Thursday, May 12, 2005

ARTICLE: About KPC divestasion

Published in GATRA 26 / XI 14 Mei 2005
PERTAMBANGAN
Juragan Baru Mitra Sangatta

Selangkah lagi Herman Afif Kusumo dan keluarga Bakrie berkongsi di KPC. Dana pembelian belum jelas sumbernya.

KISAH divestasi Kalimantan Prima Coal (KPC) sudah hampir sampai di akhir petualangannya. Setelah melalui jalan ruwet dan berliku, proses pelepasan saham milik asing di perusahaan tambang batu bara di Sangatta, Kalimantan Timur, itu akan segera tuntas. Adalah Sitrade Nusaglobus yang bakal menjadi tempat berlabuh sebagian saham KPC.Perusahaan milik Herman Afif Kusumo itu memenangkan ajang kontes penjualan saham KPC yang digelar Bumi Resources. Bumi adalah pemegang saham mayoritas perusahaan tambang yang berlokasi di Sangatta itu. Bumi mengambil alih 100% saham dari tangan Rio Tinto (Inggris) dan Beyond Petroleum (Inggris-Australia). Tahun lalu, sebagian sahamnya (18,6%) dilego ke PD Pertambangan dan Energi milik Pemda Kutai Timur, Kalimantan Timur.Bumi mau tak mau harus meneruskan kewajiban Rio Tinto-Beyond Petroleum menjual 51% saham KPC. Berdasarkan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara, pemilik KPC harus melego sahamnya pada 2001. Perjanjian itu diteken pada April 1982. Pembeli saham diharuskan dari Pemerintah Indonesia, atau pemda atau perusahaan berbadan hukum Indonesia.Toh, pelepasan saham asing ke Bumi Resources itu belum menuntaskan proses divestasi. Pemilik Bumi Resources sebenarnya keluarga Bakrie yang pribumi. Namun, karena keluarga Bakrie memiliki Bumi lewat Minarak Labuan dan Long Haul Holding yang berbadan hukum asing, kewajiban divestasi harus dilakoninya. Di luar KPC, Bumi juga menguasai perusahaan batu bara lainnya, Arutmin.Lewat dua perusahaan batu bara itu, keluarga Bakrie bisa bangkit dari keterpurukan. Bisnis Bakrie hampir tenggelam diterpa badai krisis. Saham keluarga Bakrie di Bakrie & Brothers merosot hingga 2,5%, padahal sebelumnya mayoritas. Aburizal Bakrie, Menteri Perekonomian yang menyatakan sudah tak aktif lagi di grup perusahaannya, bercerita bahwa saat krisis, asetnya US$ 1 milyar dengan utang US$ 5 milyar.Tapi, setelah membeli 100% saham dua perusahaan tambang batu bara, nilai aset Bakrie sekarang meningkat menjadi tiga kali lipat. Ketika membeli saham Arutmin dari BHP pada 2001, harga batu bara cuma US$ 25 per ton. "Sekarang naik 60%," kata Ical, panggilan akrab Aburizal Bakrie. Berkat batu bara, Ical mengaku bisa melangkah ke kancah politik tanpa digondeli urusan bisnis keluarga besarnya.Tak aneh kalau kemudian banyak pemilik duit berminat di batu bara. Termasuk Sitrade Nusaglobus. Apalagi, KPC termasuk tambang duit. Tahun lalu, KPC menghasilkan 26 juta ton. Tahun ini akan digenjot menjadi 32,86 juta ton. Dalam proses divestasi KPC, Sitrade menyingkirkan dua pesaingnya. Sitrade setuju mengambil 32,4% saham KPC dengan fulus US$ 470 juta atau sekitar Rp 4,3 trilyun.Toh, untuk sementara Sitrade mesti bersabar dulu. Ia baru bisa benar-benar masuk ke Sangatta bila Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyalakan lampu hijau. Hingga saat ini, Departemen ESDM belum mengangguk setuju. Tim divestasi dari Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen ESDM, masih melakukan evaluasi penjualan.Evaluasi lebih difokuskan pada data-data administrasi, untuk memastikan proses divestasi tak melanggar perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara. Misalnya, memastikan bahwa pembeli divestasi saham KPC adalah perusahaan Indonesia. Dalam penelisikannya, tim divestasi meneliti akta pendirian Sitrade dan pemegang sahamnya. Namun tak sampai memanggil manajemen Sitrade.Evaluasi juga tak menyentuh kemampuan finansial calon pembeli. Urusan itu diserahkan pada Bumi sebagai calon mitranya. "Itu kan urusan penjual. Masak mereka mau rugi," kata Simon Sembiring, Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral.Rabu pekan lalu, tim divestasi kembali menggelar rapat, membahas hasil evaluasi. Tapi Mahyudin Lubis, anggota tim divestasi yang dihubungi Gatra, memilih bungkam ketika ditanyakan tentang hasil rapat. Sedangkan Simon Sembiring, atasan Mahyudin, mengaku belum bisa banyak bercerita. "Saya belum dilapori hasil rapatnya," kata Simon Sembiring kepada Gatra.Proses penjualan 32,4% saham KPC kepada Sitrade menjadi sorotan karena terkesan berlangsung diam-diam. Bursa Efek Jakarta sampai merasa perlu menanyakan persoalan ini kepada Bumi. Maklum, sebagai perusahaan publik, Bumi harus memberitahukan setiap kebijakan perusahaannya yang berdampak besar kepada otoritas bursa. Apalagi, kebijakan itu menyangkut penjualan saham dalam jumlah gede, yang berpotensi mempengaruhi kinerja sahamnya di bursa dan pada pemilik saham publik.Dalam penjelasannya kepada Bursa Efek Jakarta, Bumi Resources menyatakan, pada 9 Desember tahun lalu, pihaknya sudah menawarkan 32,4% saham KPC kepada pemerintah dengan harga maksimum US$ 1,4 milyar. Dalam surat balasan yang diteken Menteri ESDM tanggal 21 Februari 2005, pemerintah menyatakan tak berminat. Sebelumnya, pada Januari lalu, KPC menawarkan kepada pihak swasta di Indonesia untuk membeli saham KPC.Eddie J. Soebari, Direktur Keuangan Bumi, menyebut ada beberapa perusahaan swasta yang mengajukan penawaran. Dari penawar yang masuk itu, kata dia, hanya tiga yang memenuhi kriteria. Kriteria itu, antara lain, perusahaan yang bisa menambah nilai KPC dan harga penawarannya cocok.Eddie membantah anggapan bahwa proses divestasi dilakukan dengan diam-diam. "Tak ada yang disembunyikan," katanya kepada Gatra. Proses itu mengikuti tata cara yang diatur dalam perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara. Sitrade terpilih sebagai pemenang lantaran menawar dengan harga paling tinggi. Toh, ia tak mau menyebut nama lengkap dan harga penawaran dari pesaing Sitrade. "Mitra dan Hania apa gitu," katanya.Munculnya nama Sitrade sebagai pemenang kontes pun kemudian mengundang banyak pertanyaan. Dari kemampuannya menyediakan fulus hingga pengalaman Sitrade di dunia tambang. Santer disebut-sebut, keluarga Bakrie sendiri yang mendanai Sitrade. Namun Bakrie membantahnya.Herman Afif Kusumo, pemilik Sitrade, tak mau dipusingkan dengan tuduhan yang dialamatkan kepada dia dan perusahaannya. "Saya nggak ngerti, kok perusahaan saya dipojokkan begitu," katanya. "Saya ini orang tambang. Semua orang tahu itu," ia menambahkan.Herman bercerita, di dunia tambang ia bukan anak bawang. Ia mantan Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia. Kini ia juga menjadi salah seorang pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Sitrade pun bukan perusahaan kemarin sore. Saat ini, kata Herman, Sitrade menjalin kerja sama dengan PT Timah, mendulang timah di tambang darat Pulau Bangka.Sitrade juga pernah bekerja sama dengan Nusantara Thai Coal Banpu Int Ltd,melakukan survei penambangan batu bara di Sinamar, Jambi. Area tambang yang ditelisik meliputi 86.160 hektare. Tapi proyek ini berhenti karena ada kesulitan di bidang transportasi.Di luar Sitrade, menurut Herman, ia punya PT Kasuari yang menambang nikel di Pulau Gebe, Maluku Utara. "Masih jalan sampai sekarang," katanya. Lewat PT Palmerindo, kata Herman, ia juga pernah mengusahakan tambang emas di Cibaliung, bekerja sama dengan perusahaan tambang asal Kanada. "Sekarang sudah dijual ke George Tahija," ujarnya.Sitrade tertarik membeli saham KPC karena, menurut Herman, saat ini adalah waktu yang pas berusaha di tambang batu bara. "Tahun ini batu bara bagus harganya, permintaannya juga tinggi," katanya. Herman menambahkan, dewasa ini adalah saat yang paling tepat untuk berinvestasi di bisnis pertambangan, terutama energi.Herman mengaku sudah lama tertarik masuk KPC. "Tapi kesempatan baru datang sekarang," tuturnya. Bila nanti Departemen ESDM memberinya lampu hijau, ia sudah punya agenda di KPC. Herman berniat berpartisipasi aktif di KPC. Paling tidak, ada orangnya yang masuk dalam jajaran manajemen KPC. "Kami memang bukan mayoritas, tapi ingin didengar juga," ia menambahkan.Toh, Herman tak mau bercerita tentang asal dana pembelian saham KPC. "Saya belum bisa menyampaikan sekarang. Nantilah setelah semua beres akan saya buka," ujarnya.Beres buat Herman bukan berarti proses divestasi KPC bakal tuntas. Ini terjadi bila terungkap ada kontrol asing di balik Sitrade, atau konflik kepentingan lain yang merugikan publik.

Irwan Andri Atmanto dan Heni Kurniasih


Jalur Ruwet Divestasi KPC

8 April 1982Perjanjian divestasi 51% saham Rio Tinto dan BP di KPC ke pihak Indonesia. Divestasi akan dilakukan bertahap hingga 2001.16 Oktober 1995-Februari 1997KPC mengajukan tiga kali permohonan penangguhan divestasi dan dikabulkan pemerintah.26 Juli 1998Penawaran saham KPC kepada Tambang Batu Bara Bukit Asam, Aneka Tambang, dan Timah. Ketiganya tak berminat.24 Maret 1999KPC menawarkan 30% sahamnya seharga US$ 175 juta ke pihak Indonesia.3 Desember 1999Pemda Kalimantan Timur setuju membeli.15 Desember 2000KPC menawarkan 37% saham KPC ke pemerintah seharga US$ 216 juta. Namun pemerintah mewajibkan KPC menjual 44%.4 April 2001Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan, divestasi saham KPC pada kuartal I 2001 sebesar 51%.1 Mei 2001Harga 51% saham KPC, menurut Rio Tinto dan BP, bernilai US$ 444 juta.17 Juli 2001Pemda Kalimantan Timur, melalui PN Jakarta Selatan, menuntut ganti rugi US$ 776 juta ke KPC.21 November 2001-6 Maret 2003Pemda Kalimantan Timur menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ke PTUN.26 November 2001-6 Maret 2002KPC, pemerintah, dan Pemda Kalimantan Timur menegosiasikan harga saham KPC. Hasilnya, 100% saham KPC disepakati US$ 822 juta. Penawaran 51% paling lambat 31 Maret 2002.21 Maret 2002PN Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Pemda Kalimantan Timur. Isinya, menyita barang tak bergerak KPC. Seluruh saham Rio Tinto dan BP di KPC disita.28 Maret 2002Batas penawaran 51% saham KPC, yang harusnya berakhir 31 Maret, diundur jadi 30 Juni 2002, dan kemudian mundur lagi.Oktober 2002Proses divestasi berjalan lagi, dengan opsi pembeli 31% Pemda Kaltimantan Timur dan Kutai Timur, 20% PT Bukit Asam. Harganya US$ 822 juta untuk 100% saham KPC.Juli 2003Tiba-tiba pemilik Rio Tinto dan BP melego seluruh kepemilikan sahamnya di KPC kepada Bumi Resources dengan harga US$ 500 juta.Oktober 2003Bumi Resources resmi memiliki KPC dengan kewajiban divestasi 51% saham KPC.Oktober 2003Bumi melepas 18,6% saham KPC kepada Pemda Kutai Timur. Harganya US$ 104 juta.Desember 2004-Januari 2005Bumi menawarkan 32,4% saham KPC ke pemerintah dan pengusaha nasional.Maret 2005Sitrade muncul sebagai pemenang kontes.April-MeiDepartemen ESDM mengevaluasi proses penjualan 32,4% saham KPC.
Muda Mengganti MinyakARUTMIN Indonesia saat ini sedang kebanjiran pesanan. Anak usaha Bumi Resources itu pun menggenjot produksinya. Lokasi tambang yang banyak menyimpan batu bara low grade alias berkalori rendah pun dikeruk besar-besaran. Gundukan tanah yang mengandung mineral hitam itu ada di daerah Asam-asam, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. "Kami diminta mencukupi kebutuhan Indonesia Power sebanyak 2,4 juta ton setiap tahun," kata Sumarwoto, Manajer Wilayah Tambang Satui Arutmin.Satui adalah satu di antara tambang batu bara yang dikuasai Arutmin. Lokasi lainnya ada di Batu Licin, Kabupaten Tanah Bambu, dan Senakin di Kota Baru, Kalimantan Selatan. Sebelum ini, penambangan batu bara low grade kurang dimaksimalkan karena permintaannya sedikit. Arutmin sebelumnya hanya memproduksi batu bara jenis itu 400.000 ton per tahun. Kini permintaan melonjak setelah harga minyak dan batu bara berkalori tinggi meroket.Di pasaran, harga batu bara rendah kalori US$ 20-US$ 30 per ton. Batu bara rendah kalori ini, selain menghasilkan di bawah 5.000 kilokalori per kilogram, juga mengandung air 30%. Jenis ini lazim disebut batu bara muda. Sedangkan batu bara high grade menghasilkan kalori lebih dari 5.000, biasa juga disebut sebagai batu bara tua. Saat ini, harga batu bara tua sekitar US$ 50 per ton.Toh, biarpun permintaan batu bara muda saat ini meningkat, pasarnya lebih banyak hanya di dalam negeri. Itu pun tetap belum secerah batu bara tua. Maklum, batu bara muda punya kelemahan: mudah terbakar selama pengangkutan. Di Indonesia, kandungan batu bara muda hampir 70% dari 57 milyar ton total cadangan batu bara.Karena potensi batu bara muda di Indonesia begitu besar, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan pengkajian. Kajian diarahkan untuk mendayagunakan batu bara muda melalui proses pencairan. "Penelitian sudah dilakukan sejak 1994," kata Agus Salim Dasuki, Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Konversi dan Konservasi Energi BPPT.Ide itu, kata Agus, muncul karena kekhawatiran cadangan batu bara tua semakin menipis. Padahal, menunggu batu bara muda hingga menjadi tua perlu masa ratusan tahun. Setiap tahun, sekitar 130 juta ton batu bara tua dikeruk dari perut bumi Nusantara. Dengan jumlah batu bara tua yang 19 milyar ton, dalam 140 tahun ke depan, si tua bakal habis. "Kalau mesti beralih ke ke low grade, Indonesia sudah siap," katanya.Apalagi, menurut Agus, cadangan minyak mentah Indonesia diperkirakan habis 10 tahun lagi. Pemanfaatan batu bara muda menjadi strategis. BPPT menggandeng peneliti dari Jepang untuk menambah kemanfaatan dan harga jual batu bara muda. Penelitian dilakukan di Banko, Tanjung Enim, Sumatera Selatan.Batu bara muda bisa diubah menjadi briket, gas, bahan bakar cair, petrochemical, dan pembangkit listrik di mulut tambang. Fokus penelitian diarahkan ke pencairan batu bara muda menjadi pengganti bahan bakar minyak bumi. Selama empat tahun mereka meneliti modifikasi proses pencairan yang pas. Selain itu, tim peneliti juga mencari lokasi yang paling cocok untuk membangun pabrik pencairan batu bara.Hasilnya memuaskan. Proses pencairan dapat meningkatkan nilai ekonomi batu bara muda. Setiap ton batu bara muda bisa menghasilkan sekitar 4 barel batu bara cair pengganti bahan bakar minyak. Di pasaran, harga batu bara cair US$ 23-US$ 30 per barel. Lebih murah dibandingkan dengan harga minyak mentah yang kini US$ 40-US$ 50 per barel.Untuk menghasilkan nilai ekonomi tertinggi, lokasi paling baik untuk membangun pabrik batu bara cair adalah tepi pantai. "Kalau lokasi pabrik di pedalaman, akan boros di angkutan," kata Agus. Selisih biaya produksi batu bara cair pabrik di tepi pantai dengan pedalaman bisa mencapai US$ 6 per barel.Karena alasan itulah, penelitian dialihkan ke Asam-asam, Kalimantan Selatan, dan Berau, Kalimantan Timur, yang lokasi tambangnya di dekat pantai. Dari dua lokasi itu, BPPT memilih Berau sebagai fokus studi ke arah komersial. Membangun satu pabrik percontohan berkapasitas 6.000 ton per hari butuh biaya gede, US$ 1,358 juta. Tahap pertama akan dibangun dengan kapasitas separuhnya. Tahap kedua dilakukan pada 2014.Harapannya, pada 2020-2022 sudah ada tiga unit pabrik pencairan batu bara yang berdiri. Dari tiga unit pabrik itu, bisa dihasilkan 3,87 juta kiloliter bahan bakar cair pengganti minyak per tahun. Angka ini, kata Agus, akan memberikan kontribusi sekitar 10% dari total kebutuhan BBM sektor transportasi di Indonesia. Pada 2020, diperkirakan sektor transportasi bakal menyedot sekitar 272,8 juta barel, atau setara dengan 43 juta kiloliter BBM.Hatim Ilwan, dan Sawariyanto (Banjarmasin)

ARTICLE: Final assesment team of SOE' s CEO

Published in GATRA Weekly news magazine

EKONOMI & BISNISBUMN
Dari Tak Jelas Menjadi Kabur
Tim Penilai Akhir menjadi penentu nasib pimpinan BUMN. Dikhawatirkan menjadi alat kekuasaan. Wewenang Menneg BUMN diamputasi.

DIRUT Jamsostek Iwan P. Pontjowinoto termasuk pejabat yang beruntung. Ia dipilih Menteri Negara BUMN, Sugiharto, menduduki kursi dirut tanpa proses berbelit. Ibaratnya, Iwan, yang karibnya Sugiharto, masuk ke Jamsostek tanpa perlu mengetuk pintu. Meskipun perlawanan sempat muncul dari mantan direksi dan karyawan Jamsostek, kehendak Menteri BUMN tak terpatahkan.Tapi, di Bank Mandiri, langkah Sugiharto tersendat. Ribut-ribut menjelang Rapat Umum Pemegang Saham Bank Mandiri itu disambut presiden dan wakil presiden dengan beleid anyar yang mengatur pergantian pimpinan BUMN. Selasa pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggulirkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN. Inpres itu menyebutkan bahwa pergantian komisaris dan direksi BUMN harus melalui Tim Penilai Akhir (TPA).Menurut juru bicara presiden Andi Mallarangeng, ada lima instruksi yang tertuang di inpres baru itu. Selain instruksi standar seperti memperhatikan keahlian dan profesionalisme calon pejabat BUMN, ada sejumlah instruksi lain yang harus dipenuhi Menteri BUMN sebelum menujuk pejabat BUMN. Singkat kata, calon direksi dan komisaris BUMN ditentukan oleh TPA dengan melibatkan sejumlah pejabat negara. Pejabat yang dilibatkan bukan cuma presiden, wakil presiden, dan para menteri teknis yang terkait dengan bisnis BUM, melainkan juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Sekretaris Kabinet, dan Kepala Badan Intelijen Negara.Munculnya inpres yang mengatur suksesi BUMN itu, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk menghindari intervensi berbagai pihak. Dengan adanya TPA, "Tidak ada lagi deputi menteri, misalnya, yang bisa dengan gampang menitipkan nama untuk direksi BUMN," kata Wapres.Namun, di lain pihak, aturan anyar itu bisa diartikan untuk mengamputasi kekuasaan tunggal Kementerian BUMN terhadap perusahaan negara. Dengan munculnya inpres itu, kata Direktur Indef Fadhil Hasan, wewenang Menneg BUMN dalam pemilihan pimpinan BUMN makin ciut. Sebab Menneg BUMN hanya berhak mengusulkan, sedangkan keputusan akhir ada di tangan TPA. "Ini seperti keluar dari mulut ular masuk ke mulut singa," kata Fadhil.Soalnya, tak ada jaminan bahwa anggota TPA bebas KKN. Malah dikhawatirkan, inpres anyar itu menjadi alat partai berkuasa untuk mengintervensi BUMN. Kecurigaan itu muncul, karena pada dasarnya presiden dan wapres selaku pengendali TPA justru lahir dari rahim partai politik besar. "Kebijakan politis akan lebih menonjol dalam pemilihan direksi dan komisaris BUMN nanti," ungkap Fadhil.Padahal, Ketua Umum BUMN Watch H. Naldy Nazar menilai, kebobrokan BUMN selama ini justru akibat penjarahan sekelompok elite politik dan kekuasaan. "BUMN bak sumber mata air bagi partai politik maupun perorangan," katanya. Naldy pun tidak melihat kehadiran TPA sebagai solusi terbaik.Menurut dia, keberadaan tim di bawah kendali presiden itu malah menambah jalur birokrasi penentuan direksi dan komisaris BUMN. Selama ini, penentuan direksi BUMN cukup menempuh jalur RUPS dan keputusan Menneg BUMN. Setelah adanya inpres, penentu akhir calon pejabat BUMN untuk diajukan ke RUPS adalah TPA. "Justru yang paling penting adalah waktu fit and proper test," ujar Naldy.Dalam penyaringan awal itulah, kata Naldy, seharusnya dibuat peraturan yang jelas dan rinci tentang kriteria calon pimpinan BUMN. "Termasuk menjelaskan daftar kekayaan mereka," Naldy menambahkan. Menurut dia, ketidakjelasan tentang proses uji kelayakan dan kepatutan itulah yang selama ini menyebabkan proses semau gue dalam suksesi BUMN.Ia mencontohkan kasus penentuan direksi Garuda. Naldy mensinyalir, pelantikan Emir Syahsatar sebagai Dirut Garuda Indonesia tidak dijaring lewat uji kelayakan dan kepatutan. Agar kasus itu tak berulang, BUMN Watch berencana mengajukan usulan konsep transparansi sistem rekrutmen direksi dan komisaris BUMN kepada pemerintah.Jangan sampai ketidakjelasan uji kelayakan dan kepatutan itu semakin kabur setelah adanya TPA.
Heru Pamuji dan Heni Kurniasih

ARTICLE: Water Business (3)

Mereka yang Memetik UntungPENGALAMAN adalah guru terbaik. Pepatah itu mengilhami para pengelola PDAM Surabaya dan Tirtanadi, Medan. Belajar dari pengalaman, dua perusahaan daerah penghasil air bersih itu berhasil survive. Ketika saudara-saudaranya terjerembap dalam kerugian dan utang, dua perusahaan penghasil air bersih itu justru memetik untung.Tahun lalu, PDAM Surabaya meraup laba bersih Rp 48,9 milyar, naik 200% dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 16 milyar. "Termasuk laba terbesar dari seluruh PDAM di Indonesia," ungkap Pengkie Sugiho Pangestu, Direktur Utama PDAM Surabaya. Laba itu dipanen di tengah beban utang yang lumayan berat.Kepada Taufan Luko B. dari Gatra, Pengkie membeberkan kiatnya mendongkrak keuntungan. Selain pembenahan manajemen, PDAM Surabaya juga melakukan efisiensi tenaga kerja. Pengontrolan meteran air pelanggan, yang dulu diserahkan ke pihak ketiga, kini ditangani langsung oleh karyawan. Pekerjaan lain, yang sebelumnya juga diorder ke pihak lain, dipangkas habis. "Saya usir semua konsultan dan tenaga luar untuk penghematan biaya," kata Pengkie. Hasilnya terbukti bagus. PDAM berhasil menagih 97% tunggakan pelanggan.Jumlah pelanggan yang dilayani PDAM Surabaya mencapai 67% dari total populasi penduduk di ''kota buaya'' itu. Suplai air bersih mengandalkan instalasi dengan kapasitas produksi 8,5 meter kubik per detik. PDAM Surabaya juga berhasil mengurangi kebocoran air hingga 36,9% dari total kebocoran yang sebelumnya mencapai 40%.Prestasi juga diukir PDAM Tirtanadi, Medan. Dengan pelanggan sekitar 300.000, Tirtanadi menerapkan efisiensi tenaga kerja. "Rasio antara karyawan dan pelanggan mencapai 1 : 300," kata Nelson Parapat, Direktur Operasional PDAM Tirtanadi, yang juga Ketua Bidang Organisasi Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia. PDAM Medan juga tidak pernah menunggak utang. Kebocoran airnya pun tergolong rendah, hanya 20%."Tapi kami kesulitan meningkatkan investasi karena pemberlakukan tarif belum sepenuhnya berdasarkan biaya yang dikeluarkan," katanya. Mau tidak mau, menurut Nelson, pihaknya harus habis-habisan menerapkan efisiensi. Kata Nelson, perusahaannya bakal lebih sehat bila tarif air ditata kembali. Artinya, pelanggan siap-siap merogoh kocek lebih dalam.
Heru Pamuji dan Heni Kurniasih

ARTICLE: Water Business (2)

Published in GATRA weekly news magazine 26 / XI 14 Mei 2005
Pasien Kronis Bernama PDAMPerusahaan daerah air minum bak pasien kronis yang terus-menerus butuh bantuan pernapasan. Kebocoran mencapai separuh produksi. Perlu komitmen pemerintah.MARKUS Manek tampak jengkel. Dengan wajah tegang dan mata memerah, pria 38 tahun warga Kelurahan Kelapa Lima, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu terus memuntahkan caci maki. Kekesalannya tertuju ke pengelola perusahaan daerah air minum (PDAM) setempat. Pasalnya, penyuplai air bersih milik Pemda NTT itu hanya mengalirkan air ke rumahnya seminggu sekali. Itu pun dibatasi hanya dua jam. "PAM Kupang adalah perusahaan air mati," umpat Manek.Direktur Teknik PDAM Kupang Ali Nurawi mengakui, PDAM Kupang mengalami masalah sejak Januari lalu. Penyebabnya, curah hujan kian susut hingga debit air anjlok. Dari 22 sumber air PDAM Kupang, hanya 19 yang berfungsi. Itu pun dengan debit sangat kecil.Normalnya, pelanggan berhak mendapat jatah air 150 liter per jiwa per hari. Tetapi, saat ini, PDAM hanya sanggup mengirim rata-rata 3 liter per hari. "Kami ibarat pasien kronis yang diinjeksi pernapasan palsu," kata Ali kepada Antonius Un Taolin dari Gatra.Kondisi itu diperparah dengan kebocoran yang mencapai 30%, atau 153.483 meter kubik, per hari. Para konsumen sengaja membobol pipa karena kesulitan mendapatkan aliran air PDAM. "Petugas kami tak bisa berbuat banyak karena pembobolan dilakukan malam hari," katanya.Cerita suram tentang bisnis air juga terjadi di daerah lain. Misalnya PDAM Tirta Siak yang melayani kota Pekanbaru, Riau. Biaya tinggi untuk menyuling air gambut yang disedot dari Sungai Siak membuat Tirta limbung. Menurut Indra Gani, pimpinan Tirta Siak, diperlukan dana Rp 1,2 milyar untuk biaya penyulingan dan operasional per bulan.Celakanya, untuk menutup biaya produksi air itu, PDAM Tirta tak bisa mematok harga sepadan. Menurut Indra, tarif ideal PDAM Tirta adalah Rp 4.000 per meter kubik. Tapi, dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat, tarif air hanya dipatok Rp 1.500 per meter kubik. "Setiap bulan kami menanggung rugi setengah milyar rupiah," kata Indra kepada Abdul Aziz dari Gatra.Selama ini, Tirta hanya mampu memproduksi air rata-rata 400 liter per detik. "Jumlah itu hanya mencukupi 20% dari total penduduk Pekanbaru yang 700.000 jiwa," ujar Indra.Belakangan, persoalan yang dihadapi Indra bertambah. Saban hari, ada saja laporan tentang kebocoran pipa. Idra mengakui, sejak Tirta Siak beroperasi 33 tahun silam, pipa saluran tak pernah diremajakan. "Jangankan peremajaan, bayar gaji karyawan yang berjumlah 180 orang saja sudah ngos-ngosan," ungkapnya.Persoalan serupa dihadapi PDAM Tirta Musi, Palembang. Padahal, perusahaan ini menyedot air dari Sungai Musi yang tak pernah kering sepanjang masa. Sudah satu dekade Tirta Musi selalu kekurangan dalam memasok kebutuhan air seluruh warga kota Palembang yang berpenduduk 3 juta jiwa. Parahnya, pelanggan memboikot pembayaran lantaran tak dilayani dengan baik.Menurut Kepala Humas PDAM Tirta Musi, Yos Ruswandi Ilyas, hampir separuh dari sekitar 98.000 pelanggan Tirta Musi menunggak pembayaran. Belum lagi, separuh dari seluruh meteran di rumah-rumah pelanggan sudah rusak. Pencurian air tak juga berkurang. "Ada beberapa penadah ilegal," kata Ruswandi kepada Noverta Salyadi dari Gatra. Separuh dari produksi Tirta Musi yang mencapai 2.870 liter per detik mengucur di luar keran pelanggan resmi.Padahal, PDAM di ''kota seribu sungai" itu pernah tercatat sebagai pemasok air bersih terbaik di Indonesia pada 1978. Kini Tirta Musi menunggak utang hingga Rp 58,2 milyar. Untuk menambal utang tersebut, pemerintah kota mengupayakan konversi utang. "Pemerintah pusat perlu menghapuskan bunga utang dan biaya-biaya serta denda administrasi agar BUMD ini menjadi sehat," ujar kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Palembang, Husni Thamrin.Belitan masalah kebocoran, utang, dan kesulitan mendapat air baku terjadi hampir di seluruh PDAM. Di Jawa yang padat penduduk, suplai air bersih dari PDAM juga tak lancar. PDAM Kota Semarang, misalnya, menurut direktur utamanya, Agus Sutyoso, mengalami kebocoran hingga separuh dari produksi.Kebocoran justru terjadi akibat produksi yang tak seimbang dengan perkembangan jaringan. "Sistem ini menimbulkan tekanan ekstrem pada pipa hingga rawan bocor," ungkap Agus. Untuk mengatasi masalah itu, PDAM Semarang menerapkan sistem penggiliran aliran air.Tapi persoalan belum selesai karena, menurut Agus, perusahaannya juga menghadapi masalah penurunan kualitas air. Paduan masalah itu ujung-ujungnya membuat pihaknya serba salah ketika menagih pembayaran pada pelanggan yang menunggak. "Kami tidak bisa tegas karena pelayanan kami masih lemah," katanya.Toh, Agus tak mau begitu saja disalahkan sebagai biang kerok jebloknya pelayanan PDAM. Ia malah menunjuk komitmen pemerintah pusat yang menjadi penyebab utama mandeknya bisnis pengolahan air. Contohnya masalah alokasi dana APBN.Hingga kini, seluruh bantuan yang diberikan pemerintah pusat ke PDAM berwujud utang. Akibatnya mudah ditebak, utang kian menumpuk. "PDAM Kota Semarang menunggak utang hingga Rp 358 milyar kepada enam lembaga keuangan dunia," katanya kepada Imung Yuniardi dari Gatra.Ada kesan, pemerintah akan menggelontorkan dana bila kondisi PDAM sehat. Menurut Agus, kebijakan itu tidak masuk akal. "Untuk menjadi sehat, kami butuh dana segar, bukan disuntik dengan utang yang makin menambah beban," Agus mengeluh.Buruknya kesehatan sebagian besar PDAM diakui Ketua Bidang Organisasi Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia, Nelson Parapat. Menurut dia, dari 306 PDAM di seluruh Indonesia, hanya 10% yang sehat. Selebihnya hidup enggan, mati pun tak mau.Total utang PDAM ke pemerintah mencapai Rp 5,3 trilyun. Sebagian besar digunakan untuk perluasan jaringan dan penambahan instalasi. Kata Nelson, untuk bisa bernapas tanpa tersengal-sengal, PDAM butuh suntikan fulus. Namun, menurut dia, pemerintah enggan mengucurkan pinjaman baru sebelum utang lama dibayar.

Heru Pamuji dan Heni Kurniasih

ARTICLE: Water Business in Indonesia

Published in GATRA weekly news magazine 26 / XI 14 Mei 2005

JEJAK
Berharap Utang Mengalir Untung

Pemerintah menawarkan 22 proyek air bersih kepada swasta di 10 provinsi. Minat investor di bisnis air ternyata membludak. Tapi cuma sedikit perusahaan daerah air minum yang bisa meraup laba. Di beberapa perumahan berkelas sudah dibangun jaringan dan pengolahan air secara mandiri. Kenapa di sana bisa lebih murah?

KEBERADAANNYA sangat menentukan kehidupan di muka bumi. Tapi, semakin hari, kualitas dan kuantitasnya kian mengkhawatirkan. Berbagai pernyataan bernada gundah bergema ketika seluruh jagat memperingati Hari Air Dunia ke-13, Kamis pekan lalu. Diperkirakan, air bersih akan makin langka di masa mendatang.Kegundahan juga tampak dalam sambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat mencanangkan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air di Istana Negara. "Pertambahan penduduk, penebangan liar, dan makin tipisnya lahan untuk menampung air merupakan ancaman serius ketersediaan air di masa sekarang dan depan," ujarnya.Celakanya, kelangkaan air kerap memperberat beban rakyat pedesaan. Di Gunung Kidul, Yogyakarta, harga air minum tiga-empat kali lipat dibandingkan dengan harga air minum di Jakarta. Beberapa daerah lainnya yang juga bermasalah adalah Kebumen Selatan, Wates, Bantul, Wonosari, Wonogiri, Trenggalek, dan Tulungagung. Presiden memerintahkan Departemen Pekerjaan Umum di tingkat pusat dan daerah merumuskan langkah terpadu untuk mengelola air bersih.Program pembenahan pengelolaan air bersih sebenarnya sudah menjadi agenda pemerintahan Yudhoyono. Pada Infrastructure Summit di Jakarta, Januari lalu, pemerintah menawarkan 24 proyek pengolahan, pengadaan, dan pengelolaan air di 10 provinsi. Nilai investasinya mencapai Rp 3,6 trilyun lebih (lihat tabel).Akhir Maret lalu, juga digelar pameran tentang pengelolaan air bersih. Pameran bertajuk "Indowater" itu diadakan di Jakarta Convention Center. Minat investor ternyata cukup besar. Peserta pameran berasal dari dalam negeri dan mancanegara, sekitar 150 perusahaan. Dari dalam negeri, tampak Cipta Kencana, Cahaya Mandiri, Bangun Cipta, dan Tirtatama. Sedangkan dari luar negeri, hadir seperti Ondeo (Lyonesse) Ascal-Bangun Cipta, Run Hill, Darco, Metito, dan Trente.Dalam pameran itu, penyelenggara juga menggelar seminar tentang potensi bisnis air di Indonesia. Pihak Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) memaparkan data tentang pengelolaan air bersih di Tanah Air. Data menunjukkan, dari 306 perusahaan daerah air minum (PDAM), ternyata 90% merugi. Utang PDAM ke pemerintah melambung hingga Rp 5,3 trilyun.Data mengenaskan itu justru ''menggembirakan'' buat investor. Banyaknya PDAM yang merugi menunjukkan bahwa pengelolaan air di Indonesia belum profesional. Setidaknya, ini ditunjukkan oleh angka kebocoran yang rata-rata mencapai 40%. ''Selain itu, sumber daya manusia juga tidak memadai,'' kata Nelson Parapat, Ketua Bidang Organisasi Perpamsi. Jika kebocoran bisa diatasi, bisnis air mestinya menguntungkan. Dengan pengalaman dan teknologi, investor dari luar negeri diharapkan bisa mengubah utang menjadi untung.Pemerintah menganggap investor asing bisa membereskan bisnis air ini. Sebab soal dana dan teknologi menjadi kendala selama ini. Menurut perkiraan, untuk memperbesar debit air bersih di Indonesia, dibutuh dana sekitar Rp 45 trilyun. Uang sebanyak itu tidak mungkin semua disediakan oleh pemerintah. Saat ini, pemerintah hanya bisa mengeluarkan investasi di bidang pengolahan air sebesar Rp 500 milyar per tahun. Dengan uang sebesar itu, bisa dihitung berapa lama persoalan air bersih buat penduduk itu akan beres.Dengan menyertakan asing, pemerintah menargetkan, 10 tahun mendatang, semua masalah pengelolaan air bersih di kota-besar bisa kelar. ''Untuk itu, per tahun pemerintah mesti mengeluarkan Rp 4,5 trilyun,'' kata Patana Rantetobing, Dirjen Tata Perkotaan dan Pedesaan, Departemen Pekerjaan Umum.Menanggapi tawaran pemerintah itu, investor masih menghitung-hitung dulu. Lyonesse, perusahaan asal Prancis, yang sudah punya proyek di Jakarta dan Medan, masih pikir-pikir untuk memperluas bisnisnya di kota lain. ''Saya stabilkan dulu di Jakarta, baru cari proyek lain,'' kata Bernard Lafrogne, Wakil Presiden Lyonesse Indonesia.Lyonesse punya pengalaman tidak menyenangkan selama di Indonesia. Kerja samanya dengan PAM Jaya di PT Palyja ternyata penuh gejolak. Beberapa karyawan tidak setuju dengan kehadiran Lyonesse. ''Ini akibat program yang dipaksakan dari atas. Karyawan digaji Palyja, tapi mereka tetap karyawan PAM,'' kata Lafrogne.Meskipun persoalan internal itu kini sudah teratasi, citra perusahaan yang telanjur babak belur belum tersembuhkan. Tujuh tahun kerja sama Lyonesse-PAM Jaya, namun keluhan soal air bersih di Jakarta tak kunjung surut. "Karena yang nongol di koran adalah mereka yang belum terlayani air bersih,'' ujar Lafrogne.Lyonesse datang ke Indonesia pada 1998. Sebagai garapannya, Palyja mendapat jatah Jakarta bagian barat. Sedangkan untuk bagian timur, PAM Jaya berkerja sama dengan Thames, investor asal Inggris. Model kerja sama yang digunakan adalah konsensi. Palyja mengurus bisnis dari hulu hingga hilir. Dari mengolah air sampai menyalurkannya ke pelanggan.Sejauh ini, Lafrogne mengaku, Lyonesse sudah mengeluarkan dana investasi hingga Rp 800 milyar. Selain untuk membangun jaringan baru, dana itu juga digunakan untuk membenahi pipa-pipa yang sudah usang. Saat ini, Palyja sedang merancang instalasi ke daerah-daerah penduduk Jakarta yang relatif miskin. Harapannya, celaan terhadap kualitas air ledeng di Ibu Kota bisa berkurang.Untuk tiga tahun mendatang, Palyja akan menginvestasikan Rp 600 milyar. Targetnya, menambah pelanggan sebanyak 100.000. Sekarang pelanggan Palyja baru 360.000 orang. Biaya terbesar adalah untuk merehabilitasi pipa yang sudah tua. Misalnya, di Pejompongan, pipanya sudah berumur setengah abad, peninggalan Belanda.Investasi yang tinggi itu membuat biaya produksi relatif mahal. Sayangnya, tidak mudah bagi Palyja untuk menaikkan tarif begitu saja. Saat ini, tarif untuk rumah tangga hanya Rp 500 per meter kubik. Sedangkan hotel dan industri sebesar Rp 7.500 untuk jumlah yang sama. ''Sudah tiga tahun ini Gubernur Jakarta tidak mengizinkan kenaikan tarif. Jadi, break even point-nya masih jauh,'' kata Lafrogne.Yang paling sulit diatasi sampai sekarang adalah soal kebocoran. Dewasa ini, kucuran air bersih yang lenyap di seantero Jakarta mencapai 46%. Palyja punya target menurunkan tingkat kebocoran menjadi hanya 20%. Karena itu, Palyja menunjuk direktur yang khusus menangani air bocor ini. "Banyak sekali pengguna air ilegal di Jakarta yang harus diburu," tutur Lafrogne.Pengalaman Lyonesse di Medan bisa menjadi acuan untuk menekan kebocoran itu. Di ibu kota Provinsi Sumatera Utara itu, Lyonesse menggandeng PDAM Tirtanadi, Medan. ''Kami berhasil menekan kebocoran sampai 20%,'' kata Sjahril Effendy Pasaribu, Direktur Utama PDAM Tirtanadi. Sebenarnya bisa saja angka kebocoran itu ditekan lebih rendah lagi. Tapi itu tak dilakukan, lantaran ongkosnya bisa lebih mahal ketimbang nilai air yang diselamatkan. "Kebocoran 20% itu masih dapat ditoleransi," kata Sjahril.Menurut Sjahril, kebocoran akibat kerusakan pipa sebenarnya hanya 9%. Yang lebih besar adalah kebocoran administrasi. "Terutama dari pencatatan meteran air," ujarnya. Untuk menekan kebocoran tadi, PDAM Tirtanadi membagi Medan menjadi 10 wilayah pemantauan. "Pencatat meteran per hari harus bisa mencatat 180 pelanggan. Dengan cara ini, bisa dipantau kebocorannya,'' katanya lagi.Sekitar 90% pelanggan utama Tirtanadi adalah rumah tangga. Harga jual rata-rata mencapai Rp 1.500 per meter kubik, sementara biaya pokok Rp 900. Pantaslah kalau tahun ini Tirtanadi sudah impas. Padahal, masa kontraknya dengan Lyonesse masih 20 tahun lagi.Dalam setahun, Tirtanadi setidaknya menghasilkan Rp 50 milyar. Setengahnya disetor ke Pemerintah Daerah Sumatera Utara. Besar keuntungan ini terbilang bagus, karena per tahunnya Tirtanadi mesti mencicil utang hingga Rp 18 milyar. Antara lain ke Departemen Keuangan dan Bank Pembangunan Asia.Segarnya bisnis air bersih juga dirasakan investor di Batam. Di sana ada Cascal BV, perusahaan asal Inggris yang memasok air bersih sejak 1995. Cascal bekerja sama dengan Bangun Cipta Kontraktor. Setelah bergabung, kedua perusahaan itu membentuk PT Adhya Tirta Batam. Komposisi sahamnya masing-masing 50%.Karena Batam tidak memiliki mata air yang cukup, pasokan sumber air baku juga dengan mengandalkan curah hujan. Untuk menampung air dari langit, Otorita Batam membangun enam waduk. Secara teoretis, air dari waduk-waduk itu bisa melayani 1 juta penduduk. Saat ini, ada 600.000 orang di Batam, sehingga kekurangan air akan terjadi sekitar tahun 2012.Dengan total investasi Rp 176,6 milyar, Adhya Tirta mampu melayani 90.000 pelanggan, 88% di antaranya adalah rumah tangga. Ketika baru masuk, perusahaan ini baru menghasilkan 600 liter per detik. Sekarang sudah tiga kali lipat lebih. Tarif untuk rumah tangga Rp 650 per meter kubik. Sedangkan untuk industri Rp 10.000. "Lebih murah daripada di Singapura yang tarifnya sekitar Rp 12.000,'' kata Pieter Tobing, Direktur Komersial Adhya Tirta, kepada Indra Abdi dari Gatra.Berbagai pengalaman sejumlah perusahaan asing itu menunjukkan, bisnis air di Indonesia bisa menguntungkan kalau ditangani dengan benar. Itulah sebabnya, pemerintah menganggap bisnis air di Indonesia pantas ditawarkan ke perusahaan asing.Rencana itu didukung pemerintah daerah dengan sukacita. Misalnya, Surakarta, Jawa Tengah, menawarkan proyek Surakarta-Sukoharjo Water Supply. Air akan diambil dari Bendungan Colo atau Bengawan Solo. ''Nilai proyek sekitar Rp 54 milyar,'' kata Teguh Sri Mulyono, Kepala Bagian Sekretariat PDAM Surakarta.Rencananya, proyek itu akan melayani pelanggan di daerah Sukoharjo dan Surakarta. Dalam pemenuhan produksi, PDAM Surakarta memang kesulitan mendapat pasokan air. PDAM Surakarta hanya mengambil air dari daerah Cokro, Klaten, dengan kapasitas 400 liter per detik. Selain itu, PDAM Surakarta memperoleh bahan baku dari air tanah. "Kami punya 22 sumur dalam, dengan pasokan 20 liter per detik," papar Teguh.Pelayanan PDAM Surakarta saat ini sudah bisa dinikmati sekitar 52.000 pelanggan di wilayah Solo dan sekitarnya. Itu setara dengan 56% dari potensi pelanggan yang ada. Sampai 2010, ditargetkan bisa melayani 80%.Namun ada juga pihak yang khawatir dengan rencana swastanisasi pengelolaan air. ''Secara alamiah, swasta selalu berusaha untung besar," kata Nila Ardhianie dari Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air. Menurut dia, kalau air dipakai untuk cari untung, akibatnya rakyat bakal susah. "Seharusnya peran negara lebih dominan. Swasta boleh berperan, misalnya, hanya dalam pencatatan meter air,'' ujar Nila. Ia menunjuk kenyataan, meski air dipegang swasta di Jakarta, rakyat miskin tetap tidak terlayani.Nila curiga, para pemodal swasta asing itu berada di belakang Bank Dunia untuk menguasai bisnis air di Indonesia. Selesai menggarap perkotaan, ia mensinyalir, Bank Dunia bakal mengarahkan pemerintah agar melaksanakan swastanisasi air di pedesaan. Kata Nila, kecenderungan itu terungkap dalam pertemuan "Water Week 2005" di markas Bank Dunia di Washington, DC, Amerika Serikat, Maret lalu. "Mereka bakal masuk dari pengelohan air bersih sampai sistem irigasi," kata Nila kepada Eric Samantha dari Gatra.

Rihad Wiranto, Heni Kurniasih, Imung Yuniardi, dan Mukhlison S. Widodo


Proyek Pengolahan dan Pasokan Air yang Ditawarkan Kepada Investor
Proyek
Kapasitas (liter/detik)
Perkiraan Biaya (US$ juta)
Duri (Riau)
250
15
Dumai (Riau)
110
4
Tanjung Pinang (Bangka-Belitung)
110
5
Cileduk (Banten)
400
13
Cengkareng (Banten)
500
25
Ciparen (Banten)
500
50
Sepatan (Banten)
350
12
Pondok Gede (Jawa Barat)
250
9
Cikarang (Jawa Barat)
250
7,5
Jatinangor (Jawa Barat)
100
3,5
Cirebon (Jawa Barat)
225
5
Peningkatan Pengolahan Air Kali Garang (Jawa Tengah)
400-600
5
Air Baku Semarang (Jawa Tengah)
2500
15
Semarang Timur (Jawa Tengah)
1250
15
Semarang (Jawa Tengah)
1000
15
Tegal (Jawa Tengah)
100
2,5
Surakarta-Sukoharjo (Jawa Tengah)
300
5
Yogyakarta (DI Yogyakarta)
2000
45
Menganti (Jawa Timur)
120
4
Karang Pilang IV (Jawa Timur)
2000
25
Umbulan (Jawa Timur)
4000
90
Banjarmasin (Kalimantan Selatan)
400
5
Samarinda (Kalimantan Timur)
400
5
Manado (Sulawesi Selatan)
400
5
Boleh Ngebor Kalau NgadatSEJAK ketuk palu setahun silam, kontroversi tak kunjung henti. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah pasal disoal. Toh, hingga Selasa pekan lalu, silang sengketa belum kelar juga. "Masih ramai itu," kata sumber Gatra di MK.Makhluk yang bikin mumet MK adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Tidak tanggung-tanggung, 16 LSM mengajukan permohonan judicial review. Mereka menganggap sejumlah pasal berlawanan dengan UUD 1945. Pasal yang menentang itu adalah Pasal 40, 41, dan 45. Total persoalan yang muncul dalam judicial review Sumber Daya Air ada 26 item. "Untuk memutuskan harus jadi satu kesatuan," katanya.Mereka menilai pasal itu mengizinkan campur tangan swasta bukan hanya dalam bentuk penyediaan air minum. Juga memberi kesempatan partikelir mengelolaan sumber-sumber air dan penyediaan air baku bagi irigasi pertanian. UU Sumber Daya Air juga tidak memberi batas kepemilikan swasta, termasuk swasta asing, dalam sektor pengelolaan air.Untuk itu, pemohon meminta agar MK menyatakan beleid itu bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Mereka juga meminta MK mencabut undang-undang itu dari Lembaran Negara.Gugatan itu pun merembet tidak hanya soal muatan, juga proses pembuatan undang-undang tersebut. Yang menyoal proses kelahiran orok beleid itu, di antaranya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Mereka menganggap prosedur pengesahan UU Sumber Daya Air mengangkangi UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, serta Tata Tertib DPR.Menurut Longgena Ginting, Direktur Eksekutif Walhi, penetapan RUU menjadi UU di dewan mengandung kelemahan. Pernyataan Ginting itu mengacu pada Pasal 192 Tata Tertib DPR. "Harusnya lewat voting dan bukan musyawarah mufakat," katanya. Mufakat sah jika rapat dihadiri anggota dan unsur fraksi, serta yang terpenting disetujui oleh semua yang hadir. Sedangkan fakta menunjukkan, terdapat beberapa fraksi dan anggota DPR yang menolak pengesahan tersebut.M. Basuki Hadimuljono, Direktur Jenderal Sumber Daya Air, mengatakan bahwa UU Sumber Daya Air tidak mengatur swastanisasi air. Beleid itu hanya mengatur hak pakai dan hak guna usaha. Hak pakai air untuk kebutuhan pokok sehari-hari otomatis diberikan izinnya. "Alias tidak pakai izin," katanya.Sedangkan hak guna usaha harus melalui tahapan yang ketat. Harus melihat pola alokasi airnya. "Apakah alokasinya memadai?" katanya. Penentuan alokasi air harus melibatkan masyarakat lewat rembuk desa dan wajib menjaga kelestarian sumber air. "Jika satu tahapan dilanggar, izinnya dicabut serta-merta," ia menegaskan.Meski sudah ada pembedaan hak pakai dengan hak guna usaha, toh judicial review tetap bergulir. Tapi, lantaran masih ngendon di MK, regulasi air masih diatur masing-masing daerah. Di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, misalnya, penggunaan air tanah mengacu pada keputusan gubernur tentang petunjuk pelaksanaan pemungutan pajak air tanah.Peni Susanti, Kepala Dinas Provinsi DKI, mengatakan bahwa hingga saat ini pemanfaatan air tanah masih dalam tahap kewajaran. Dari pemakaian maksimal yang diizinkan Dinas Pertambangan, sekitar 6,3 juta meter kubik per bulan, baru digunakan 0,9 juta meter kubik. "Pemakaian air tanah untuk hotel dan perusahaan hanya untuk cadangan," katanya.Pasokan utama tetap menggunakan air dari PAM Jaya. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Tanah dan Air Permukaan hanya memberikan izin pemakaian 100 meter kubik per hari. "Penggunaannya, jika air PAM tidak mencukupi atau air PAM ada gangguan," katanya.Izin untuk mengebor hanya keluar setelah hotel atau badan usaha berembuk dengan PAM. Jika PAM tak sanggup, barulah keluar izin untuk mengebor air tanah pada kedalaman lebih dari 40 meter. Jika PAM sanggup, masih boleh membikin sumur bor, tapi hanya sebuah.Badan usaha yang mengandalkan sumur bor bisa memiliki lebih dari satu sumur. Namun, berdasarkan peraturan, masing-masing sumur harus beda kedalaman. "Sehingga posisi air yang diambil tidak sama," kata Zubaidi T.P., Seksi Pemanfaatan Air Tanah, Dinas Pertambangan DKI. Kedalaman sumur ditentukan pihak Pemda DKI. Banyaknya air yang dipompa 75% dari debit maksimal sumber air. "Ini untuk menjaga keamanan pasokan," katanya.
Rohmat Haryadi, Elmy Diah Larasati, Rahman Mulya, dan Mukhlison S. Widodo

ARTICLEDRAFT: Pertamina Assets Review

Menteri Purnomo Yusgiantoro, ditemui GATRA usai acara Masyarakat Hukum Energi kamis lalu menyatakan penilaian asset Pertamina sudah final.

“Alhamdulilah sudah selesai semua. Departemen Keuangan, Departemen Energi, BP MIgas, Pertamina, juga sudah,” katanya. “Sudah teken semua. Sepakat,” katanya.

Apa ESDM menerima begitu saja hasil review Ditjen pajak? “Setelah direview sama direktorat jenderal pajak. Kemudian dikita ada beberapa item yang kemudian berbeda kita cek lagi ke lapangan, persepsinya kita samakan, kemudian keluarlah 124,63 itu tadi,” katanya.

Yang berbeda antara ESDM dengan Ditjen Pajak, terutama mengenai apa? “Ada 1172 item. Kebanyakan mengenai asset tetap, ada tanah. Misalnya ada pipa diatas tanah ini, tanah ini kan diteliti dulu apakah disewakan atau dibebaskan atau bagaimana, ini kan merubah harga asset. Seperti itu dicek ulang,” katanya.

Kan nilainya dibawah hasil penilaian sebelumnya? Kok percaya begitu saja?
“Kita positif thinking lah,” katanya.

Sekjen Departemen ESDM, Luluk Sumiarso lah yang mewakili menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dalam menandatangani persetujuan pemerintah atas hasil review Ditjen Pajak.

Dalam wawancara dengan GATRA di kantornya, Jl. Merdeka Selatan, kamis, 12 mei lalu Luluk menjelaskan persoalan ini.

“Ada hasil penilaian Ujatex tahun 2002. Hasil penilaian ini direview oleh Ditjen Pajak. Alasan untuk menjustifikasi ini direview, bukan wewenang saya untuk menjawab,” katanya.

“Tetapi intinya, ada alasan bahwa kalau ini dibolehkan review. Ada kode etik diantara mereka, aturan penilaian itu. Konon kalau hasilnya plus minus 10 %, itu boleh,” ujar Luluk.

“Mereka sudah melakukan review, ketemu angka. Bunyi Pasal 3 ayat 3, aturan Pertamina, bahwa nanti fixed asset ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Menteri ESDM. Angka ini nantinya dipakai untuk menetapkan modal awal,”katanya.

Yang sekarang ini ada , adalah yang disebut modal sementara. Ia mengumpamakan angka yang dipakai, misalnya 100 triliun. Modal awal yang ditetapkan nantinya, bukanlah dari angka review Ditjen pajak saja. Perhitungan modal awal adalah fixed asset ditambah financial asset, dikurangi liabilitas (kewajiban-kewajibannya). Fixed asset ini hasil kesepakatan bersama Depkeu, ESDM, BPMIgas, pertamina, dll jumlahnya 124,63 triliun.

Sementara yang belum dihitung oleh Ditjen pajak diantaranya adalah persediaan BBM dan deposito Pertamina. “Pokoknya diluar asset tetap seperti tanah dan bangunan,” kata Luluk.

Setelah diketemukan modal awal senilai X, misalnya 95 miliar, ada mekanisme RUPS di bawah wewenang Menkeu. Nantinya diputuskan apakah modal pemerintah akan sebesar 100 T dengan menambah 5 trilun ataukah modal pemerintah tetap senilai 95 triliun itu. “Itu ada mekanismenya RUPS, mekanismenya Menkeu lah,” kata Luluk.

“Jika ternyata angkanya lebih, terserah menteri keuangan, apakah mau tetap 100 atau dirubah jadi 105,” ujarnya.

Bagaimana pembagiannya dalam pemerintah, sekarang ini tengah dibahas antara Menkeu dengan Menteri ESDM. Dari hasil audit ada ribuan item yang terdaftar. “Misalnya LNG Arun dan Bontang mau dikelola siapa. Itu domainnya dua orang menteri itu,” ujar Luluk.

“Angkanya OK, tetapi yang ke Pertamina berapa, BP migas berapa, biar dua orang ini yang ngatur,” katanya.

Perhitungan akhir asset tetap Pertamina yang telah disetujui pemerintah adalah 124, 63 triliun. “termasuk LNG ARun dan Badak. Termasuk anak perusahaannya,” kata Luluk. Nilai tersebut belum termasuk nilai aktiva finansialnya.

Apakah menurut ESDM angka tersebut sudah rasional? “Kita kan bukan ahli. Kalau ini sudah diserahkan ahlinya, satu ujatek satu Pajak kan sudah,” kata Luluk.

Ketika didesak mengapa angkanya terlalu kecil, Luluk mengelak. “Saya bukan berkompeten. Yang bisa ngomong bedak itu bagus itu tukang bedak,” katanya.

“Bukan kompetensi kami untuk menilai itu. Sudah ada lembaga independent Ujatek menilai itu. Sudah ada dari Pajak. Angkanya dari kaca obyektik OK,” katanya. “kita nggak melihat itu. Tetapi yang ngomong ini kemana itu kemana dua orang itu,” kata Luluk.

Kapan akan selesai, Luluk hanya menyatakan secepatnya. Luluk mengatkan kedua menteri itu kemungkinan sudah membicarakan ini. “Siapa tahu sudah omong-omongan. Kita masing-masing sudah saling lapor,” katanya.

Pengesahan hasilnya sendiri sudah dilakukan pekan lalu. “Waktu itu sudah dijelaskan oleh menteri keuangan. Karerna menteri ESDM nggak bisa hadir, saya mewakili disana. Ditjen Pajak juga datang bersama timnya,” katanya.

ENERGY: Importance of Energy Law- Minister Purnomo

PURNOMO YUSGIANTORO-Usai Rapat Kabinet 12 mei 2005, kamis

Usai rapat kabinet soal darurat sipil Aceh. Masih membahas APBN-P dengan komisi VII yang akan dipimpin pak Gusman.

Masalah hukum energi. Ada beberapa hal yang saya ingin sampaikan sehingga saya ingin hadir di tempat ini. Pembentukan Masyarakat Hukum Energi.

Ke depan ini, tantangannya makin besar. Kadang saya berpikir kenapa ke depan kita makin susah. Salahs atunya adalah amslah hokum makin mencuat. Dan di departemen ini snagat syarat dnegan permasalahan hokum. Bahkan tadis aya sudah dengar produk hokum dans ebagainya saya ingin masuk dalam hokum praktis. Masalah yang terkait dnegan legal certainty, contract certainty. Itu yangs elalu menghantui saya sebagai menteri, sehingga kadangkala saya dalam emmbuat keputusan untuk mendpaat backup dari legal adviser. Contohnya ketika presiden menetapkan bahwa tiap menteri (untu menteri politik) diizinkan mengangkat 3 staf khusus, saya pada pak sekjen bilang kepingin satu staf khusus saya ahli di bidang hokum. Kita sudah punya produk UU dsbnya.

Banyak masalah hokum yangs aya hadapi ternyata makin lama makin berkembang. Ada masalah Adaro, ada masalah divestasi KPC yang harus dituntaskan. Belum ada satu cerita waktu itu kita meninjau ke nabire. Presiden dan beberapa menteri hadir disana. Pada suatu makan pagi, salahs eorang rekan menteri bilang Pak Purnomo itu kontrak Freeport diberhentikan saja. Kneapa pak? Freeport itu tidak pernah melaporkan produksi emasnya. Yang dilaporkan hanya produksi tembaga saja. ITu kan merugikan negara.

Saya mengatakan bahwa produksi Freeport, diawasi oleh tiga institusi, pemerintah, pemerintah daerah, juga dari Freeport snediri. Pemerintah daerah bayar Sucofindo untuk ngawasi produksi Freeport.

Tiba-tiba presiden kita bilang. Pak Menteri X, kontrak yang sudah diteken itu nggak bisa dibatalin. Saya senang juga. Dalam otak saya berpikir. Kontrak yang dibikin 25 tahun lalu, kemudian ada dinamika yang berkembang. Kontrak-kontrak dis ektor kami, migas, pertambangan dan listrik itu kontrak yang 20-30 tahun lalu. Ada dinamika yang berkembang. Rezim berganti, bukan tidak mungkin aturan juga berganti, dinamika berganti, lantas apakah kontrak ini juga bisa diubah?

SEmentara kalangan bilang ini kesucian kontrak. Kalau tidak ada legal certainty, mana mau investor datang. Ujung-ujungnya ada kepentingan ekonomi, hukum. Dan kepentingan praktis. Ini yang nyata-nyata dihadapi. Ini mengganggu saya. Disatu sisi bahwa kehadiran perusahaan selama 20-30 tahun emstinya untuk memberikan kemakmuran pada amsyarakat. Tapi ternyata sementara kalangan mengatakan tidak.

Kontrak bisa dirubah kalau kedua belah pihaks etuju untuk dirubah. Kecuali ada KKN, ada amsalah-masalah itu lain soal. Contoh Otonomi daerah. Itu dinamika yang berekmbang. Founding father kita wkatu menaikkan kontrak-kontrak itu tahun 1980-an, terbersit bahwa tahun 2001 akan ada otonomi daerah.

Sekarang ini modus operandinya, kalau mau batalkan kontrak itu simple. Blok dulu konsesi itu. Saya sudah menemukan sekitar 10-15 bupati modelnya konsesinya diblok dulu saja. Didemo atau diapain, kirim surat ke menterinya. Menteri ada ini..ini ini… Dan memang yang dihadapi di beberapa daerah, kontrak itu diberik 40000 ha, 60000 ha dan pada waktu itu hanya masuk dalam satu provinsi. Sekarang sudah jadi 3-4 provinsi.

Kalau sudah diblok begitu, memaksa kita duduk dalam meja perundingan. Pada waktu duduk di meja perundingan, disitulah kesempatannya kntrak harus dirubah. Persyaratan. Kewajiban dan hak tertuang dalam kontrak harus diruubah. Apakah cara-cara seperti ini, saya nggak tahu bagaimana .ini apakah hukumnya harus dijalankan bahwa pejabat daerah ini tidak boleh emlakukan tindakan anarkis, ataukah kenyataannya dinamika lapangan itu yang terjadi. Dan itu akan terjadi terus-terusan. Di Koran sudah ada kasus dimana menara pnegeboran petrochina tidak boleh mengebor di daerah cepu. Ujung-ujungnya itu karena pemerintah daerah emminta bagian share, participating interest 10 %. Akhirnya kalau dipaksa begitu kita mesti duduk di meja perundingan. Tetapi tren praktek ini memang terjadi.

Ada kasus kecil. Ada kasus besar. Ambalat itus ecara yuridiksi punya pemerintah Indonesia. Dulu dibor sama Shell…ini off the record…ada wartawan…kita setip lah.

Anyway ada beberapa kasus. Tetapi legal certainty dan contract certainty itu emngganggu saya. Itu memberikan kegamangan bagi saya snediri untuk menaikkan kontrak.

Contohnya, beberapa kontrak diizinkan oleh UU dan PP untuk dilakukan. Contohnya yang simple saja, kontrak konsesi, kontrak upstream dan downstream tidak selamanya sama. KOntrak konsesi biasanya diberikan kepada para pengembang dan diberikan pada perusahaan pertambangan pada waktu tertentu.

Mereka tidak pernah membayangkan pada waktu menemukan deposit itu dijual, itu melebihi masa eksplorasi dan amsa produksi. Contoh konkret di Cepu, kontrak habis 2010. tetapi Exxon Mobil sudah keluarkan ratusan ribu dolar untuk eksplorasi dan akhirnya ketemu minyak. Pada waktu itu Exxon bilang, nggak bisa dong, kita sudah eksplorasi ratusan juta dolar. Kemudian 2010, tinggal 5 tahun lagi. Kan nggak sempat saya kembangkan depositnya. Apoa saya punya option to extent.

Tetapi by law itu dikembalikan ke Pertamina. Tapi Mobil bilang nggak bisa. Karena saya yang nemukan lebih dulu, saya dong dapat hak pertama untuk mengembangkan itu. Jadi eklihatannya ada kepentingan ekonomi, hokum yang tampaknya mesti ada satu sinkronisasi dimana dinamika perkembangan ekonomi begitu cepat, kemudian perkembangan hokum apakah harus menyesuaikan ke ekonomi atau ekonomi yang menyesuaikan ke hokum.

Sudah tejawab oleh amhkamah konstitusi nggak. Jadi saya pernah bertemu beberapa praktisi dan pakar hokum mengatakan bahwa tidak banyak di banyak engara, bahwa konstitusi memberikan pengetatan terhadap market ekonomi. Contoh UU listrik kita. UU migas kita pun diminta diamandemen. Karena setiap harga harus ditentukan oleh pemerintah. Jadis ebenarnya di UU ekonomi itu, liberalisasi market itu nggak ada. Terutama UU dasar 45 pasal 33.

Jadi kalau daris isi ekonomi, setelah dia bergeser dari monopolistic market structure kemudian ke oligopoly kemudian ke kompetitif market. Tetapi karena konstitusinya tidak mengijinkan adanya suatu …dari market ekonomi sheingga ini semua ditentukan oleh government. Artinya di suatu negara itu ada state company. Karena itu saya buat seminar. Mungkin diantara teman-teman ada yang hadir seminarnya Lemhanas dengan Braitton Institute (institutnya pak SBY. Mereka skearang mengundang pak Jimly Asshiddiqi.

Ada perdebatan informal mengenai penjabaran dikuasai oleh negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Itupun nggak tuntas sampai sekarang. Pakar hokum tertentu pak Purnomo atau pak menteri bilang di MK saja perdebatannya ngak habis-habis.

Dikuasai oleh negara itu artinya regulasinya, penggunaan pengawsan oleh negara. Tidak perlu dikuasai oleh negara itu dimenej diatur oleh negara. Dibina diawasis emuanya oleh negara dalam bentuk state company.

Sampais ekarang ada dua interpretasi. Yang repot kita kita di sketor riil. Alau Mahkamah Konsititusi mengatakan ini, kembali ke UU lama bahwa yang ada adalah state company,

Makananya UU listrik kita dibatalkan kembali ke UU 15 dimana itu monoolistik. Karena ini the state company, monopolistic, maka PLN lagi yang pegang peranan.

Anehnya UU mIgas nggak dibatalin. Kalau tiu kembali ke Pertamina juga, ini tantangan bagi pakar hokum juga. Sebanrnya mana ini. Memang kita ngak boleh 100 % liberal, makanya pengaturan dan pembinaan dilakukan oleh pemerintah. Ada badan pengatur yang kalau di luar negeri itu liberal, badan idnependen. Disini itu badannya engara. Badan Pengatur hilir, pak Tubagus, kemudian badan pelaksana migas, itu badannya migas, itu badannya pemerintah. Itu ada kerancuan-kerancuan pada tataran konseptual makro.

Pada tataran mikro lebih-lebih lagi, rancu lagi. Beberapa waktu lalu saya diminta menandatangani cost fill service cost recovery. Saya buka saja. Semua sudah mengatakan Bapak bisa teken ini. Feeling saya kok aneh. Sesuatu yang menjadi haknya menteri, kok diijinkan diberikan dulu, ditandatangani,s ambil ada proses kemudian baru ditandatangani.

Saya minta Pak sekjen, coba kita minta opini hokum deh. Cari ahli hokum yang meiliki pemikiran lain. Waktu diminta pendapat, kalau Bapak tandatangani ini Bapak masuk kejaksaan. Saya bilang anak buah saya. Gila kalian ini gimana. Disini ada etman-temans aya, say emnerapkan manajemen demokrasi. Saya bilang thanks god saya nggak lakukan itu. Saya bilang pak Luluk lengkapi dulu ini, jalan yang terbaik bagaimana.

Jadi ini ada persepsi hokum yang berbeda. Jadi kalau 10 ahli hokum bertemu katanya ada 10 pendapat yang berebda. Saya nggak percaya. Saya ekonom, saya juga insinyur juga ahli ekonomi. Nyatanya kita bisa selesaikan permaslaahan.

Jadi bottom line nya forum ini dikembangkan. Kalu bisa ada tim ahli Bantu saya. Saya bersedia betul dibantu dan saya sneangs ekali. Saya ketemu pak Hikmahantodibawah. Terima kasih karena Pak Purnomo jadi patronnya jurnal hokum di UI. Karena begitu saya ditawari saya langsung mau. Karena saya kalau lihat hukums ekarang paling takut. Saya nggak negerti hokum. Bapak-bapak berabhagia tahu hokum, nyesel saya. Saya pikir dulu saya sekolah jadi insinyurhebat. Setelah bekerja saya pikir ternyata kurang, yang tepat ternyata jadi ekonom. Karena pak Wiyogo, aliwardhana. Srtelah jadi ekonom, ternyata hebat itu kalau eblajar amslaah social politik, amsuk lemhanas jadi wakil gubernur lemhanas, jadi guru lemhanas. Ternyata hokum adalah panglimanya. Tolong kalau ada fakultas hokum yang bisa terbitkan gelar sarjana dalam setahuns aya akan daftar.

Tolong forum ini dikembangkan syukur forum ini bisa jika ada case kita aksih ke mereka. Apapaun nati itu bentuk formula kerjasamanya seperti apa. Ini emnarik juga karena merupakan satu case yang akan menajdi hal yang emanrik.

--doktor energi
Sub-sub energinya sudah ada. Mungkin bisa bertatap muka berdiskusi dnegan anggota MK untuk pengertian khususnya mengenai dikuasai engara, karena pengertian itu setiap subsektor energi tiu bsia berbeda. Jangan sampai ebgitu ini terbentuk sudah jalan, di tengah jalan ada review, kembali lagi ke interpretasi dikuasai oleh negara. Saya juga melihat pasal 33 demokrasi ekonomi cukup fleksibel. Awalnya ekonomi kerakyatan kemudian diubah emnajdi demokrasi ekonomi dengan pronsip-prinsipnya. Unsur liberalisasi ada di dalam demokrasi ekonomi. Jadi itu perlu, kami-kami ini yang hokum apa yang dimaksud engan demokrasi ekonomis ebagai pelaksanaan enasional.

Pur:

Memang ada dua hal dalam pasal 33 yang penting. Satu, sumber-sumber kekayaan alam, kedua yang emnyangkut hajat hidup orang banyak itu dikuasai oleh negara. Kalau itu sumber kekayaan alam minyak mentah, tambang batubara, gas. Tetapi juga yang menguasai hajat hidup orang banyak yaitu BBM dan listrik. Itu emmang disitu dikatakan dikuasai oleh engara. Ajadi sekarang pertarungannya adalah apakah diatur, pengambilan kebijaksanaaanya, pengaturannya pembinaanya kemudian pengawasannya dilakukan oleh negara cq BUMN atau oleh negara cq pemerintah. Ini ajdi rancu. Terjadi perdebatan air, gas, kayu yang sudah jadi mebel, kursi dsbnya. Itu kan juga menyangkut hajat hidup orang banyak. Apakah itu juga harus diatur oleh enara.

Ternyata di engara beras itu tidak diatur. Gula juga naik turun. Mohon yangs eperti ini perlu diluruskan. Saya terserah saja, kalau ahli hokum punya interpretasi yang sama, saya seneng. Saya nggak harus emnaytakan yang ini betul, yang itu karena saya bukan ahli hokum. Tetapi begitus ekali kita menyampaikan ini, konsisten, jangan berebda interpretasinya.Kalau forum ini sudah terbentuk, ada forum dnegan MK. Lewat departemen MK.

Sekarang ini ada 4 UU ekonomi, ada listrik, migas, telkom, air. Ini challenge. Kalau maslaah ekonomi kita bicara eventually the god is market economy. Itu nggak bisa dicapai karena harus dikontrol oleh pemerintah. Nah UU ini ditanyakan, kok UU nggak lolos, UU migas lolos.

GUsman:

Saat kita di DPR saat membentuk MK, pada waktu itu kenapa sih. Ada 9 orang, 3 orang pemerintah, 3 orang mewakili DPR, 3 orang MA. Harusnya UU yang dibuat bersama DPR itu kan mewakili pemerintah dan DPR. Kalau kita lihat,k berapa persen yang pro pemerintah dan pro DPR. Mestinya kalau yang pro pemerintah dan pro DPr minimal ada 6 orang, jadi nggak boleh dibatalkan. Ternyata 6 orang itu tidak mewakili. Menarik untuk dikaji.

Misalnya membuat UU, rapat kerja itu ada menetri ada kami. Begitu bicara tentang Panja. Kalau kita minta Panja itu harus ada kita klarifikasi mengenai hokum lain dsbnya disitu ada Kehakiman. Bagaimana orang kehakiman, kadang-kadang dia tidak masuk, kadang-kadang dikirm orangnya berubah=ubah. Dankemampuannya juga beda. Ini yang merepotkan kita dlam membeuat UU.

Dalam peraturan perundangundangan sudah ada tatacara pembuatan UU. Dari PUsat bahasa Indonesia, selalu konisten. Kalau dari Law firm itu carinya banyak. Apalagi aklau di DPR banyak pengusahanya pasti disiapkan ukul-ukulnya. Contoh PPNBN. Saat itu ikut saya masih ketua umum REI. Saya ikut membahs. Disebutkan PPN barang mewah. Khusus apartemen di bawah 150 m2 bukan barang mewah. Mremang saya siapkan karena dulu saya bikin apartermen. Tetapi sekarang orang pajak tahu. Dijadikan peraturan menjadi barang mewah jika per m2nya lebihd ari 6 juta. Sebenarnya kalau law firm..itu enaknya jadi pengusaha jadi legislator.

? Usulan agak radikal tetapi amsihd alam konstitusional. Usulan chech and balance. Kita amsih bisa merubah pasal 33. masih bisa diberikan klarifikasi, bahwa saat suasana pembuatan UU 45 sistem nya masih dipengaruhi lingkungan. Mungkin ambils istem belanda dimana semua dipegang negara.

Putusan MK bagi prkatisi hokum sangat membingungkan.
Saat listrik unsure kepemilikan negara ditekankan. Saat UU migas unsure itu tidak dipentingkan lagi. INi menyulitkan praktisi hokum emnarik benang merahnya.


?-Forum sekarang bisa Bantu.

Climate sekarang ini ada kecenderungan menghambat dunia usaha. Sekarang sudah rutin apa-apa digedungbundarkan, diKPPUkan. Padahal kadang-kadang it’s a pure business decision. INi climate sangat tidak sehat. Apalagi di birokrasi. Tidak ada yang ebrani ambil keputusan. Saya nggak tahu bagaimana caranya menyehatkan iklim yangs eperti ini. Karena ini terasa sekali bagi pelaku usaha dan birokrasi. SEolah-olah apaun yang mereka lakukan. Ada yang tidak suka saja, langsung masuk pengaduan. Ini satu hal lagi yang bsia jadi bahan diskusi jika forum ini ada.

PUr:

Saya setuju. Yang saya ingin tahu, hukumnya bagaimana. Pejabat dulu dan skearang itu beda. Pejabat dulu, naik bus, keinjek kakinya. Sekarang nggak boleh marah. Tolong kalau pagi minum satu tablet pil sabar. Satu tablet cukup.

Karena sekarang gampangs aja amsukkan orang ke KPK, ke kejaksaan. Kemarin say abaca di Koran, BP migas dimasukkan ke KPK. Ada tender apa. Itu hukumnya gimana. Misalnya tidak terjadi apakah orang juga bisa dituntut mencemarkan nama baik.

Kalau yang mengatakan itu orang biasa, kan …tapi kalau anggota dewan yang terhormat, ka nada ekekbalan politik. Ini betul. Terutama BP MIgas kan saban tahun emngelola 8 miliar dolar per tahun. Apa ini perlu ada check and balances untuk equal opportunity. Boleh dibahas dalam diskusi nanti.

Luluk: biar teman-teman saja. Biar lebih independent. Pemerintah hanya memfasilitasi.

Pur; tiap diskusi ada topic, ada hasilnya nggak? Kita pengin ngikuti juga.