian Riset dan Teknologi Jalan Thamrin, rekan-rekannya sesama menteri memberikan dukungan penuh terhadapnya. Diantaranya adalah Menteri PPN/BAPPENAS, Menteri Perhubungan, Menteri Pertahanan, dll.

Semuanya itu dalam kerangka pengembangan industri strategis yang melibatkan peran ristek didalamnya. “Inpres no. 4 tahun 2003 memberikan perintah bahwa Menristek mengkoordinasikan perumusan dan pelaksanaan Jakstranas iptek, sebagai arah, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang iptek,” ujarnya.

Salah satu yang didorong adalah pengembangan industri roket. Pada tanggal 15 Mei 2005, Menristek menerima arahan Presiden untuk menindak lanjuti rencana kerjasama roket dengan China sebagai bagian rangkaian pertemuan Presiden S.B. Yudhoyono dan Presiden China Hu Jin Tao dalam peringatan KAA 20 April 2005.

Pada tanggal 2 Juni 2005, telah dilaksanakan pertemuan interdep di kantor MenkoPolhukam untuk membahas Koordinasi Pengembangan Roket Nasional. “Salah satu kesepakatan dan keputusannya adalah Tim Pokja yang sudah dibentuk Menristek, baik Tim Pengarah maupun Tim Teknis adalah satu-satunya kelompok kerja nasional program pengembangan Teknologi Roket di Indonesia,” kata Kusmayanto.

Untuk mengetahui bagaimana pengembangan industri roket ini dilakukan, Heni Kurniasih melakukan wawancara dengan Menristek Kusmayanto Kadiman. Karena kesibukannya, Menristek wawancara dilakukan secara tertulis melalui sms dan email.

Pekan lalu LAPAN meluncurkan roket, siapa saja yang terlibat, bekerjasama dengan siapa. Apa tujuannya. Kenapa Anda tidak hadir di sana?

Proyek Peluncuran Roket tersebut merupakan aktifitas yang dilakukan oleh LAPAN, salah satu LPND Ristek. Aktifitas tersebut bagian dari aktifitas internal LAPAN yang memang mempunyai kompetensi sebagai sebagai lembaga nasional dalam bidang ke-antariksa-an. Roket-roket tersebut dikembangkan sendiri oleh LAPAN, baik dari SDM-nya maupun dari perangkat pendukungnya seperti proses fabrikasi dan propelannya.

Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian aktifitas dalam rangka memperingati Hari Teknologi Nasional 10 Agustus 2005. Tujuan utamanya untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya kita mampu untuk membuat sebuah roket.

Kemampuan ini memang belum besar artinya dibanding dengan kebutuhan nasional. Namun demikian, dalam kondisi dan dukungan sarana serta prasarana yang ada, ternyata kita tetap bisa merealisasikan pembuatan sebuah roket.

Apakah proyek itu di bawah KRT, ataukah KRT punya program roket sendiri. Kenapa tidak dijadikan satu proyek saja?

Proyek ini secara langsung di LAPAN sebagai bagian dari program pembinaan dan penguatan kompetensi lembaga. Namun ini merupakan bagian rangkaian aktivitas peroketan di Indonesia yang melewati berbagai tahap. Pada bulan Mei 2003 di dalam RAKORNAS RISTEK 2003, KMNRT besertaseluruh stakeholder telah menyepakati skema common program.

Skema ini merupakan bentuk pengelolaan program bagi kegiatan-kegiatan prioritas yang melibatkan berbagai lembaga secara nasional. Program tersebut secara administratif dan anggaran dikoordinasikan oleh KMNRT sedangkan secara teknis dikoordinasikan oleh lembaga yang mempunyai kompetensi terkait.

Salah satu common program yang dimaksud adalah Program Pengembangan Teknologi Peroketan (PPTR). Di dalam Kongres Depanri pada bulan Desember 2003 disepakati bahwa pola penelitian dan pengembangan teknologi roket ini akan dilakukan melalui alih-teknologi hingga dicapai tahap kemampuan untuk melakukan prototype production dan memerlukan keterlibatan negara lain.

Proses pelaksanaannya dikaitkan dengan kebutuhan users di dalam negeri seperti: Dephub (BMG, Hubud), Men-Infokom (Telkom), Dep. Kelautan dan Perikanan, TNI-AD, TNI-AU dan TNI-AL. Secara Nasional pengembangan teknologi roket dikoordinasikan melalui Kelompok Kerja Nasional Pengarah Program Pengembangan Teknologi Roket (PPTR) yang telah dibentuk oleh Menristek pada tanggal 26 Juni 2004, melibatkan berbagai Lembaga: LPND Ristek, Dephankam, Mabes TNI, Perguruan Tinggi dan Departemen Teknis yang memanfaatkannya.

Ketua Kelompok Kerja PPTR (Ka. LAPAN) telah membentuk Kapoknas Teknis PPTR yang diketuai oleh Deputi Kepala LAPAN. Anggotanya wakil-wakil dari lembaga-lembaga di atas berikut industri. Program Roket di LAPAN, seperti yang telah berhasil diluncurkan, menjadi modal dasar untuk program yang lebih besar.

Apakah benar Indonesia akan ada kerjasama pengembangan roket dengan China. Detil kerjanya seperti apa. Apa saja yang akan dikembangkan? Apa keuntungan bagi Indonesia dan apa keuntungan bagi China? Mengapa China yang dipilih? Sejak kapan kerjasama di mulai?

Kita sadari bahwa kemampuan kita di dalam teknologi peroketan masih jauh dari tingkat yang bisa dikatakan mampu. Banyak kendala yang dihadapi, antara lain: bahan baku, teknologi misalnya sistem kendali, airframe, dlsb. Di dalam Kongres Depanri hal tersebut telah ditangarai dan disepakati bahwa di dalam hal-hal yang kita belum mampu, kita perlu melakukan alih-teknologi bekerjasama dengan negara lain yang bersedia.

China merupakan negara yang bersedia untuk melakukan hal tersebut, bahkan mereka menwawarkan sampai pada tahap production prototype. Kerjasama tersebut telah disiratkan di dalam Joint Strategic Declaration yang telah ditanda-tangai oleh Presiden RI dan RRC pada tanggal 25 April 2005 sehari sesudah Peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika.

Saat ini kedua pihak sedang menjajagi aspek apa saja di dalam peroketan yang bisa dikerjasamakan dan dilaksanakan proses alih-teknologi. Penanda-tanganan MoU khusus berkaiatn dengan ini direncanakan dilakukan pada bulan Juli 2005 mendatang bersamaan dengan rencana kunjungan Presiden RI ke Beijing China.

Kerjasama ini mencakup proses pengembangan roket baik tak-terkendali (non-guided ballistic) maupun terkendali (guided), perlatihan sumber daya manusia dan proses manufaktur roket di dalam negeri.

Apa manfaatnya bagi Indonesia?

Dasar pemikirannya adalah dari segi kewilayahan, Indonesia sebagai negara maritim, kepulauan dan juga secara geografis terletak di katulistiwa akan sangat memerlukan roket. Dari segi keperluan sipil, misalnya, dapat dipakai untuk meluncurkan balon sonda dalam rangka pengukuran cuaca. Informasi cuaca akan sangat membantu dalam proses tanam. Keperluan lain misalnya telekomunikasi.. Di bidang militer, program ini dapat memperbaiki standar kemampuan alutsista yang dimiliki.

Dalam program pengembangan roket ini, perbedaan kedua tujuan itu hanya terletak pada isi di dalam kepala roket. Oleh karenanya, proses alih-teknologi dengan China ditekankan pada peningkatan kemampuan pembuatan badannya.

Apa saja yang perlu diperhitungkan?

Pada bagian ini hal yang dipertimbangkan adalah : Mengingat kondisi keterbatasan sumber daya yang ada, maka untuk dapat menunjang pengembangan teknologi roket tersebut di atas, beberapa Teknologi Peroketan Dasar terlebih dahulu perlu tersedia dan dikembangkan, yaitu antara lain :a. Perancangan, Integrasi dan Uji Roket;b. Teknologi Motor dan Struktur Roket;c. Teknologi Propelan;d. Teknologi Pembuatan Bahan Baku Roket : AP (Ammonium Prechlorate) dan HTPB (Hydroxy Terminated Polybutadiene) untuk propelan komposit ; NG (Nitro Glycerine) dan NC (Nitro Cellulose) untuk propelan double-base ;e. Teknologi Kendali Roket;f. Teknologi Sistem Ruas Bumi/Ground Support.

Hal lainnya?

Tata-aturan pembatasan alih-teknologi roket senjata dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang, antara lain seperti :1) MTCR (Missile Technology Control Regime) : Pembatasan penyebaran (proliteration) persenjataan oleh kelompok G7 (Amerika, Jerman, Perancis, Jepang, Italia, Kanada dan Inggris), melalui cara pengendalian pengalihan teknologi, sehingga negara-negara berkembang mengalami kesulitan dalam Transfer of Missile Technology.

MTCR terdiri dari Guidelines (ketentuan-ketentuan) dan Annex yang memuat daftar item-item yang dikendalikan untuk diekspor, meliputi peralatan dan teknologi, militer ataupun guna ganda, yang terkait dengan pengembangan, produksi dan pengoperasian missile. Annex terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu Category I dan Category II.

Category I meliputi sistem-sistem roket secara utuh, sistem wahana udara tak-berawak, fasilitas produksi yang didesain secara khusus untuk sistem-sistem ini dan sub-sub sistem utuh tertentu. Category II meliputi part-part, komponen-komponen dan sub-sub sistem (propelan, bahan struktur, peralatan dan fasilitas uji coba), dan instrument penerbangan. Berdasarkan Guidelines, item-item Category I cenderung untuk tidak diekspor.

Item-item Category II boleh diekspor sesuai kebijakan pemerintah anggota MTCR, kasus per kasus untuk penggunaan akhir item tersebut. 2) CISTEC (Center for Information on Security Trade Control) : Pencegahan terhadap pengembangan Wahana Pelempar Strategis/Roket /Rudal dengan jarak jangkau lebih dari 300 km, serta pengembangan senjata-senjata perusak massal, nuklir, biologi, dan kimia di kalangan negara-negara berkembang; 3) Pembatasan Transfer Senjata: Pembatasan transfer senjata internasional oleh PBB yang melibatkan 18 negara yang mencakup: perangkat keras (hardware), suku cadang, supervisi dan teknologi militer bagi negara-negara yang menggantungkan peralatan militernya dari import.

Pemerintah RRC, walaupun saat ini belum masuk menjadi anggota MTCR, demi kepentingannya untuk menanamkan pengaruh secara internasional dan sekaligus perolehan devisa, tetap memasok produk atau teknologi yang berkontribusi kepada pembuatan roket atau missile balistik di bawah besaran 2 (dua) parameter MTCR . Dalam kerangka tersebut, pemerintah China melalui CPMIEC (China National Precision Machinery Import and Export Cooperation) menawarkan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah China dalam penelitian dan pengembangan serta alih-teknologi peroketan yang didasarkan pada kebutuhan pengguna.

Bagaimana keadaan industri roket kita saat? Apakah pilihan kebijakan pengembangan industri roket dapat menjadi prioritas ? Apa alasannya?

Pengembangan teknologi peroketan di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan masihsangat terbatas dan dirasakan ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara-negaralain di Asia, seperti India, China, Jepang, Pakistan, Korea Selatan dan KoreaUtara. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memacu bangsa Indonesia yang besarini agar memliki kemandirian dari menguasai teknologi peroketan secara bertahapdan terarah.

Roket-roket untuk keperluan pertahanan yang dimilki oleh TNI, dapat disebut beberapa seperti roket senjata rudal Exocet MM-38, Harpoon RGM-84D/Block 1C, roket FFAR 2,75, rudal Rapier, SUT Terpedo, Sidewinder AIM-9 dan sebagainya. Jumlah roket-roket tersebut relative masih cukup banyak, namun pada umumnya, kondisinya banyak yang sudah tidak laik untuk dioperasikan.

Mengapa tidak layak operasi?

Sebagian besar disebabkan oleh umur bahan propelannya yang kadaluarsa, serta ketersediaan suku cadangnya yang sudah tidak ada akibat adanya embargo dari negara-negara pembuat roket tersebut. Upaya untuk mencoba menggantikan bahanpropelan dengan yang baru tengah dilakukan, seperti misalnya pada roket FFAR 2,75.

Beberapa roket untuk keperluan ilmiah telah pula berhasil dikembangkan, sepertiroket-roket RX-150, RX-250 dan RKX-100 yang masih terus ditingkatkan kemampuannya menuju roket balistik yang andal. Namun demikian, masih diperlukan peningkatan pengetahuan dan skill SDM dalam penguasaan teknologi roket balistik.

Dengan modal dasar kemampuan, baik fasilitas-fasilitas yang ada, pengalaman maupun SDM di bidang peroketan yang ada di industri, lembaga/institusi dan TNI, maka akan tidak sulit dikembangkan menuju teknologi peroketan yang mampu mengamankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat luas ini.

Kebijaksanaan Strategis Nasional peroketan yang telah diamanatkan pada PDN II (Pekan Dirgantara Nasional Kedua, tahun 2003) adalah dimulai dengan program 5 tahun tahap I, berupa roket balistik dengan jarak jangkau sampai dengan 300 km, dan 5 tahun tahap II adalah pengembangan roket kendali.

Sesuai dengan kebutuhan pengguna (TNI), pada tahap I direncanakan akan dikembangkan roket-roket dengan jarak jangkau 15 km, 40 km, 80 km dan300 km yang dititik-beratkan masih berupa roket balistik, sambil mengembangkanrancangan dan subsistem-subsistem untuk roket kendali. Kemudian dalam tahap II berikutnya dapat dikembangkan sepenuhnya roket kendali untuk senjata.

Dari beberapa kali pertemuan yang dilakukan antar lembaga / instansi Litbang,industri, TNI, dan perguruan tinggi yang terkait, maka jenis roket yang perlu dikembangkan untuk Indonesia adalah roket-roket dengan jarak jangkau 15 km, 40 km, 80 km, 200 km dan 300 km.

Program pengembangan peroketan ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada di dalam negeri seoptimal mungkin, meliputi lembaga/institusi riset dan industri, disertai dengan alih teknologi dari negara lain.

Saat ini, siapa pemain roket di dunia, terutama di wilayah Asia? Bagaimana Bapak membandingkan industri luar negeri dengan kondisi Indonesia ? (Sekaligus menjawab pertanyaan 6,7,8,9)

Untuk keperluan pertahanan maupun ilmiah, Indonesia memerlukan roket denganjangkauan yang bervariasi sesuai dengan misi yang diembannya. Dengan alasantersebut dan mempertimbangkan kemampuan yang ada saat ini pengembangkan dapatdikelompokkan sebagai berikut : a. Pengembangan Roket dengan jangkauan sampai dengan 15-20 km. Selama ini TNI sudah mengoperasikan roket-roket jarak jangkau sampai dengan 15 km, seperti roket FFAR, QW-3, Strella, Stinger dan Rapier.

Kebutuhan akan roket-roket dalamjarak-jangkau ini sangat besar. Program ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan rancang-bangun roket tanpa menggunakan sistem kendali atau unguided berjarak jangkau sampai dengan 15 km. Selama ini telah dirintis dan dikembangkan roket-roket sonda RX-150 dan roket kendali RKX-100 yang mempunyai jarak jangkau kurang dari 15 km. Dengan melakukan optimisasi berat struktur dan propelan yang digunakan, sasaran pengembangan dalam waktu dekat kemungkinan dapat dicapai. Untuk eperluanpengembangan perlu dibangun fasilitas pendukung yang belum dipunyai.

b. Pengembangan Roket dengan Jangkauan 40 km-80 km :Pada saat ini kebutuhan TNI akan roket-roket berjarak-jangkau 40 km-80 km untukkeperluan roket senjata permukaan-ke-permukaan dan roket senjata darat-ke-daratsudah cukup mendesak.

Selama ini telah dirintis dan dikembangkan roket-roket sondaRX-150 dan RX-250 dengan menggunakan propelan padat HTPB yang mempunyai spesifik impuls 220 detik, masing-masing berjarak jangkau 15 km (RX-150 dengan payload 5-7 kg) dan 40 km (RX-250 dengan payload 10-15 kg). Hasil rancangan roket tersebut dapat dijadikan sebagai basis untuk pengembangan roket dengan jarak jangkau 40 km - 80 km, dengan melakukan beberapa optimasi pada struktur, aerodinamik dan sistem propulsinya.

Hasil optimasi diharapkan akan meningkatkan jarak jangkau roket RX-150 dari 15 km menjadi 40 km, dan roket RX-250 dari 40 km menjadi 80 km. Dengan pengembangan sistem pemandu inersia dan kendali aerodinamik untuk koreksi trayektori, roket-roket tersebut dapat digunakan sebagai roket artileri yang presisi.

c. Pengembangan Roket dengan jarak-jangkau sampai dengan 300 km :Perancangan dan pengembangan roket balistik jarak-jangkau sampai dengan 300 kmditujukan penggunaan untuk pengamanan perairan antar pulau di Indonesia. Roket-roket ini sangat diperlukan untuk mempertahankan kedaulatan NKRI yang terdiri daripulau-pulau yang dipisahkan oleh selat.

Dengan dikuasainya teknologi roket dengan jarak jangkau 300 km ini diharapkan akan didapatkan deterrence value, yang akan dapat meningkatkan wibawa bangsa Indonesia di mata dunia. Pada saat ini sedang dilakukan perancangan awal roket ilmiah berdiameter 520 mm,berbahan bakar padat HTPB yang didesain untuk jangkauan sampai dengan 300 km dan payload 200 kg. Roket ini dapat digunakan sebagai basis pengembangan roket dengan jangkauan 300 km. Untuk keperluan pengembangan perlu dibangun fasilitas pendukung yang belum tersedia.

d.Pengembangan Roket Kendali :Pada 5 (lima) tahun berikutnya roket balistik akan dikembangkan menjadi roket kendali, dimulai dengan jarak-jangkau pendek sampai dengan nantinya mencapai 300 km secara bertahap. Pengembangan Roket kendali pada saat ini telah mulai dirintis di LAPAN dengan menggunakan roket berdiameter 100 mm (seri RKX-100), dengan menggunakan bahan bakar padat komposit HTPB.

Apa saja kendalanya ?

Keterbatasan sumber daya (dana, peralatan pendukung, bahan baku dan SDM) yangdiperlukan untuk melakukan penelitian dan pengembangan peroketan sampai saat inimasih merupakan kendala yang harus diatasi. Dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti India, Jepang, Pakistan, China, Korea Utara, Korea Selatan dan lain-lain, Indonesia termasuk paling kecil penyediaan dana yang diberikan untuk pengembangan teknologi dirgantara ini. Demikian pula fasilitas peralatan yang dapat digunakan untuk menunjang pengembangan peroketan ini masih sangat terbatas, terutama untuk pembuatan dan pengembangan propelan motor roket.

Beberapa peralatan laboratorium yang masih dibutuhkan untuk mendukung pembuatan dan pengembangan propelan di Indonesia, baik untuk melengkapi fasilitas yang belum ada, untuk peningkatan kapasitas maupun untuk menggantikan peralatan yang sudah tua umurnya. Keterbatasan bahan baku yang dapat dibutuhkan untuk pengembangan roket di Indonesia ini juga merupakan kendala yang perlu dipecahkan. Sebagian besar material bahan untuk pembuatan roket masih merupakan barang impor, sehingga sustainability dan availability-nya kurang baik, terutama bahan untuk pembuatan propelan, tabung motor roket dan komponen elektronika yang khusus.

Keterbatasan SDM yang mempunyai keahlian dan keterampilan dalam bidang peroketan juga menjadi kendala yang dapat membatasi pengembangan peroketan. Namun hal ini nanti dapat diatasi dengan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan di bidang peroketan, baik melalui pendidikan formal maupun proses alih-teknologi dari negara lain.

Walaupun dengan jumlah yang terbatas, sumber daya manusia yang berpengalaman dalam bidang rancang bangun dan rekayasa Iptek serta defense product yang terdapat di beberapa industri dan lembaga-lembaga penelitian (PT DI, PT PINDAD, PT Dahana, PT LEN, LAPAN, BPPT, dan lain-lain) serta perguruan tinggi (ITB, UI, UGM, dan lain-lain) merupakan modal dasar yang sudah dipunyai. Sumber daya manusia yang berkualitas ini seyogyanya diberikan kesempatan dan dukungan untuk melaksanakan program pengembangan peroketan tersebut.

Anda mengatakan di surat kabar bahwa Dephan bersedia menyisihkan untuk mengembangkan teknologi roket, berapa besar menyisihkan anggarannya untuk pengembangan roket dan besar untuk yang lain ?

Statement saya itu nuansanya hanya menyatakan kalau anggaran Dephan yang jumlahnya Rp. 24 triliun itu dapat dialokasikan 1% saja untuk riset dan pengembangan roket maka itu sudah cukup baik untuk membantu riset dan pengembangan roket di Indonesia.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home