Wednesday, June 29, 2005

INSPIRATION:Alphabetical for Success

[Info Gatra] A L P H A B E T I C A L F O R S U C C E S S

Wed, June 29, 2005 4:29 pm
Sebuah artikel menarik, yang dikutip dari milis Aceasia.
A L P H A B E T I C A L F O R S U C C E S S

Menurut pakarnya, manusia sukses tidak cuma dari IQ saja.
Peran EQ (Emotional Intelligence) pada kesuksesan bahkan melebihi
porsi IQ. Seorang pakar EQ bernama Patricia Patton memberikan tips
bagaimana kita menemukan dan memupuk harga diri, yang disebutnya
alfabet keberhasilan pribadi.

A : ACCEPT
Terimalah diri anda sebagaimana adanya.

B : BELIEVE
Percayalah terhadap kemampuan anda untuk meraih apa yang anda
inginkan dalam hidup

C : CARE
Pedulilah pada kemampuan anda meraih apa yang anda inginkan dalam
hidup

D : DIRECT
Arahkan pikiran pada hal-hal positif yang meningkatkan kepercayaan
diri

E : EARN
Terimalah penghargaan yang diberi orang lain dengan tetap berusaha
menjadi yang terbaik

F : FACE
Hadapi masalah dengan benar dan yakin

G : GO
Berangkatlah dari kebenaran

H : HOMEWORK
Pekerjaan rumah adalah langkah penting untuk pengumpulan informasi

I : IGNORE
Abaikan celaan orang yang menghalangi jalan anda mencapai tujuan

J : JEALOUSLY
Rasa iri dapat membuat anda tidak menghargai kelebihan anda sendiri

K : KEEP
Terus berusaha walaupun beberapa kali gagal

L : LEARN
Belajar dari kesalahan dan berusaha untuk tidak mengulanginya

M : MIND
Perhatikan urusan sendiri dan tidak menyebar gosip tentang orang lain

N : NEVER
Jangan terlibat skandal seks, obat terlarang, dan alkohol

O : OBSERVE
Amatilah segala hal di sekeliling anda. Perhatikan, dengarkan, dan
belajar dari orang lain

P : PATIENCE
Sabar adalah kekuatan tak ternilai yang membuat anda terus berusaha

Q : QUESTION
Pertanyaan perlu untuk mencari jawaban yang benar dan menambah ilmu

R : RESPECT
Hargai diri sendiri dan juga orang lain

S : SELF CONFIDENCE, SELF ESTEEM, SELF RESPECT
Percaya diri, harga diri, citra diri, penghormatan diri membebaskan
kita dari saat-saat tegang

T : TAKE
Bertanggung jawab pada setiap tindakan anda

U : UNDERSTAND
Pahami bahwa hidup itu naik turun, namun tak ada yang dapat
mengalahkan anda

V : VALUE
Nilai diri sendiri dan orang lain, berusahalah melakukan yang terbaik

W : WORK
Bekerja dengan giat, jangan lupa berdo'a

X : X'TRA
Usaha lebih keras membawa keberhasilan

Y : YOU
Anda dapat membuat suatu yang berbeda

Z : ZERO
Usaha nol membawa hasil nol pula

GATRACOM: BIS forum: China and India, motor for economic growth

www.gatra.com : published 29 juni 2005
EKONOMI

Cina dan India, Motor Pertumbuhan Ekonomi
Jakarta, 29 Juni 2005 15:20

Perekonomian negara-negara negara-negara yang pasarnya tengah tumbuh (emerging market) lebih tahan terhadap guncangan. Ini adalah isu penting yang mengemuka dalam pertemuan tahunan ke-75 Bank for International Settlement (BIS) di Basel, Swiss, pada tanggal 27 Juni 2005, sekaligus menandai diluncurkannya Laporan Tahunan BIS untuk periode 1 April 2004-31 Maret2005.

Menurut siaran pers BI yang diterima Gatra.com, Rabu di Jakarta, pertemuan BIS di Basel Swiss ini juga dihadiri Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah.

Burhanuddin menjelaskan, perekonomian dunia tahun 2004, secara umum ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan lebih stabil. Laju inflasi juga lebih rendah dan terkendali.
"Khusus negara emerging market di Asia, Cina dan India masih menjadi motor bagi tingginya pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

BIS juga mencatat bahwa tahun 2004 adalah tahun terbaik dalam tiga dekade terakhir di tengah-tengah tingginya harga minyak dan beberapa komoditi lain. Pertumbuhan ekonomi dunia hampir mencapai 5 persen. Kinerja ekonomi negara emerging market, termasuk Indonesia, mencatat pertumbuhan tinggi.Perekonomian negara-negara ini, menurut BIS, lebih tahan terhadap guncangan.

Indikasinya antara lain, berkurangnya ketergantungan ekonomi terhadap permintaan eksternal, membaiknya kebijakan fiskal pemerintah yang didukung reformasi legislatif dan pengembangan pasar obligasi domestik, tingkat inflasi lebih stabil dan rendah yang berarti meningkatnya kredibilitas kebijakan moneter, meningkatnya surplus neraca transaksi (current account) negara-negara emerging market dan adanya peningkatan kinerja perbankan.

Pertumbuhan ekonomi negara-negara ini juga disokong permintaan dunia yang tinggi, meningkatnya outstanding kredit di berbagai negara akibat membaiknya fundamental ekonomi dan terjadinya rebound pada permintaan domestik di semua kawasan.

Presiden BIS, Nout Wellink menilai, perekonomian tetap tumbuh dan inflasi rendah pada tahun 2005 ini. Meskipun demikian, masih ada ketidakseimbangan distribusi pertumbuhan. Karena pada tahun 2004, pertumbuhan ekonomi didorong oleh Amerika Serikat dan negara-negara tersebut.Sementara itu, Jepang dan sebagianbesar negara di zona euro masih mencatat pertumbuhan rendah. [HK]

Thursday, June 16, 2005

INSPIRATION: HUman stages of life

[pantau-komunitas] Erikson's Eight Stages of Human Development

PsychologyErikson's Eight Stages of Human DevelopmentBabies are born with some basic capabilities and distinct temperaments. Butthey go through dramatic changes on the way to adulthood, and while growingold. According to psychologist Erik H. Erikson, each individual passesthrough eight developmental stages (Erikson calls them "psychosocialstages"). Each stage is characterized by a different psychological "crisis",which must be resolved by the individual before the individual can move onto the next stage. If the person copes with a particular crisis in amaladaptive manner, the outcome will be more struggles with that issue laterin life. To Erikson, the sequence of the stages are set by nature. It iswithin the set limits that nurture works its ways.

Stage 1: Infancy -- Age 0 to 1
Crisis: Trust vs. Mistrust
Description: In the first year of life, infants depend on others for food,warmth, and affection, and therefore must be able to blindly trust theparents (or caregivers) for providing those. Positive outcome: If their needs are met consistently and responsively bythe parents, infants not only will develop a secure attachment with theparents, but will learn to trust their environment in general as well. Negative outcome: If not, infant will develop mistrust towards people andthings in their environment, even towards themselves.

Stage 2: Toddler -- Age 1 to 2
Crisis: Autonomy (Independence) vs. Doubt (or Shame) Description: Toddlers learn to walk, talk, use toilets, and do things forthemselves. Their self-control and self-confidence begin to develop at thisstage. Positive outcome: If parents encourage their child's use of initiative andreassure her when she makes mistakes, the child will develop the confidenceneeded to cope with future situations that require choice, control, andindependence. Negative outcome: If parents are overprotective, or disapproving of thechild's acts of independence, she may begin to feel ashamed of her behavior,or have too much doubt of her abilities.

Stage 3: Early Childhood -- Age 2 to 6

Crisis: Initiative vs. Guilt Description: Children have newfound power at this stage as they havedeveloped motor skills and become more and more engaged in socialinteraction with people around them. They now must learn to achieve abalance between eagerness for more adventure and more responsibility, andlearning to control impulses and childish fantasies. Positive outcome: If parents are encouraging, but consistent indiscipline, children will learn to accept without guilt, that certain thingsare not allowed, but at the same time will not feel shame when using theirimagination and engaging in make-believe role plays. Negative outcome: If not, children may develop a sense of guilt and maycome to believe that it is wrong to be independent. Learning to talk about emotions and feelings is important forchildren's mental health. But it is also challenging. "How Do You Feel?" is a fun activity for kids at age 6 - 9.

Stage 4: Elementary and Middle School Years -- Age 6 to 12

Crisis: Competence (aka. "Industry") vs. Inferiority Description: School is the important event at this stage. Children learnto make things, use tools, and acquire the skills to be a worker and apotential provider. And they do all these while making the transition fromthe world of home into the world of peers. Positive outcome: If children can discover pleasure in intellectualstimulation, being productive, seeking success, they will develop a sense ofcompetence. Negative outcome: If not, they will develop a sense of inferiority.

Stage 5: Adolescence -- Age 12 to 18 Crisis: Identity vs. Role Confusion Description: This is the time when we ask the question "Who am I?" Tosuccessfully answer this question, Erikson suggests, the adolescent mustintegrate the healthy resolution of all earlier conflicts. Did we developthe basic sense of trust? Do we have a strong sense of independence,competence, and feel in control of our lives? Adolescents who havesuccessfully dealt with earlier conflicts are ready for the "IdentityCrisis", which is considered by Erikson as the single most significantconflict a person must face. Positive outcome: If the adolescent solves this conflict successfully,he will come out of this stage with a strong identity, and ready to plan forthe future. Negative outcome: If not, the adolescent will sink into confusion,unable to make decisions and choices, especially about vocation, sexualorientation, and his role in life in general.

Stage 6: Young Adulthood -- Age 19 to 40 Crisis: Intimacy vs. Isolation Description: In this stage, the most important events are loverelationships. No matter how successful you are with your work, saidErikson, you are not developmentally complete until you are capable ofintimacy. An individual who has not developed a sense of identity usuallywill fear a committed relationship and may retreat into isolation. Positive outcome: Adult individuals can form close relationships andshare with others if they have achieved a sense of identity. Negative outcome: If not, they will fear commitment, feel isolated andunable to depend on anybody in the world.

Stage 7: Middle Adulthood -- Age 40 to 65 Crisis: Generativity vs. Stagnation Description: By "generativity" Erikson refers to the adult's ability tolook outside oneself and care for others, through parenting, for instance.Erikson suggested that adults need children as much as children need adults,and that this stage reflects the need to create a living legacy. Positive outcome: People can solve this crisis by having and nurturingchildren, or helping the next generation in other ways. Negative outcome: If this crisis is not successfully resolved, theperson will remain self-centered and experience stagnation later in life.

Stage 8: Late Adulthood -- Age 65 to death Crisis: Integrity vs. Despair Important Description: Old age is a time for reflecting upon one's own life andits role in the big scheme of things, and seeing it filled with pleasure andsatisfaction or disappointments and failures. Positive outcome:If the adult has achieved a sense of fulfillment aboutlife and a sense of unity within himself and with others, he will acceptdeath with a sense of integrity. Just as the healthy child will not fearlife, said Erikson, the healthy adult will not fear death. Negative outcome: If not, the individual will despair and fear death.

INSPIRATION: Who is Erik Ericson

[pantau-komunitas] Who is Erik Erikson?

Psychology
Who is Erik Erikson (1902-1994)
"Human personality in principle develops according to steps
predetermined
in the growing person's readiness to be driven toward, to be aware of
and to
interact with a widening social radius."
--- Erik Erikson
Best Known For
a.. 8 Stages of Psychosocial Development
b.. Identity Crisis
c.. Erik Erikson has been called "father of psychosocial development"
and
"the architect of identity"
Birth
Erik Erikson was born in Frankfurt, Germany on June 15, 1902.
Erik Erikson die in Harwich, Massachusetts, 1994.
Childhood
Erikson's biological father, who was Danish, had left before Erikson
was
born. He was adopted by his Jewish stepfather, and took the name Erik
Homberger. But because of his blond-and-blue-eyed Nordic look, Erikson
was
rejected by his Jewish neighbors. At grammar school, on the other hand,
he
was teased for being Jewish. Feeling not fitting in with either
culture,
Erikson's identity crises began at an early age.
Other Life Events
a.. Around 1920, instead of going to college (for disliking the
formal
education structure), Erikson traveled around Europe, keeping a diary
of his
experiences.
b.. Came to the U.S. in 1933 and became Boston's first child analyst.
Career
He was an artist and a teacher in the late 1920's when he met Anna
Freud,
and began to study child psychoanalyses from her and at the Vienna
Psychoanalytic Institute. He immigrated to the United States in 1933.
He
obtained a position at the Harvard Medical School, and later on, held
positions at institutions including Yale, Berkeley, the Menninger
Foundation, the Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences at
Palo
Alto, and the Mount Zion Hospital in San Francisco.
His special interest in the influence of society and culture on child
development had led him to study groups of AmErikan Indian children. He
was
also concerned with the effects the rapid social changes in AmErika on
generation gap, racial tensions, juvenile delinquency, changing sexual
roles, and the dangers of nuclear war. He is credited for widening the
scope
of psychoanalytic theory to take greater account of social, cultural,
and
other environmental factors.
Publications by Erikson
a.. Erikson, E.H. (1950). Childhood and Society. New York: Norton.
b.. Erikson, E.H. (1958). Young Man Luther. New York: Norton.
c.. Erikson, E.H. (1964). Insight and Responsibility. New York:
Norton.
d.. Erikson, E.H. (1968). Identity: Youth and Crisis. New York:
Norton.
e.. Erikson, E.H. (1974). Dimensions of a New Identity. New York:
Norton.
f.. Erikson, E.H. (1975). Life History and the Historical Moment. New
York: Norton.
g.. Erikson, E.H. & Erikson, J. M. (1987). The Life Cycle Completed.
W.W.
Norton & Co.
h.. Erikson, E.H. (1996). Dialogue With Erik Erikson. Richard I.
Evans
(Ed.), Jason Aronson.
Biographies of Erikson
a.. Friedman, L. J. (1999). Identity's Architect; A Biography of Erik
H.
Erikson. Scribner Book Co.
b.. Coles, R. (1970). Erik H. Erikson: The Growth of His Work.
Boston:
Little, Brown.

INSPIRATION:

[pantau-komunitas] Erikson's Eight Stages of Human Development

PsychologyErikson's Eight Stages of Human DevelopmentBabies are born with some basic capabilities and distinct temperaments. Butthey go through dramatic changes on the way to adulthood, and while growingold. According to psychologist Erik H. Erikson, each individual passesthrough eight developmental stages (Erikson calls them "psychosocialstages"). Each stage is characterized by a different psychological "crisis",which must be resolved by the individual before the individual can move onto the next stage. If the person copes with a particular crisis in amaladaptive manner, the outcome will be more struggles with that issue laterin life. To Erikson, the sequence of the stages are set by nature. It iswithin the set limits that nurture works its ways.Stage 1: Infancy -- Age 0 to 1 Crisis: Trust vs. Mistrust Description: In the first year of life, infants depend on others for food,warmth, and affection, and therefore must be able to blindly trust theparents (or caregivers) for providing those. Positive outcome: If their needs are met consistently and responsively bythe parents, infants not only will develop a secure attachment with theparents, but will learn to trust their environment in general as well. Negative outcome: If not, infant will develop mistrust towards people andthings in their environment, even towards themselves.Stage 2: Toddler -- Age 1 to 2 Crisis: Autonomy (Independence) vs. Doubt (or Shame) Description: Toddlers learn to walk, talk, use toilets, and do things forthemselves. Their self-control and self-confidence begin to develop at thisstage. Positive outcome: If parents encourage their child's use of initiative andreassure her when she makes mistakes, the child will develop the confidenceneeded to cope with future situations that require choice, control, andindependence. Negative outcome: If parents are overprotective, or disapproving of thechild's acts of independence, she may begin to feel ashamed of her behavior,or have too much doubt of her abilities.Stage 3: Early Childhood -- Age 2 to 6 Crisis: Initiative vs. Guilt Description: Children have newfound power at this stage as they havedeveloped motor skills and become more and more engaged in socialinteraction with people around them. They now must learn to achieve abalance between eagerness for more adventure and more responsibility, andlearning to control impulses and childish fantasies. Positive outcome: If parents are encouraging, but consistent indiscipline, children will learn to accept without guilt, that certain thingsare not allowed, but at the same time will not feel shame when using theirimagination and engaging in make-believe role plays. Negative outcome: If not, children may develop a sense of guilt and maycome to believe that it is wrong to be independent. Learning to talk about emotions and feelings is important forchildren's mental health. But it is also challenging. "How Do You Feel?" is a fun activity for kids at age 6 - 9.Stage 4: Elementary and Middle School Years -- Age 6 to 12 Crisis: Competence (aka. "Industry") vs. Inferiority Description: School is the important event at this stage. Children learnto make things, use tools, and acquire the skills to be a worker and apotential provider. And they do all these while making the transition fromthe world of home into the world of peers. Positive outcome: If children can discover pleasure in intellectualstimulation, being productive, seeking success, they will develop a sense ofcompetence. Negative outcome: If not, they will develop a sense of inferiority. Stage 5: Adolescence -- Age 12 to 18 Crisis: Identity vs. Role Confusion Description: This is the time when we ask the question "Who am I?" Tosuccessfully answer this question, Erikson suggests, the adolescent mustintegrate the healthy resolution of all earlier conflicts. Did we developthe basic sense of trust? Do we have a strong sense of independence,competence, and feel in control of our lives? Adolescents who havesuccessfully dealt with earlier conflicts are ready for the "IdentityCrisis", which is considered by Erikson as the single most significantconflict a person must face. Positive outcome: If the adolescent solves this conflict successfully,he will come out of this stage with a strong identity, and ready to plan forthe future. Negative outcome: If not, the adolescent will sink into confusion,unable to make decisions and choices, especially about vocation, sexualorientation, and his role in life in general. Stage 6: Young Adulthood -- Age 19 to 40 Crisis: Intimacy vs. Isolation Description: In this stage, the most important events are loverelationships. No matter how successful you are with your work, saidErikson, you are not developmentally complete until you are capable ofintimacy. An individual who has not developed a sense of identity usuallywill fear a committed relationship and may retreat into isolation. Positive outcome: Adult individuals can form close relationships andshare with others if they have achieved a sense of identity. Negative outcome: If not, they will fear commitment, feel isolated andunable to depend on anybody in the world. Stage 7: Middle Adulthood -- Age 40 to 65 Crisis: Generativity vs. Stagnation Description: By "generativity" Erikson refers to the adult's ability tolook outside oneself and care for others, through parenting, for instance.Erikson suggested that adults need children as much as children need adults,and that this stage reflects the need to create a living legacy. Positive outcome: People can solve this crisis by having and nurturingchildren, or helping the next generation in other ways. Negative outcome: If this crisis is not successfully resolved, theperson will remain self-centered and experience stagnation later in life. Stage 8: Late Adulthood -- Age 65 to death Crisis: Integrity vs. Despair Important Description: Old age is a time for reflecting upon one's own life andits role in the big scheme of things, and seeing it filled with pleasure andsatisfaction or disappointments and failures. Positive outcome:If the adult has achieved a sense of fulfillment aboutlife and a sense of unity within himself and with others, he will acceptdeath with a sense of integrity. Just as the healthy child will not fearlife, said Erikson, the healthy adult will not fear death. Negative outcome: If not, the individual will despair and fear death.Yayasan Pantau adalah sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan meningkatkan mutu jurnalisme di Indonesia.

Wednesday, June 15, 2005

TRAVEL North Sumatera: Medan and Binjai

Ini pertama kali saya ikut rombongan pejabat untuk suatu perjalanan ke daerah. Sebelumnya saya hanya mendengar cerita teman-teman wartawan lain. jadi buat saya, ini adalah pengalaman pertama. Hal baru artinya new excitement. lagipula, saya belum pernah ke Sumatera. Jadi lagi-lagi, ini pengalaman pertama.

Undangan ikut rombongan menteri Lingkungan Hidup ke Binjai, Sumatera Utara saya terima hari Jum'at melalui SMS difollow up melalui faximile ke kantor. saya minta izin Kapuslip. Ia memberi izin karena hari snein dan selasa masih belum banyak liputan.

Info awal yangs aya terima daris eorang deputi menteri, acara ke Binjai adalah pencanangan kota di jalur Medan-Aceh ini, sebagai kota Rambutan. Sempat terlintas dalam pikiran, kayaknya sekarang bukan musim rambutan? Tapi barangkali di Binjai, rambutan sudah mulai musim kali...

Sebelum berangkat,s aya riset mengenai kota ini. Tak banyak bsia saya temukan. saya ebrebkal dua halaman info terkait BInjai. Ada tulisan kecil di Yahootravel tentang BInjai. Tapi snagat tak emmadai sebagai suatu bahan tulisan. saya berpikir, akan menarik menulis mengenai kota ini, barangkali tentang rambutan Binjai atau barangkali sejarahnya.

Hari senin, sebelum ke Bandara saya selesaikan semua tugas Edsus agustus. Selesai, sudah lebih dari jam 11. Saya memutuskan naik bis. Dari kantor, naik angkot dulu ke pasar Minggu. Perhitungan saya, daripada menunggu lama di jalan, lebih baik jemput bis saja. Asumsinya sebelum jam 12 sudah sampai di pangkalan bis Damri arah Bandara. Ternyata analisa saya meleset. Jalanan macet, dan bis Damri justru telah emlaju ke arah saya. Dengan tergopoh saya turun angkot, berlari menggendong tas punggung yang berat diantara sepeda motor, dan pedagang kaki lima di trotoar.

Sambil berlari, saya emlambai ke arah bis. Berharap sopir atau kondektur melirik ke belakang dan menemukan saya tengah berlari mengejar mereka. Harapan hampir sirna, bis terus melaju. Untunglah, di depan agak macet jadi saya masih punya asa. Bis Damri berhentis ekitar 10 meter did epan saya. 'Semoga nggak jalan. Semoga nggak jalan' berulang-ulang saya melavalkan kata itu sembari terengah.

Seorang lelaki setengah baya berbaik hati bertepuk emmanggil bis itu. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa naik juga. Syukurlah, hampir saja...

Di bis, saya perlu mengatur napas. Maklum nyaris tak pernah olaharga sejak jadi wartawan. Giliran lari siang, eh di tengah kepungan asap. Saya tengok jam, 12.02. Kalau lancar, paling satu jam sampai bandara. Tapi di depan, macet. Aduh, was-was juga karena 30 menit pun kalau macet bisa jadi 3 jam. Padahal waktu ketemu jam 13.00 di VIP Room bandara Sukarno Hatta.

Saya tak bisa melawan kuasa sang waktu. Maka saya menyerah dalam pelukannya. Saya memanfaatkan waktu untuk tidur, menenangkan diri, tanpa perlu memandang jajaran kendaraan yang berbaris seperti ular.

Sesaat terlelap. ketika membuka mata, saya melihat posisi bis masih di Pancoran. Sempat panik juga. Tetapi kemudian teringat, ada rencana Allah di balik setiap peristiwa. Jadi kalau terlambat dan ditinggal, tak mengapa. Ada rencana lain dariNya untuk saya. Maka saya menjadi damai kembali. Saya sempatkan membaca materi pembalakan kayu di betung kerihun. Juga tulisan Chik Rini tentang Simpang Kraft.

Tahu-tahu bisa sudah masuk tol bandara. Baru menjelang jam 1 siang. berarti kemungkinan tak akan tertinggal rombongan. menjelang Terminal 1 saya tanya lokasi VIP room pada kondektur bis? Ia mengerenyutkan kening. "Di depan, Mba," akhirnya ia menjawab juga.

Turun dari bis, celingukan mencari lokasi yang dimaksud. Tak ada apa-apa. Itu pintu masuk untuk penumpang Batavia Air. Manalagi ya? Seorang berpakaian petugas Bandara saya tanya. "Ruang VIP?" ia memandang saya dari atas ke bawah. Saya sangat tak nyaman. "Ya." "Mau kemana?" tanyanya penuh selidik. Tanpa berkata, saya meninggalkan petugas yang menurut saya sombong itu dan beralih ke seorang petugas lain. "Di depan situ Mba, belok kanan," katanya sambil mengarahkan telunjuknya. Saya sangat berterimakasih padanya.

Tadinya saya berpikir ruang tunggu VIP hanya seluas satu ruangan. Ternyata, menempati gedungs endiri. Halaman parkirnya luas. Disitu terparkir mobil-mobil dinas volvo hitam metalik pejabat. Beberapa sopir menunggu di halaman. Ada juga ebebrapa orang berpakaian safari warna gelap. Kelihatannya mereka bagian protokol.

Arsitektur gedung itu bercorak Jawa. bentuknya seperti pendopo. menurut saya mirip dengan pendopo kabupaten di tempat asal saya. Tapi karena sudah lama tak pulang kampung, saya tak yakin betul apakah sama atau tidak. masuk ke dalam, sebagai pusat ruangan adalah meja bulat berdiameter sekitar 1,5 meter dengan jambangan bunga dan rangkaian bunga berukuran besar diatasnya. Menurut saya, tak cocok disitu. Kalau selera saya, mending air mancur kecil ditempatkan disitu untuk emngatasi pemandangan gersangnya aspal landasan pacu.

Di ruang tunggu itu sudah menunggu 3 wartawan lain. Mereka sudah datang duluan. Mereka duduk di sofa pojok kiri ruangan. Sementara di dalam, sudah ada eselon 1, eselon 2, staf ahli menteri dan protokoler. Menteri Rachmat Witoelar sendiri persis di belakang saya. Begitu saya keluar dari cecking barang, menteri muncul di pintu pemeriksaan. Ia langsung menuju ruang tunggu, menemui stafnya. Saya menemui teman-teman wartawan yang mojok.

Kami lalu masuk ke ruangan. Ada empat kelompok sofa dalam ruangan itu. Kami menempati sofa dis ebelah kanan pintu masuk yang kosong dan duduk. Di seberang kami, dibatasi partisi berukiran Jepara, menteri ngobrol dengan bawahannya. Protokol menyuruh kami keluar dari ruangan. "Siapa tahu ada tamu VIP lain," katanya halus. Kami hendak beranjak. Barangkali tahu diri, barangkali juga inferiority complex. Namun rasa hati menolak, kalau kami diundang mengapa kami dibedakan?

Sesaat seorang staf ahli menteri mendatangi, malah menyuruh kami duduk tetap disitu. Ia malah mengajak kami pindah ke kelompok mereka, dekat dengan menteri. Dari situ saya leluasa mendengar menteri bercakap dengan para bawahannya. Juga melihat bahasa tubuh mereka.

Bagi saya itu menarik. Karena hal baru. Sebagai wartawan, dalam berinteraksi dengan narasumber, ada posisi kesetaraan. Pegangannya adalah norma, tetapi bukan menyenangkan atasan. Apalagi asal bapak senang. Saya ingin tahu, bagaimana relasi antara pejabat dengan para bawahannya? Saya beberapa kali melihat, betapa taklimnya seorang direktur ketika di depan Dirut. Sebaliknya betapa powerful dia di depan stafnya.

Saya mendengar menteri bercerita mengenai berlayar di sungai Cisadane. Menurutnya, kali itu bersih, tak banyak sampah mengapung di sana. "dibandingkan Ciliwung jauh," katanya. Saya senang mendengarnya, tetapi juga bertanya-tanya dlam hati. JIka tak ada menteri datang, apakah tetap sebersih itu? jangan-jangan sudah dibersihkan dulu oleh walikota, yang empunya gawe.

Kemudian yang membuatnya tertawa,s eorang kakek tengah mandi di sungai, tanpa memakai sehelai benang, apalagi sepotong sarung. Maka ketika rombongan lewat, ia cuma pasrah melongo. "Mungkin dia pikir mau apalagi. Pasrah saja," kata menteri sambil tertawa.

Sambil mendengar cerita, saya mengamati reaksi para bawahannya. Ada yang menimpali, ada yang cuma senyum, ada juga yang diam tak bereaksi, Ada yang menatap penuh perhatian. Karena yang bicara atasan, semua harus mau mendnegarkan. Menurut saya, sikap mereka masih wajar, dibandingkan di lingkungan pejabat lain. Meski ada juga yang ebnar-benar takzim. kalau seperti itu apa enaknya ya?

Katanya, kalau menjadi birokrat dari bawah, aturan-aturan protokoler seperti itu menajdi makanan sehari-hari. Kalau tak mau ikut-ikutan, berarti cari masalah. Wah, kasihan ya. Pasti capek sekali.

Yang pasti, saya senang lihat staf ahli menteri. Menurut saya, mereka termasuk yang paling bebas mengekspresikan dirinya dibandingkan pejabat lain. Contohnya, seorang staf ahli malah nggabung ngobrol dengan kami. "Biarlah mereka cerita sendiri. Kita juga bikin cerita sendiri," katanya. Jadilah kami ngobrol ngalor ngidul. Ia cerita tentang bagaimana dia dulu dikejar-kejar wartawan karena ia dianggap mbalelo terhadap ketua umum Golkar saat itu, Harmoko. Juga cerita-cerita lucu.

Bis jemputan ke pesawat datang. Kami naik bis, menuju pesawat Garuda. Tiket atas nama tiga perempuan, smeuanya ditulis nama lelaki dengan kode Mr. semuanya. Jadilah kami menggunakan nama palsu...Apakah secara aturan itu menyalahi? Sya belum jelas soal itu. Nanti saya cari tahu.

Di bis, saya tertarik dengan seorang perempuan petugas Gapura angkasa yang memandu rombongan. Ia berusia sekitar 35 tahun. Mengenakans eragam paduan warna hijau kebiruan dan putih. rambutnya hitam pekat, tersisir rapi sekali. Ia berdandan juga. Cara bicaranya menyenangkan. Saya tidak tahu apakah karena ia membawa menteri, atau memang demikian adanya. Di tangannya tergengam walkie talkie. Di atas bis, ia berdiri di depan pintu. Ia berkomunikasi melalui walkie talkie itu.

saya bertanya dalam hati, karena memang tak sempat bertanya langsung. Apakah pekerjaannya khusus mengatar rombongan pejabat? kalau ya, apakah ia hanya melakukannya di atas bis, jadi mengatar ke bis, emmandu hingga tempat aprkir pesawat? Dalam sehari, berapa banyak pejabat diantarnya? Apa tak bosan dengan rutinitas itu? Punya anakkah ia? Sampai jam berapa dia bekerja?

Saya mengerti, ada banyak macam pekerjaan untuk perempuan. Salah satunya yang dilakukannya. saya sendiri tak tahu apa jabatan yang disandangnya dalam struktur perusahaan.
Tapi saya belajar, bahwa perempuan sellau punya kesempatan sama dalam pekerjaan. Apapun itu.

pesawat bertolak jam 13.40. perjalanan ke Medan 1 jam 50 menit. Rasanya perjalanan panjangs ekali. Apalagi eprut amsih lapar. Makanan di pesawat sangat sedikit. Taks eimbang dnegan energi yang dihabiskan. Menjelang bandara Polonia, kru pesawat memberitahukan kondisi cuaca did arat 34 derajat. Sudah kebayang, bagaimana panasnya.

POLONIA MEDAN:

Begitu turun pesawat, benar-benar terasa tuh panasnya Medan. Ada yang bilang, dibandinkan jakarta, pepohonan di medan lebih sedikit. Ah masa? wallahualam.

Di bawah pesawat bis sudah menanti. Padalah jarak cukup ditempuh berjalan kaki. tak sampai semenit naik bis, smapailah kami di ruang VIP. lagi-lagi VIP ya? Bingung juga saya...padahal kalau jalan, bisa cukup melemaskan kaki setelah menekuk kaki di pesawat.

Orang-orang berjajar di depan pintu masuk. Semuanya lelaki. Berseragam. Ada kartu tanda pengenal tergantung di dada. Beberapa saya baca, Pemerintah Daerah Sumatera Utara, Juga ada Toba Pulp Lestari. Mereka emngulurkan tangan: tetapi tak memandang wajah penyalam. Serasa enggan menyambut uluran. Pandangan terarah ke belakang, entah siapa yang mereka tunggu. Atau mereka cari...?

Disini, detektor tak berfungsi. tas tak ditaruh di tempat deteksi. meski rombongan menteri, tak berarti tak ikut aturan kan? Saya sendiri merasa tak enak, karena saya ikut didlaam rombongannya. Coba ada dalam rombongan menteri yang jahat. Gawat juga kan? Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Dalam praktek, betapa sulit itu diterapkan.

Dari Polonia, bis menuju hotel Tiara Medan. Belakangan saya tahu dari tukang becak mesin, katanya hotel itu dan gedung di sebelahnya milik keluarga Suharto. Setelah Suharto jatuh, gedsung di sebelah itu mangkrak, tak dilanjutkan pembangunannya.

Bis emlaju paling belakang. Di depannya dua mercy berplat merah BK ditumpangi menteri dan gubernur Sumut. Mobil polisi bersirine meraung-raung paling depan. Maka perjalanan lancar. Katanya, Medan juga macet berat mirip Jakarta. Saya berpikir, apakah perlu menggunakan mobil bersirine? kalau ada rapat darurat negara mungkin ya. Tetapi kalau untuk kunjungan smeua menteri pakai sirine, apakah perlu?

Pertama, pemborosan. Bis yang kami tumpangi masih snagat lapang, cukup untuk main bola. Kalau semua naik bis itu, bahan bakar dua mobil itu tak perlu lagi. Kedua, saya dnegar untuk mobil bersirine itu mesti bayar. cash lagi. Maklum, ini Medan BUng! Semua urusan harus dengan uang. Dan cash di muka. Kalau tak perlu pakai itu, cukup mengehmat uang juga rasanya.

Satu hal yang membuat saya resah, pengguna jalan pastilah mangkel. Seperti mangkelanya saya ketika rombongan pejabat lewat di Jl. Tol, sehingga perjalanan Kp. Rambutan Uki harus ditempuh 1,5 jam. Padahal biasanya cukup 15 menit saja. bagaimanapun kehadiran pembelah jalan yang meraung-raung itu mengganggu orang banyak. saya emmbayangkan mereka misuh-misuh. Dan salah satu yang dipisuhi adalah saya. Waduh, tapi saya tak bisa berbuat apa-apa.

Saya mencoba mengenali kota Medan. Tak ada perasaan apa-apa. Biasa saja. Mobil sirine meraung-raung membelah jalan. saya emlihat gedung-gedung tua. Seperti rumah-rumah di daerah Menteng. Saya dnegar daerah ini daerah elitnya medan juga. Pagar-pagar erndah, pepohoian rimbun, jalanan tenang. Saya ebrkomentar, wah Medan sunyi juga ya. Seorang kawan TV bilang, "kamu belum lihat sisi sumpeknya aja." kalau bisa, nanti pengin lihat juga kalau ada kesempatan.

sampai di hotel, duduk di cafe hotel menunggu mendapat kunci kamar. Kami wartawan ngumpul sendiri. Jus sirsak disajikan. Hem segar, sekali teguk langsung habis. Anak Metro bilang, kesurupan. Setelah itu masuk kamar. saya sekamar bertiga. Sebenarnya jatahnya dua orangs ekamar. tapi katanya kamar habis. Ya udah, tiga orang sekamar. Di kamar, ada sambutan manisan Medan. mencicipi itu, lantas tidur dulu deh. Acara baru habis maghrib. Makan malam ke BInjai, 40 km dari Medan. Gile....

INSPIRATION: I will love everything I have, because I do not get everything I want

From: Infogatra

AKU TAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KUSUKAI, OLEH KARENA ITU
AKU SELALU MENYUKAI APAPUN YANG AKU DAPATKAN.


Kata-kata diatas merupakan wujud syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang
terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram dan
bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita
akan selalu merasa kurang dan tak bahagia. Ada dua hal! yang sering membuat kita
tak bersyukur.

Pertama : Kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa
yang kita miliki. Katakanlah anda telah memiliki sebuah rumah, kendaraan,
pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik. Tapi anda masih merasa kurang. Pikiran
anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang
besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang.
Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi
anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat.
Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta
yang kita miliki, kita tak pernah menjadi "KAYA" dalam arti yang sesungguhnya.
Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang ''kaya''. Orang yang ''kaya''
bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun
yang mereka miliki. Tentunya boleh-bol! eh saja kita memiliki keinginan, tapi kita
perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah
perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat
keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan
merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan
dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.

Seorang pengarang pernah mengatakan, ''Menikahlah dengan orang yang Anda cintai,
setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.'' Ini perwujudan rasa syukur. Ada
cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli
sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang
tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan
mulai bersyukur.
Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan
membanding-bandingkan diri kita de! ngan orang lain. Kita merasa orang lain lebih
beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan,
lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita. Saya ingat, pertama
kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan
semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan
mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu
angkatan yang memperoleh penghasilan di atas saya. Nyatanya, selalu saja ada kawan
yang penghasilannya melebihi saya. Saya menjadi gemar gonta-ganti pekerjaan, hanya
untuk mengimbangi rekan-rekan saya. Saya bahkan tak peduli dengan jenis
pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya saya sadar bahwa
hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai mensyukuri apa yang
saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya. Rumput tetangga memang
sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan ! sendiri.

Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang
duduk termenung sambil menggumam, ''Lulu, Lulu.'' Seorang pengunjung yang
keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, ''Orang
ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.'' Si pengunjung manggut-manggut,
tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuni lain itu terus menerus
memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, ''Lulu, Lulu''. ''Orang ini juga
punya masalah dengan Lulu? '' tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, ''Ya,
dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu.'' Hidup akan lebih bahagia kalau kita
dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati
yang tertinggi.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang
terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya
kenapa demikian, ia menjawab, ''Saya memp! unyai dua anak laki-laki. Yang pertama
sudah meninggal, yang kedua hidup ditanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya
sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati
tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama
saya di surga.''
Bersyukurlah !
Bersyukurlah bahwa kamu belum siap memiliki segala sesuatu yang kamu inginkan.
Seandainya sudah, apalagi yang harus diinginkan?
Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu .
Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar .
Bersyukurlah untuk masa-masa sulit .
Di masa itulah kamu tumbuh ...
Bersyukurlah untuk keterbatasanmu .
Karena itu memberimu kesempatan untuk berkembang .
Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru .
Karena itu akan membangun kekuatan dan karaktermu .
Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat .
Itu akan mengajarkan pelajaran yang berharga .
Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih .
Karena itu kamu telah membuat suatu perbedaan .
Mungkin mudah untuk kita bersyukur akan hal-hal baik...
Hidup yang berkelimpahan datang pada mereka yang juga bersyukur akan masa surut...
Rasa syukur dapat mengubah hal yang negatif menjadi positif ...
Temukan cara bersyukur akan masalah-masalahmu dan semua itu akan menjadi berkah
bagimu ...
Sumber: Unknown

Attachments:
untitled-[2]
6.9 k
[ text/html ]
download view

TRAVEL: Kuching Sarawak(2)

BOX: Mengemas Dayak meraup Ringgit

Kampung Budaya Sarawak merupakan salah satu cermin keandalan kemasan Malaysia. Kampong yang terletak di kaki gunung Santubong ini, dikemas sangat rapi menjadi suguhan yang menarik. Yang ditampilkan adalah keragaman budaya Malaysia Borneonya. Ada Melayu, China, Melanau juga Dayak. Tetapi andalan utamanya adalah suku Dayak. Dayak sendiri terbagi menjadi tiga yaitu, Bidayeuh, Iban dan Orang Ulu.

Masing-masing punya cara hidup sendiri. Model rumahnya pun berbeda. Kesamaannya mereka tinggal dalam satu rumah panjang. Dalam satu rumah minimal ada 20 keluarga. Normalnya 40 keluarga.

Banyak wisatawan asing ingin tinggal di rumah panjang, tinggal dan menikmati keseharian ala penduduk asli. Namun menuju rumah panjang asli, butuh sedikitnya tiga hari perjalanan plus waktu tinggal. Padahal rata-rata kunjungan wisatawan singkat. Untuk tetap meraup ringgit dari mereka, pemerintah Kerajaan Malaysia lantas membangun Kampung Budaya. Kampung ini ditempuh selama 45 menit perjalanan dari kota Kuching.

Tujuh suku bangsa yang ada di Sarawak ditampilkan supaya dalam waktu singkat, pelancong bisa merasakan kehidupan penduduk asli Borneo. Kampung BUdaya seolah adalah museum hidup. Tak cuma menonton rumah adat, wisatawan juga disuguhi ‘drama’ kehidupan mereka.

Rute pertama, mencoba jembatan Dayak Bidayeuh. Jembatan ini terbuat dari sebatang bamboo ditopang penyangga di kiri kanannya. Yang gendut atau susah menjaga keseimbangan, lebih baik mencoba jalan lain. Soalnya, kalau tak hati-hati, bisa jatuh ke rawa. Sesampainya di seberang, dua penari menyambut dengan tarian selamat datang.

Rute kedua, rumah panjang Suku Iban. Suku ini adalah satu klan dengan Dayak di Kalimantan Barat. Di hadapan turis mereka menumbuk padi, mengukir perisai dan menganyam rotan. Di plafon rumah ini, bergelantungan jerami-jerami. Diantara jerami-jerami itu ada tengkorak manusia. Tengkorak itu dipasang sebagai kebanggaan suku usai perang. Siapapun yang bisa memenggal kepala musuh, disanjung sebagai pahlawan. Maka, makin banyak kepala digantung, makin tinggi derajat kelompok itu.

Di rumah panjang, dapur terletak di bagian depan. Ada yang memancing mata dari salah satu perkakas dapur Dayak Iban ini, karena bentuknya seperti alat kelamin laki-laki. Padahal ini adalah pemeras tebu terbuat dari kayu!

Berikutnya, menuju gubuk orang Penan. Mereka adalah satu-satunya suku yang masih hidup nomaden di Sarawak. Gubuknya beratap nipah. Pakaiannya hanya sekerat kulit kayu penutup aurat. Di kampong buatan ini, kulit kayu diganti dengan sepotong kain. Mereka hidup dengan berburu. Orang Penan ini termasuk paling mahir meniup sumpit.

Keahlian meniup sumpit ini termasuk andalan di Kampung BUdaya. Pelancong boleh menjajal meniup sumpit ke sebuah sasaran 3 kali berturut-turut. Bayarannya 3 ringgit atau sekitar RP. 7500.

Kalau masih kuat berjalan, boleh menjajal naik rumah panggung orang Ulu. Tangganya, sebatang pohon kelapa yang diberi undak-undakan. Suku ini terkenal dengan keindahan karyanya. Kaum wanitanya menenun kain untuk acara adat. Lukisan di dinding rumah mereka sangat indah. Tatoo, adalah suguhan khusus di rumah ini. Tatoo ini symbol status kaum wanita bangsawan orang ULu. Di kampong Budaya, inipun menjadi uang. Banyak turis pun ingin ditatoo seperti laiknya orang Dayak. Bedanya, tatoonya tak permanen karena menggunakan tinta. Ternyata tattoo ini laris oleh turis.

Di rumah Melanau, turis bisa turut mengolah sagu menjadi makanan khas Sarawak. Kalau mau tantangan ala Fear Factor, boleh makan ulat sagu. Hidup-hidup! Tentu saja dengan membayar. Di kampong Budaya ini, bahkan ulatpun bisa jadi uang.

Usai merambah kampong, sambil meluruskan kaki, turis bisa menonton pertunjukan. Tarian dan nyanyian suku-suku itu, sebagian besar ditampilkan secara massal. Ada satu yang lucu. Lelaki orang Ulu yang memeragakan tarian menggunakan sumpit dan perisai, dengan gerakan tangan menunjuk seorang penonton di deret belakang. Tangannya berpindah ke leher dengan gerakan menggorok.

Awalnya semua tertawa. Namun lelaki itu terus menatap tajam. Tanpasenyum sedikitpun, ia mengulang ‘ancamannya’ berkali-kali. Lama-lama suasana tegang. Apalagi ia kemudian mengangkat sumpitnya, mengarahkan bidikan pada sasarannya. Lantas ia turun panggung. Ternyata yang dituju seorang gadis. Diajaknya ke panggung. Mereka berkomunikasi dengan gerakan.

Ia menyuruh gadis itu meniup sumpit ke arah sebuah balon. Kalau tak bisa, digorok, begitu kira-kira kata isyarat lelaki itu. Ternyata akhirnya si gadis bisa. Iapun dihadiahi souvenir sebuah sumpit. Si gadis turun panggung, lelaki menari kembali. Ketika usai, ia membuat gerakan. “Saya akan meneleponmu.” Tawa dan tepuk riuh pun menggema di seluruh penjuru.

Pertunjukan di teater ini dilakukan dua kali sehari. JIka ada tamu atau pesanan khusus, pertunjukan bisa ditambah. Namun batas waktunya adalah jam 5 sore. Diatas itu, kampung tutup untuk tetamu. Pegawainya pulang ke rumah masing-masing. Menurut cerita Margaret, sebelumnya banyak pegawai tinggal di lokasi itu. Tetapi kemudian mereka memilih tinggal di pinggiran desa, di sepanjang jalan menuju Kampung BUdaya. “Tinggal di dalam (cultural village) terlalu sepi,” ujarnya. Bahkan konon, jika malam tiba disana bergentayangan makhluk-makhluk lain.

Juli mendatang, kesunyian Kampung BUdaya Sarawak akan terpecahkan hingar binger musik dari negeri-negeri tropis. Malaysia Touris Board punya gawe Rainforest Music Festival. Untuk mengenalkan Sarawak ke kancah dunia, mereka tak enggan mengucurkan pundit-pundinya membiayai festival besar.

Ini adalah bagian dari strategi pemasaran slogan Malaysia Truly Asia. Untuk membangun imej ini, Malaysia tak enggan mengucurkan 100 juta ringgit hanya untuk promosi. Malaysia punya program yang disbeut Mega Fam- singkatan dari Familiarization, dengan mengundang kuli tinta dan travel agent dari berbagai negara. Total, sudah 35.000 orang diundang MTB.

Berbagai festival khas daerah juga dikemas menjadi icon suatu daerah untuk menarik pelancong datang. Hampir setiap daerah punya acara sendiri. Misalnya, pesta Gawai Dayak- pesta usai tanam padi di Kuching setiap bulan Mei.

MTB juga promosi wisata belanja dengan acara Mega Sale pada Juli/agustus. Juga event Citra Warna sebagai event terbesar menarik turis. Hari kemerdekaan, bahkan juga berbagai festival keagamaan mulai dijual untuk turis. Promosi lainnya yaitu melalui olahraga kelas dunia misalnya Le Tour de Langkawi, World Cup Golf dan Formula I.

Total untuk pengembangan pariwisata, termasuk untuk pembangunan infrastruktur pendukung, mereka mengeluarkan duit besar-besaran. Diluar itu pemerintah masih memberikan dana khusus untuk pengembangan pariwisata, termasuk sector perhotelan. JUga membangin kantor pemasaran di lebih dari 30 negara. Bahkan pemerintah juga mengeluarkan dana khusus untuk pembuatan brosur-brosur tempat wisata.

Sebagai contoh, Kampung Budaya Sarawak, berada langsung di bawah pemerintah Kerajaan, meskipun pengelolaannya dilakukan pemerintah Bandar Kuching Utara dan perusahaan swasta. Apapun ‘dijual’ disini. Dan laku. Buktinya, tempat ini penuh dengan turis asing, terutama turis Jepang dan orang puteh.

Padahal, jika dibandingkan dengan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Keragaman Kampung Budaya Sarawak tak seberapa. DI taman Mini, ada lebih dari 30 suku bangsa dari 27 propinsi, sementara Sarawak hanya 7 suku yang ditampilkan. Mengekplorasi Sarawak ibarat mengekplorasi bagian kecil semata dari Kalimantan kita. Bahkan Kalimantan kita lebih lengkap, karena ada suku Banjar di Kalsel.

Namun keunggulan Malaysia adalah dalam pengemasannya. Ibarat seorang gadis, Malaysia lebih pandai berdandan. Apalagi mereka memang punya cukup uang untuk bermake-up.

Alhasil, Malaysia meraup untung dari turisme. Bahkan pendapatan dari pelancongan ini ada pada urutan kedua. Jumlah pendapatan dari turis sebanyak 29,7 miliar RM atau 7,81 juta US$. Catatan Malaysia Tourism Board, dalam tahun 2004 Malaysia berhasil melampaui target pengunjungnya melebihi 12 juta orang. Tahun ini, mereka pasang target lebih tinggi, 16 juta orang.

TRAVEL: Malaysia Kuching

PUSING-PUSING KELILING KUCHING

Alkisah kepala suku Dayak di Sarawak melakukan sayembara. Siapapun yang bisa berenang menyeberangi sungai yang penuh dengan buaya, bisa mengawini puterinya. Byur…seorang pemuda nyebur ke sungai dan berenang ke tepian. Warga suku heran, tak satupun buaya memangsa pemuda itu. Tampillah tetua kampung. “Coba lihat celanamu” katanya melongok jeans yang dipakai pemuda itu. Ternyata ada gambar buaya disana dengan tulisan…Crocodile!

Hehe…ternyata di Sungai Sarawak ternyata berlaku prinsip : sesama buaya dilarang saling memakan.

Humor ala Margareth Tan, pemandu wisata di kota Kuching, ini mewarnai perjalanan GATRA pertengahan Mei lalu di ibukota Sarawak, negara bagian Malaysia di Kalimantan bagian utara. Perempuan campuran Cina-Dayak Darat ini memandu belasan wartawan Indonesia pusing-pusing,istilah Malaysia untuk berkeliling.

Memang ini sekedar humor. Tetapi ada bagian yang benar juga dari cerita Margareth.
Selain masih didiami penduduk asli Dayak, kota ini dilalui oleh sungai besar yaitu Sungai Sarawak. Dari atas pesawat Malaysia Airlines, sungai ini berkelok seperti ular menuju Laut China Selatan.

Dari jendela hotel, sungai Sarawak hanya terlihat sebagian. Sisi lainnya tertutup gedung-pencakar langit hotel dan pusat perbelanjaan. Tak ada sampah mengambang, meski warna air kecokelatan. Sejak subuh, aktivitas di sungai telah berjalan. Padahal hujan terus mengguyur sejak semalam. Konon, hujan menjadi bagian kehidupan Kuching. Juga banjir!

Di dermaga, boat warna warni bergantian memuat dan menurunkan penumpang. Payung warna warni bergerak perlahan menyusuri tepian yang basah. Ibu-ibu menuju tempat perahu tertambat, naik satu persatu, lalu perahu bergerak menyibak air kecokelatan. Rata-rata perahu boat dilengkapi atap dan mesin. Namun selain boat, ada juga sampan-sampan penduduk yang didayung sembari berdiri.

Jalanan kota Kuching mulai hidup, meski tak seramai di sungai. Mobil-mobil, yang tak semewah dan sebanyak di Jakarta, bergerak pelan di jalanan licin.

Di seberang sungai, rumah-rumah panggung penduduk Melayu hanya nampak atap menyembul diantara pepohonan. Perkampungan Melayu ini, terkenal karena banjir setiap musim hujan datang. Dulunya, daerah ini adalah kebun sagu. Namun lama kelamaan, setelah orang CIna datang, penduduk Melayu minggir ke daerah ini. Meski banjir, mereka tetap bertahan. Hanya saja, supaya air tak masuk, mereka menyiasatinya dnegan rumah panggung.

Sungai adalah urat nadi kehidupan Kuching, terutama di masa lalu. Sebagian masih tersisa. Sebagian tergerus pusaran zaman. Salah satu yang masih bertahan adalah pasar ikan tradisional di Jl Gambier. Pasar ini telah menggeliat sejak jam 3 pagi.

Jejak pendirian Kota Kuching juga ada disini. Tempat ini menjadi lokasi gedung-gedung penting, sejak zaman James Brooke, raja Sarawak pertama. Arsitektur kolonial peninggalan Inggris, menjadi daya tarik utama lokasi ini. Misalnya saja Kuching Waterfront. Lokasi ini kini menjadi tempat kongkow-kongkow dan sangat nyaman untuk pejalan kaki.

Dahulu, pada tahun 1839, Brooke pertama kali mendarat disini. Ia lantas membangun pemukiman kecil. Setelah itu, Waterfront berkembang pesat menjadi pelabuhan dan pusat pemerintahan yang sibuk.

Di seberang Waterfront, terdapat Astana dan Fort Margherita. Astana, meski dibangun pada masa James Brooke sebagai hadiah perkawinan untuk isterinya Margherita, masih berdiri megah. Kini, tempat itu digunakan sebagai kediaman gubernur Sarawak. Jika ia ada di rumah, bendera di depan rumahnya akan berkibar. Sementara jika tengah melancong, bendera diturunkan.

Disini juga terdapat Square Tower, penjara yang dibangun tahun 1879. Diatasnya terdapat meriam. Dulunya, setiap pukul 8 malam, meriam itu dibunyikan sebagai penanda waktu penduduk Kuching. Kini, gedung itu menjadi pusat informasi multimedia Sarawak. Meski tak semua gedung dipakai, pemerintah Kuching merenovasinya seperti kondisi pada masa kejayaannya dulu dan memamerkannya untuk turis.

Menara pengawas di lokasi ini sempat digunakan sebagai tempat melihat panorama Kuching. Tapi belakangan ditutup karena menjadi ajang muda mudi pacaran. Di depannya, berdiri Sarawak Court House, yang dibangun tahun 1874. Gedung ini terakhir kali digunakan sebagai lokasi pengadilan pada Agustus tahun 2000.

Jika ingin menyeberang sungai, bisa naik di tempat bernama Pangkalan Sapi dan Pangkalan Batu. Untuk menyeberang dengan perahu diantara dua tempat itu, cukup membayar 30 sen RM atau sekitar Rp. 1000. Jika ingin lebih, bisa menyusuri sungai dengan cruise. Tarifnya lebih mahal.

Terasa sekali, bagaimana tempat ini aman. Meski sudah larut, di sepanjang tepian, keluarga yang membawa anak kecil dalam dorongan masih berjalan-jalan. Mereka berbaur diantara gadis-gadis remaja berbaju minim, kaum lelaki yang berombongan, atau melewati muda mudi yang tengah pacaran.

Tepian sungai Sarawak juga surga bagi penggemar mancing. Para pemancing ini tak perlu memegang pancingnya. Cukup ditinggal di pagar sungai, lantas duduk-duduk menunggu pancing bergerak-gerak sambil ngobrol dan menikmati Ice Cream Goreng. Wadah untuk es krim ala Kuching ini digoreng dulu di minyak panas, baru dituangi es krim. Alhasil, es krim macam ini perlu cepat dimakan, kalau tak mau meleleh semua. “Waduh, kalau begini sama saja nggak makan es krim,” kata seorang kawan dari Yogya yang sempat menikmati es krim seharga 2 ringgit itu.

Rupa-rupa dagangan memang digelar di sepanjang tepian Sarawak. Termasuk dagangan seks seperti Gambir Sarawak, viagranya Kuching, kondom, minyak penambah gairah dan lain-lain merk, lengkap ditulis dengan khasiatnya. “Gambir Sarawak nombor 1,” demikian salah satu iklan tulisan tangan pada sehelai karton yang dipasang disisi kanan meja. Seolah tak ada yang harus ditutupi, seluruh barang dagangan digeber diatas meja. Tak ubahnya dengan penjual es krim, penjaja minuman dan burger, yang juga berderet di sepanjang tepian. Ada seorang penjual yang masih remaja, sekitar 17 tahunan. Ketika ditanya apa khasiat dagangannya, ia malah Cuma cengar cengir.

Denyut kehidupan pinggiran sungai Sarawak seolah memang tak berhenti, seiring air mengalir di alurnya.

Sungai ini pula yang menjadi pemisah geografis dua wilayah setingkat kotamadya di Kuching. Bagian utara sungai disebut Bandar Kuching Utara, selatannya adalah Bandar Kuching Selatan. Kawasan utara masih sepi. Luasnya sekitar 370 km2. Penduduknya terutama orang Melayu. Kampung Melayu terbentang sepanjang tepian Sungai Sarawak. Rumahnya panggung, bahkan rumah yang telah menggunakan arsitektur modern sekalipun.

Kuching Selatan merupakan bagian dari kota lama. Kebanyakan penduduknya adalah keturunan Cina. Kalau di Jakarta mirip kawasan Kota. Peninggalan lawas pun banyak berada di daerah ini. Bangunan kuno seperti kelenteng tua, pelabuhan, pasar, museum, kantor gubernur, sekolah Cina, Katolik, dsbnya masih berdiri kokoh. Meski tadinya tak ingin membandingkan, akhirnya muncul juga: gedung-gedung itu bersih, terawat, kokoh dan enak dipandang. Beda dengan kawasan Kota kita yang dibiarkan tak terurus.

Di kawasan utara, denyut sungai Sarawak terasa di rumah-rumah panggung kaum Melayu. Lebih menjauh ke utara, menuju gunung Santubong dan kawasan Damai Beach, aroma kehidupan masyarakat Dayak mulai terasa. Sepanjang perjalanan ke Kampung Budaya di kawasan Santubong, terlihat aktiviti masyarakat seputar sungai. Latarnya, Gunung Santubong, yang ketika hari cerah, berbentuk seperti orang tengah berbaring.

Sungai di kawasan ini, terutama menjadi urat nadi masyarakat Dayak. Ada beberapa kelompok Dayak yaitu Bidayeuh, Iban, orang Ulu, dan Penan . Juga ada suku Melanau, Cina dan Melayu. Kebun-kebun sagu di sepanjang aliran sungai yang masih sangat banyak, menjadi makanan utama suku Melanau. Merekalah yang terkenal dengan pengolahan sagunya. Juga makan ulat sagu hidup-hidup.

Orang Melanau ini akan marah kalau disebut sebagai Melayu. Mereka punya bahasa dan cara hidup sendiri. Rumah panggung mereka kakinya paling tinggi dibandingkan rumah-rumah panggung suku lain. Mereka gampang ditandai dari identitasnya. Meski agamanya berbeda-beda: ada yang Islam, Kristen dan animisme- mereka menggunakan pola nama yang sama yaitu dengan bin atau binti.

Di sepanjang sisi sungai, penduduk asli mulai budidaya ikan dengan system keramba. Tetapi dulunya, orang Dayak mencukupi kebutuhannya dengan menangkap ikan semata. Sekarang hanya suku dayak Penan yang masih hidup nomaden dan berburu dengan sumpitnya. Selain burung, mereka juga berburu ikan dan burung Kenyalang (Hornbill) untuk hiasan rambutnya.

Kini, turis bisa melihat rumah dan cara hidup suku-suku bangsa di sarawak itu dengan hanya setengah hari perjalanan di Cultural Village atau Kampung Budaya Sarawak. Kampung ini terletak di bawah perbukitan Santubong, di kawasan damai Beach. Di kampung artifisial ini, turis-turis yang ingin merasakan eksotika kehidupan Dayak dan rumah panjangnya tapi tak sempat merambah ke hutan, bisa melihatnya di kampung ini.

Meski rumah panggung dibuat seperti aslinya, cara hidup dipertontonkans eperti aslinya sayang lingkungan hidupnya tak sesuai. Di tempat aslinya, suku Dayak sangat tergantung pada sungai. Mereka menggantungkan hidup pada sungai, meski belum mengenal ringgit..

Kini, sungai Sarawak masih menjadi tempat mendulang ringgit. Bedanya, pemerintah setempat mengemasnya bagi turis dengan embel-embel atraksi wisata. Untuk turis yang ingin berlayar menyusuri sungai Kuching, tersedia fasilitas khusus. Menurut cerita Margaret, saat petang biasanya ada banyak lumba-lumba bermain di sungai itu. Sayang, karena keterbatasan waktu, GATRA tak sempat menjajal pesiar di sungai Sarawak, apalagi bertemu dengan buaya.

BOX: ASAL MULA KOTA KUCHING

Keberadaan kota ini punya sejarah tersendiri. Awalnya Kuching adalah bagian dari wilayah Kesultanan Brunei. Dulunya anak negeri saling berperang. Memenggal kepala menjadi tradisi yang mendarahdaging. Suatu ketika terdamparlah kapten kapal Inggris James Brooke di Sarawak. Karena persenjataannya lengkap, ia diminta Sultan Brunei mengamankan kota ini. Ia berhasil, maka iapun lalu diberi kekuasaan menjadi penguasa kota ini pada tahun 1841. Gelarnya Raja Putih pertama.

Ketika ia meninggal tahun 1868, ia digantikan anak buahnya Charles Brooke. Gelarnya Raja Puteh II. Ia meninggal tahun 1917. Setelah itu, anaknya, menjadi Raja Putih III dan menjadi raja putih terakhir di Sarawak.

Sahibul hikayat, nama Kucing berasal dari binatang berkaki empat. Orang sana menyebutnya Kuching, Pusa atau Mieow. Meski begitu, kucing hidup jarang berkeliaran. Yang ada kucing pajangan. Si Meong ini dibangun di perbatasan suatu wilayah sebagai penanda suatu tempat. Kadangkala sendiri, kadang berdua, pernah juga berempat. Bahkan ada yang sekeluarga, bersama anaknya yang masih kecil-kecil.

Di perbatasan Kucing Utara dan Kucing Selatan berdiri patung kucing. Inilah patung pertama yang dibangun pemerntah daerah saat penetapan Kucing sebagai Bandaraya. Kucing putih ini berdiri sendiri di Jl. Padungan, menuju kompleks pecinan. Setiap ada perayaan, kucing ini berdandan, kecuali hari Natal.

Saat Imlek, Mieaow ini pakai baju Cina. Saat Idul Fitri si kucing pakai baju Melayu, saat perayaan Gawai, upacara adat Dayak, si push berdandan ala gadis/bujang Kalimantan. Susahnya, kucing ini tak bisa dibedakan sebagai jantan atau betina dari bajunya. “Kucing ini unisex,” kata Margaret sambil tertawa.

Kucing putih menjadi penanda Kuching Selatan. Sedangkan yang berwarna warni adalah symbol Kuching Utara.

Bagi pemerintah kota Kucing, tak berlaku pemeo apalah arti sebuah nama. Nama kucing dimanfaatkan untuk menarik wisatawan. Maka ada museum Kuching. Segala hal yang berbau kucing ditampilkan, bahkan yang tak ada hubungannya dengan sejarah kota ini. Asal kucing, boleh masuk deh. Contohnya, film Hollywood Catwoman. Bahkan juga cuma klipingan berita mengenai binatang kucing!


ADA PETERPAN DI MUZIUM ISLAM

Niat awal menulis mengenai Islamic leisure. Tetapi ternyata ketemu kondom, viagra dan sejenisnya di jual bebas di jalanan. Ada Apa Denganmu-nya Peterpan pun mengalun ‘syahdu’ di Muzium Islam. Ada apa denganmu Malaysia?

Gambaran tentang Malaysia yang islami mulai mengerut di tepi sungai Sarawak. Awalnya yang terbayang adalah nasyid yang mengalun di mana-mana. Ternyata jauh panggang dari api. Gadis-gadis berjalan di tepian dengan baju you can see dan rok diatas lutut adalah pemandangan biasa. Tak ada rasa risih. Mungkin saking amannya bahkan ada yang berani sendirian berjalan-jalan.

Pasangan pria wanita berpacaran juga lazim ditemui. Kalau mau cari kondom, obat-obatan penguat seks, dan alat-alat seks, gampang. Sepanjang tepi air sungai Sarawak, penjualnya menggelar dagangan dengan tenang. Tak ada tanda kekhawatiran ada garukan. Ketika malam mulai merangkak naik, tepian sungai Sarawak justru makin ramai.

Mereka menggelar dagangan diatas meja berukuran 1 x 1 m. Diatasnya berjajar rapi minyak penguat, gambir, lengkap dengan cara pakai dan khasiatnya. Harganya berkisar 5-10 ringgit. Dalam satu meja, bungkusan kondom dijajar sekitar 20 bungkus. Beberapa penjual mencampur dagangannya dnegan gelang mutiara atau kalung manik-manik. Namun yang dominant tetap saja barang-barang lain itu tadi.

Berbagai tulisan menarik minat pembeli supaya datang tertempel di sisi kiri kanan meja. Misalnya Gambir Nombor satu dan Pastinya tahan lama. “Sila…lima ringgit saja,” ucap seorang pedagang menawarkan dagangannya. Orang sekitar lazim menyebutnya Gambir Sarawak. Meski menggelar dagangan saling berdekatan, tak sampai 50 m sudah bisa ditemui dagangan yang sama, tetap ada saja pejalan kaki yang mampir kesana.

Maklumlah tepian Sarawak sangat nyaman dipakai berjalan-jalan. Lucunya yang berpesiar malam-malan disana tak Cuma kaum lelaki, tetapi juga keluarga dengan anak kecil yang masih duduk di kursi dorong. Jadilah adgangan seks bercampur dengan penjual ais krim goreng , minuman ringan, dan makanan kecil.

Itulah uniknya Malaysia. Disatu sisi mereka mentasbihkan dirinya sebagai negeri Islam. Disisi lain, dagangan seks yang di Jakarta sekalipun kadang-kadang tabu dipertontonkan, di Malaysia justru dipajang terang-terangan.

Namun di Kuching masjid bertebaran dis etiap kampong. Masjid yang cukup besar adalah Kuching Divisional Mosque. Juga ada Indian Mosque yang berada di perkampungan orang India. Juga da masjid Bandar Kuching.

Sarawak Islamic Muzium dibangun di tanah bekas madrasah melayu yang dibangun tahun 1930. Madrasah Melayu ini melatih guru pertanian, kesehatan, ekjuruteraan, pengukuran dan kerajinan tangan. Pengajarannya dilakukan dalam bahasa Inggris. Setelah itu Madrasah melayu pindah ke tempat baru. Bangunannya sejak Mei 1992 dijadikans ebagai museum.

Keterkaitan Malaysia dengan Indonesia sangat nyata dari penggunaan bahas maupun benda-benda yang terpajang dalam museum.

Sebagai contoh adalah keris berusia 600 tahun bertuliskan Allahuakbar. Juga terdapat peti kayu bertuliskan huuf arab sepanjang sisi kiri kanan maupun tutpnya. Peti kayu tempat emnyimpan peralatan rumah tangga ini, etrnyata asalnya dari Jawa Tengah.

Penggunaan kata Nusantara ternyata juga dipakai oleh Malaysia untuk emnejlaskan kedatangan islam.

Pengaruh Cina di sana juga snagat kuat. Tembikar-tembikar Cina bertuliskan huruf arab, mangkuk, pinggan besar bertuliskan kalimat shahadat dari zaman Dinasti Qing masih tersisa disana. Pinggan-pinggan itu digunakan untuk mengobati orang sakit.

Sisa peninggalan islam diantaranya adalah Alqur’an bertuliskan tangan. Sebelumnya adalah koleksi pribadi datuk Petinggi Tan Sri Haji Abdul Taib bin Mahmud.

Masjid negeri Sarawak. Direnovasi 5 oktober 1990, oleh Yang dipertua negeri Sarawak Tun Datuk petinggi Haji Ahmad Zaidi bin Mohammad Noor. Dulunya hanya bisa menampung 8000 jamaah. Kemduian diperluas menjadi 14.000 jamaah. Biaya renovasinya sebesar RM. 71,8 juta.

Laksamana Cheng Ho. Ekspedisi dan misi politik masa dinasti Ming (1368-1644). Diambil dari buku Suma Orientalis, Tome Pires, Ying Yai Shang Lan ditulis oleh Ma HUan iaitu.

SEjarah islam di saraawak. Dulunya Sarawak adalah bagian dari kesultanan Brunei. Yang memrintah adalah keluarga Brooke dari tahun 1841-1910. Kapan amsuknya islam di sana memang belum ada kata sepakat. Namun bukti-bukti menunjukkan bahwa islam amsuk lebih awal daripada masa sultan Brunai tersebut.

Bukti yanga da misalnya Dari batu nisan sudah ada penganut islam pada awal abad 15. Sumber Cina juga emnyebutkan adanya Ma ho Mo sa. Sejarah lisan 300 tahun lalu, ada masjid dan 6 raja.

Nisan yang dimaksud adalah Nisan Santubong, milik pembesar yang dalams ejarah lisan diceritakans ebagai Sultan Tengah. Ini sejaland engan Silsilah Raja-raja Berunai bawa Sultan Abdul Jahhil Jabar memerintahkan Sultan tengah menjadi sultan Sarawak athun 1660. isterinya adalah puteri Sultan Sukadana dan sambas.

Kuburan di belakang astana bertarikh 1242 H atau 1742 M menunjukkan pembesar kesultanan Melayu Brunai, Pengiran DarmaWangsa.

Masa 1841-1941:

1852: masjid jami pertama dibangun. Sumbangan penduduk muslim di Kuching. Dibawah Abang Abdul Gafur. Kami pergi ke masjid itu.

Beduk masjid negeri Sarawak yang dibuat tahun 1852-1917 juga dipamerkan.

Ada replica batu nisan skeikh ahmad Majnun.

Ada juga batu bersurat dari Terengganu yang ditemukan di tebing sungai,s telah terjadinya banjir. Bahasanya melayu, tulisan Jawi bertarikh 1303 atau 702 H.

Tahun 1917: Madrasah al mursidhiyah dibangun sebagai pusat kaji islam dans
ekolah kajang bagi muslimat.

1946-1963 : majelis syuyukh al islam. Penumbuhan majelis islam Sarawak 1 mei 1955.

SENI BINA ISLAM
Mesjid Tionghoa Melaka. Masjid Terawai Sarawak. Jubin bergaya islam.

SANIS perundangan islam. Misalnya alat timbang dan sukan. Kedsusateraan islam yang berkembang pada awal mula. Dituliskan pada kertas kulit lembu.

Glob langit bertarikh 1205 H/ 1792 M: merupakan alat astrologi berua bola ukur dengan lambing-lambang bintang terbuat adri tembaga.

Juga ada astrolabe: merupakan kompas pelayaran dengan ukiran huruf arab ditemukan akhir abad 19.

Dari sisi mata uang, musik, pakaian. Pakaian ada baju kurung, baju pahang dengan gaya leher cekak dan kebaya panjang, juga da azimat-azimat.



Masjid Kuching dibangun diatas masjid lama pada tahun 1968. Masjid lama sendiri berbahan kayu, adalah masjid tertua di Kuching, dibangun tahun 1852.

Terpikir, barangkali ini karena di Kuching, Malaysia di Kalimantan Utara. Namun ketika sampai di Kuala Lumpur, di Semenanjung Malaysia sendiri, kondisinya tak jauh beda. Karaoke dan Café, tempat hiburan malam ada, panti pijat pun tersedia.

Pasar dari negeri muslim besar.

Namun di Malaysia sendiri ada lelucon. Banyak orang Timur Tengah datang ke Malaysia ingin makanannya halal, tetapi minumannya tak halal. Cewek yang digandengnya pun tak halal.

Namun yang meninggalkan kesan bahwa negeri ini adalah negeri muslim, terutama tercermin dari bangunan-bangunan kunonya. Di Kuala Lumpur misalnya, bangunan-bangunan kuno itu masih terpelihara. Sebagian besar adalah warisan penjajahan Inggris.

Desainnya, bercirikan islam karena kebanyakan emnggunakan kubah seperti kubah masjid. Bahkan bangunan yang digunakans ebagai hotel ataupun pusat pemerintahan.

Jejak-jejak peninggalan islam terekam rapi di Muzium Islam di Sarawak. Di Museum ini dipamerkan perjalanan islam ke Nusantara, klaim Malaysia juga atas wilayahnya.

Awalnya…..

Yang tertinggal…terutama bisa ditemui di makam….tempat yang kami lewati dalam perjalanan menuju Kampung Budaya di Kuching Utara.


Perkembangan terkini Islam di Malaysia, sumbangan terhadap ilmu pengetahuan juga terpajang rapi.

Di Kuala Lumpur, bangunan berarsitektur Moorish,….di gedung Abdul Samad,


Masjid tertuanya, bagian daris ejarah masuknya islam ke Kuala Lumpur terletak di pertemuan dua sungai. Konon air sungai…berbeda warna dibandingkan dnegan air sungai….

Sekarang, masjid ini terletak di bagian pusat kota Kuala Lumpur. Diatasnya terdapat stasiun monorel, did ekatnya juga ada pasar diamna pedagang terutama India menjajakan dagangannya.

Cerita masjid ini………

Masjid yang menjadi bagian dari tempat wisata adalah Masjid Putrajaya.


BOX: Mendulang Rizki dari masjid.

….asal madura. Berjualan beraneka dagangan.

INTERVIEW: MINISTER OF RESEARCH &TECHNOLOGY. Rocket Development Policy

Menteri Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman begitu bersemangat mengembangkan teknologi nasional dengan menggandeng berbagai stakeholder. Dalam Rakornas Ristek Teknologi 7-8 Juni lalu di Kementerian Riset dan Teknologi Jalan Thamrin, rekan-rekannya sesama menteri memberikan dukungan penuh terhadapnya. Diantaranya adalah Menteri PPN/BAPPENAS, Menteri Perhubungan, Menteri Pertahanan, dll.

Semuanya itu dalam kerangka pengembangan industri strategis yang melibatkan peran ristek didalamnya. “Inpres no. 4 tahun 2003 memberikan perintah bahwa Menristek mengkoordinasikan perumusan dan pelaksanaan Jakstranas iptek, sebagai arah, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang iptek,” ujarnya.

Salah satu yang didorong adalah pengembangan industri roket. Pada tanggal 15 Mei 2005, Menristek menerima arahan Presiden untuk menindak lanjuti rencana kerjasama roket dengan China sebagai bagian rangkaian pertemuan Presiden S.B. Yudhoyono dan Presiden China Hu Jin Tao dalam peringatan KAA 20 April 2005.

Pada tanggal 2 Juni 2005, telah dilaksanakan pertemuan interdep di kantor MenkoPolhukam untuk membahas Koordinasi Pengembangan Roket Nasional. “Salah satu kesepakatan dan keputusannya adalah Tim Pokja yang sudah dibentuk Menristek, baik Tim Pengarah maupun Tim Teknis adalah satu-satunya kelompok kerja nasional program pengembangan Teknologi Roket di Indonesia,” kata Kusmayanto.

Untuk mengetahui bagaimana pengembangan industri roket ini dilakukan, Heni Kurniasih melakukan wawancara dengan Menristek Kusmayanto Kadiman. Karena kesibukannya, Menristek wawancara dilakukan secara tertulis melalui sms dan email.

Pekan lalu LAPAN meluncurkan roket, siapa saja yang terlibat, bekerjasama dengan siapa. Apa tujuannya. Kenapa Anda tidak hadir di sana?

Proyek Peluncuran Roket tersebut merupakan aktifitas yang dilakukan oleh LAPAN, salah satu LPND Ristek. Aktifitas tersebut bagian dari aktifitas internal LAPAN yang memang mempunyai kompetensi sebagai sebagai lembaga nasional dalam bidang ke-antariksa-an. Roket-roket tersebut dikembangkan sendiri oleh LAPAN, baik dari SDM-nya maupun dari perangkat pendukungnya seperti proses fabrikasi dan propelannya.

Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian aktifitas dalam rangka memperingati Hari Teknologi Nasional 10 Agustus 2005. Tujuan utamanya untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya kita mampu untuk membuat sebuah roket.

Kemampuan ini memang belum besar artinya dibanding dengan kebutuhan nasional. Namun demikian, dalam kondisi dan dukungan sarana serta prasarana yang ada, ternyata kita tetap bisa merealisasikan pembuatan sebuah roket.

Apakah proyek itu di bawah KRT, ataukah KRT punya program roket sendiri. Kenapa tidak dijadikan satu proyek saja?

Proyek ini secara langsung di LAPAN sebagai bagian dari program pembinaan dan penguatan kompetensi lembaga. Namun ini merupakan bagian rangkaian aktivitas peroketan di Indonesia yang melewati berbagai tahap. Pada bulan Mei 2003 di dalam RAKORNAS RISTEK 2003, KMNRT besertaseluruh stakeholder telah menyepakati skema common program.

Skema ini merupakan bentuk pengelolaan program bagi kegiatan-kegiatan prioritas yang melibatkan berbagai lembaga secara nasional. Program tersebut secara administratif dan anggaran dikoordinasikan oleh KMNRT sedangkan secara teknis dikoordinasikan oleh lembaga yang mempunyai kompetensi terkait.

Salah satu common program yang dimaksud adalah Program Pengembangan Teknologi Peroketan (PPTR). Di dalam Kongres Depanri pada bulan Desember 2003 disepakati bahwa pola penelitian dan pengembangan teknologi roket ini akan dilakukan melalui alih-teknologi hingga dicapai tahap kemampuan untuk melakukan prototype production dan memerlukan keterlibatan negara lain.

Proses pelaksanaannya dikaitkan dengan kebutuhan users di dalam negeri seperti: Dephub (BMG, Hubud), Men-Infokom (Telkom), Dep. Kelautan dan Perikanan, TNI-AD, TNI-AU dan TNI-AL. Secara Nasional pengembangan teknologi roket dikoordinasikan melalui Kelompok Kerja Nasional Pengarah Program Pengembangan Teknologi Roket (PPTR) yang telah dibentuk oleh Menristek pada tanggal 26 Juni 2004, melibatkan berbagai Lembaga: LPND Ristek, Dephankam, Mabes TNI, Perguruan Tinggi dan Departemen Teknis yang memanfaatkannya.

Ketua Kelompok Kerja PPTR (Ka. LAPAN) telah membentuk Kapoknas Teknis PPTR yang diketuai oleh Deputi Kepala LAPAN. Anggotanya wakil-wakil dari lembaga-lembaga di atas berikut industri. Program Roket di LAPAN, seperti yang telah berhasil diluncurkan, menjadi modal dasar untuk program yang lebih besar.

Apakah benar Indonesia akan ada kerjasama pengembangan roket dengan China. Detil kerjanya seperti apa. Apa saja yang akan dikembangkan? Apa keuntungan bagi Indonesia dan apa keuntungan bagi China? Mengapa China yang dipilih? Sejak kapan kerjasama di mulai?

Kita sadari bahwa kemampuan kita di dalam teknologi peroketan masih jauh dari tingkat yang bisa dikatakan mampu. Banyak kendala yang dihadapi, antara lain: bahan baku, teknologi misalnya sistem kendali, airframe, dlsb. Di dalam Kongres Depanri hal tersebut telah ditangarai dan disepakati bahwa di dalam hal-hal yang kita belum mampu, kita perlu melakukan alih-teknologi bekerjasama dengan negara lain yang bersedia.

China merupakan negara yang bersedia untuk melakukan hal tersebut, bahkan mereka menwawarkan sampai pada tahap production prototype. Kerjasama tersebut telah disiratkan di dalam Joint Strategic Declaration yang telah ditanda-tangai oleh Presiden RI dan RRC pada tanggal 25 April 2005 sehari sesudah Peringatan 50 Tahun Konferensi Asia Afrika.

Saat ini kedua pihak sedang menjajagi aspek apa saja di dalam peroketan yang bisa dikerjasamakan dan dilaksanakan proses alih-teknologi. Penanda-tanganan MoU khusus berkaiatn dengan ini direncanakan dilakukan pada bulan Juli 2005 mendatang bersamaan dengan rencana kunjungan Presiden RI ke Beijing China.

Kerjasama ini mencakup proses pengembangan roket baik tak-terkendali (non-guided ballistic) maupun terkendali (guided), perlatihan sumber daya manusia dan proses manufaktur roket di dalam negeri.

Apa manfaatnya bagi Indonesia?

Dasar pemikirannya adalah dari segi kewilayahan, Indonesia sebagai negara maritim, kepulauan dan juga secara geografis terletak di katulistiwa akan sangat memerlukan roket. Dari segi keperluan sipil, misalnya, dapat dipakai untuk meluncurkan balon sonda dalam rangka pengukuran cuaca. Informasi cuaca akan sangat membantu dalam proses tanam. Keperluan lain misalnya telekomunikasi.. Di bidang militer, program ini dapat memperbaiki standar kemampuan alutsista yang dimiliki.

Dalam program pengembangan roket ini, perbedaan kedua tujuan itu hanya terletak pada isi di dalam kepala roket. Oleh karenanya, proses alih-teknologi dengan China ditekankan pada peningkatan kemampuan pembuatan badannya.

Apa saja yang perlu diperhitungkan?

Pada bagian ini hal yang dipertimbangkan adalah : Mengingat kondisi keterbatasan sumber daya yang ada, maka untuk dapat menunjang pengembangan teknologi roket tersebut di atas, beberapa Teknologi Peroketan Dasar terlebih dahulu perlu tersedia dan dikembangkan, yaitu antara lain :a. Perancangan, Integrasi dan Uji Roket;b. Teknologi Motor dan Struktur Roket;c. Teknologi Propelan;d. Teknologi Pembuatan Bahan Baku Roket : AP (Ammonium Prechlorate) dan HTPB (Hydroxy Terminated Polybutadiene) untuk propelan komposit ; NG (Nitro Glycerine) dan NC (Nitro Cellulose) untuk propelan double-base ;e. Teknologi Kendali Roket;f. Teknologi Sistem Ruas Bumi/Ground Support.

Hal lainnya?

Tata-aturan pembatasan alih-teknologi roket senjata dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang, antara lain seperti :1) MTCR (Missile Technology Control Regime) : Pembatasan penyebaran (proliteration) persenjataan oleh kelompok G7 (Amerika, Jerman, Perancis, Jepang, Italia, Kanada dan Inggris), melalui cara pengendalian pengalihan teknologi, sehingga negara-negara berkembang mengalami kesulitan dalam Transfer of Missile Technology.

MTCR terdiri dari Guidelines (ketentuan-ketentuan) dan Annex yang memuat daftar item-item yang dikendalikan untuk diekspor, meliputi peralatan dan teknologi, militer ataupun guna ganda, yang terkait dengan pengembangan, produksi dan pengoperasian missile. Annex terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu Category I dan Category II.

Category I meliputi sistem-sistem roket secara utuh, sistem wahana udara tak-berawak, fasilitas produksi yang didesain secara khusus untuk sistem-sistem ini dan sub-sub sistem utuh tertentu. Category II meliputi part-part, komponen-komponen dan sub-sub sistem (propelan, bahan struktur, peralatan dan fasilitas uji coba), dan instrument penerbangan. Berdasarkan Guidelines, item-item Category I cenderung untuk tidak diekspor.

Item-item Category II boleh diekspor sesuai kebijakan pemerintah anggota MTCR, kasus per kasus untuk penggunaan akhir item tersebut. 2) CISTEC (Center for Information on Security Trade Control) : Pencegahan terhadap pengembangan Wahana Pelempar Strategis/Roket /Rudal dengan jarak jangkau lebih dari 300 km, serta pengembangan senjata-senjata perusak massal, nuklir, biologi, dan kimia di kalangan negara-negara berkembang; 3) Pembatasan Transfer Senjata: Pembatasan transfer senjata internasional oleh PBB yang melibatkan 18 negara yang mencakup: perangkat keras (hardware), suku cadang, supervisi dan teknologi militer bagi negara-negara yang menggantungkan peralatan militernya dari import.

Pemerintah RRC, walaupun saat ini belum masuk menjadi anggota MTCR, demi kepentingannya untuk menanamkan pengaruh secara internasional dan sekaligus perolehan devisa, tetap memasok produk atau teknologi yang berkontribusi kepada pembuatan roket atau missile balistik di bawah besaran 2 (dua) parameter MTCR . Dalam kerangka tersebut, pemerintah China melalui CPMIEC (China National Precision Machinery Import and Export Cooperation) menawarkan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah China dalam penelitian dan pengembangan serta alih-teknologi peroketan yang didasarkan pada kebutuhan pengguna.

Bagaimana keadaan industri roket kita saat? Apakah pilihan kebijakan pengembangan industri roket dapat menjadi prioritas ? Apa alasannya?

Pengembangan teknologi peroketan di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan masihsangat terbatas dan dirasakan ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara-negaralain di Asia, seperti India, China, Jepang, Pakistan, Korea Selatan dan KoreaUtara. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memacu bangsa Indonesia yang besarini agar memliki kemandirian dari menguasai teknologi peroketan secara bertahapdan terarah.

Roket-roket untuk keperluan pertahanan yang dimilki oleh TNI, dapat disebut beberapa seperti roket senjata rudal Exocet MM-38, Harpoon RGM-84D/Block 1C, roket FFAR 2,75, rudal Rapier, SUT Terpedo, Sidewinder AIM-9 dan sebagainya. Jumlah roket-roket tersebut relative masih cukup banyak, namun pada umumnya, kondisinya banyak yang sudah tidak laik untuk dioperasikan.

Mengapa tidak layak operasi?

Sebagian besar disebabkan oleh umur bahan propelannya yang kadaluarsa, serta ketersediaan suku cadangnya yang sudah tidak ada akibat adanya embargo dari negara-negara pembuat roket tersebut. Upaya untuk mencoba menggantikan bahanpropelan dengan yang baru tengah dilakukan, seperti misalnya pada roket FFAR 2,75.

Beberapa roket untuk keperluan ilmiah telah pula berhasil dikembangkan, sepertiroket-roket RX-150, RX-250 dan RKX-100 yang masih terus ditingkatkan kemampuannya menuju roket balistik yang andal. Namun demikian, masih diperlukan peningkatan pengetahuan dan skill SDM dalam penguasaan teknologi roket balistik.

Dengan modal dasar kemampuan, baik fasilitas-fasilitas yang ada, pengalaman maupun SDM di bidang peroketan yang ada di industri, lembaga/institusi dan TNI, maka akan tidak sulit dikembangkan menuju teknologi peroketan yang mampu mengamankan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat luas ini.

Kebijaksanaan Strategis Nasional peroketan yang telah diamanatkan pada PDN II (Pekan Dirgantara Nasional Kedua, tahun 2003) adalah dimulai dengan program 5 tahun tahap I, berupa roket balistik dengan jarak jangkau sampai dengan 300 km, dan 5 tahun tahap II adalah pengembangan roket kendali.

Sesuai dengan kebutuhan pengguna (TNI), pada tahap I direncanakan akan dikembangkan roket-roket dengan jarak jangkau 15 km, 40 km, 80 km dan300 km yang dititik-beratkan masih berupa roket balistik, sambil mengembangkanrancangan dan subsistem-subsistem untuk roket kendali. Kemudian dalam tahap II berikutnya dapat dikembangkan sepenuhnya roket kendali untuk senjata.

Dari beberapa kali pertemuan yang dilakukan antar lembaga / instansi Litbang,industri, TNI, dan perguruan tinggi yang terkait, maka jenis roket yang perlu dikembangkan untuk Indonesia adalah roket-roket dengan jarak jangkau 15 km, 40 km, 80 km, 200 km dan 300 km.

Program pengembangan peroketan ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada di dalam negeri seoptimal mungkin, meliputi lembaga/institusi riset dan industri, disertai dengan alih teknologi dari negara lain.

Saat ini, siapa pemain roket di dunia, terutama di wilayah Asia? Bagaimana Bapak membandingkan industri luar negeri dengan kondisi Indonesia ? (Sekaligus menjawab pertanyaan 6,7,8,9)

Untuk keperluan pertahanan maupun ilmiah, Indonesia memerlukan roket denganjangkauan yang bervariasi sesuai dengan misi yang diembannya. Dengan alasantersebut dan mempertimbangkan kemampuan yang ada saat ini pengembangkan dapatdikelompokkan sebagai berikut : a. Pengembangan Roket dengan jangkauan sampai dengan 15-20 km. Selama ini TNI sudah mengoperasikan roket-roket jarak jangkau sampai dengan 15 km, seperti roket FFAR, QW-3, Strella, Stinger dan Rapier.

Kebutuhan akan roket-roket dalamjarak-jangkau ini sangat besar. Program ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan rancang-bangun roket tanpa menggunakan sistem kendali atau unguided berjarak jangkau sampai dengan 15 km. Selama ini telah dirintis dan dikembangkan roket-roket sonda RX-150 dan roket kendali RKX-100 yang mempunyai jarak jangkau kurang dari 15 km. Dengan melakukan optimisasi berat struktur dan propelan yang digunakan, sasaran pengembangan dalam waktu dekat kemungkinan dapat dicapai. Untuk eperluanpengembangan perlu dibangun fasilitas pendukung yang belum dipunyai.

b. Pengembangan Roket dengan Jangkauan 40 km-80 km :Pada saat ini kebutuhan TNI akan roket-roket berjarak-jangkau 40 km-80 km untukkeperluan roket senjata permukaan-ke-permukaan dan roket senjata darat-ke-daratsudah cukup mendesak.

Selama ini telah dirintis dan dikembangkan roket-roket sondaRX-150 dan RX-250 dengan menggunakan propelan padat HTPB yang mempunyai spesifik impuls 220 detik, masing-masing berjarak jangkau 15 km (RX-150 dengan payload 5-7 kg) dan 40 km (RX-250 dengan payload 10-15 kg). Hasil rancangan roket tersebut dapat dijadikan sebagai basis untuk pengembangan roket dengan jarak jangkau 40 km - 80 km, dengan melakukan beberapa optimasi pada struktur, aerodinamik dan sistem propulsinya.

Hasil optimasi diharapkan akan meningkatkan jarak jangkau roket RX-150 dari 15 km menjadi 40 km, dan roket RX-250 dari 40 km menjadi 80 km. Dengan pengembangan sistem pemandu inersia dan kendali aerodinamik untuk koreksi trayektori, roket-roket tersebut dapat digunakan sebagai roket artileri yang presisi.

c. Pengembangan Roket dengan jarak-jangkau sampai dengan 300 km :Perancangan dan pengembangan roket balistik jarak-jangkau sampai dengan 300 kmditujukan penggunaan untuk pengamanan perairan antar pulau di Indonesia. Roket-roket ini sangat diperlukan untuk mempertahankan kedaulatan NKRI yang terdiri daripulau-pulau yang dipisahkan oleh selat.

Dengan dikuasainya teknologi roket dengan jarak jangkau 300 km ini diharapkan akan didapatkan deterrence value, yang akan dapat meningkatkan wibawa bangsa Indonesia di mata dunia. Pada saat ini sedang dilakukan perancangan awal roket ilmiah berdiameter 520 mm,berbahan bakar padat HTPB yang didesain untuk jangkauan sampai dengan 300 km dan payload 200 kg. Roket ini dapat digunakan sebagai basis pengembangan roket dengan jangkauan 300 km. Untuk keperluan pengembangan perlu dibangun fasilitas pendukung yang belum tersedia.

d.Pengembangan Roket Kendali :Pada 5 (lima) tahun berikutnya roket balistik akan dikembangkan menjadi roket kendali, dimulai dengan jarak-jangkau pendek sampai dengan nantinya mencapai 300 km secara bertahap. Pengembangan Roket kendali pada saat ini telah mulai dirintis di LAPAN dengan menggunakan roket berdiameter 100 mm (seri RKX-100), dengan menggunakan bahan bakar padat komposit HTPB.

Apa saja kendalanya ?

Keterbatasan sumber daya (dana, peralatan pendukung, bahan baku dan SDM) yangdiperlukan untuk melakukan penelitian dan pengembangan peroketan sampai saat inimasih merupakan kendala yang harus diatasi. Dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti India, Jepang, Pakistan, China, Korea Utara, Korea Selatan dan lain-lain, Indonesia termasuk paling kecil penyediaan dana yang diberikan untuk pengembangan teknologi dirgantara ini. Demikian pula fasilitas peralatan yang dapat digunakan untuk menunjang pengembangan peroketan ini masih sangat terbatas, terutama untuk pembuatan dan pengembangan propelan motor roket.

Beberapa peralatan laboratorium yang masih dibutuhkan untuk mendukung pembuatan dan pengembangan propelan di Indonesia, baik untuk melengkapi fasilitas yang belum ada, untuk peningkatan kapasitas maupun untuk menggantikan peralatan yang sudah tua umurnya. Keterbatasan bahan baku yang dapat dibutuhkan untuk pengembangan roket di Indonesia ini juga merupakan kendala yang perlu dipecahkan. Sebagian besar material bahan untuk pembuatan roket masih merupakan barang impor, sehingga sustainability dan availability-nya kurang baik, terutama bahan untuk pembuatan propelan, tabung motor roket dan komponen elektronika yang khusus.

Keterbatasan SDM yang mempunyai keahlian dan keterampilan dalam bidang peroketan juga menjadi kendala yang dapat membatasi pengembangan peroketan. Namun hal ini nanti dapat diatasi dengan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan di bidang peroketan, baik melalui pendidikan formal maupun proses alih-teknologi dari negara lain.

Walaupun dengan jumlah yang terbatas, sumber daya manusia yang berpengalaman dalam bidang rancang bangun dan rekayasa Iptek serta defense product yang terdapat di beberapa industri dan lembaga-lembaga penelitian (PT DI, PT PINDAD, PT Dahana, PT LEN, LAPAN, BPPT, dan lain-lain) serta perguruan tinggi (ITB, UI, UGM, dan lain-lain) merupakan modal dasar yang sudah dipunyai. Sumber daya manusia yang berkualitas ini seyogyanya diberikan kesempatan dan dukungan untuk melaksanakan program pengembangan peroketan tersebut.

Anda mengatakan di surat kabar bahwa Dephan bersedia menyisihkan untuk mengembangkan teknologi roket, berapa besar menyisihkan anggarannya untuk pengembangan roket dan besar untuk yang lain ?

Statement saya itu nuansanya hanya menyatakan kalau anggaran Dephan yang jumlahnya Rp. 24 triliun itu dapat dialokasikan 1% saja untuk riset dan pengembangan roket maka itu sudah cukup baik untuk membantu riset dan pengembangan roket di Indonesia.